Berita Samarinda Terkini

Pemkot Samarinda Andalkan Kartu Parkir Berlangganan untuk Atasi Persoalan Parkir di Kota Tepian

Walikota Samarinda Andi Harun mengakui bahwa persoalan parkir di kota bukan sesuatu yang bisa diselesaikan secara instan

Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Nur Pratama
TribunKaltim.co/SINTYA ALFATIKA SARI
PARKIR BERLANGGANAN - Walikota Samarinda, Andi Harun saat membahas solusi sistem parkir nontunai. Ia menegaskan pentingnya penggunaan kartu berlangganan sebagai langkah edukasi masyarakat dan pemberantasan praktik jukir liar di kota Samarinda, Rabu (16/4). (TribunKaltim.co/SINTYA ALFATIKA SARI) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dalam menertibkan sistem parkir melalui skema nontunai atau e-parking masih menghadapi sejumlah tantangan di lapangan.

Walikota Samarinda Andi Harun mengakui bahwa persoalan parkir di kota bukan sesuatu yang bisa diselesaikan secara instan.

Sebab itu tak heran jika persoalan ini berulang kali dibahas dalam rapat, seperti yang baru-baru ini digelar bersama Bank Mandiri terkait penguatan sistem pembayaran parkir nontunai yang lebih ideal dan terjangkau bagi masyarakat. 

Baca juga: Pemprov Siapkan Asrama Mahasiswa Gratis di Samarinda, Fasilitas di Asrama Atlet Sedang Dilengkapi

“Kita terus berusaha mengurai benang kusut dari tata kelola yang selama ini masih menyisakan banyak celah, baik dari sisi regulasi, teknis lapangan, maupun kebiasaan masyarakat,” ujar Andi Harun (17/4) malam.

Ia menilai bahwa problem parkir bukan hanya terjadi di Samarinda, melainkan juga di banyak kota besar di Indonesia. Namun jika dibiarkan, masalah ini bisa menjadi persoalan akut yang mengganggu ketertiban dan citra peradaban kota ke depan.

Setelah deklarasi Gerakan Aksi Hidupkan (AH) Pembayaran Non-Tunai dan Aksi Hindari (AH) Parkir Liar pada September 2024 lalu, Pemkot Samarinda memang melihat adanya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap sistem pembayaran parkir nontunai. Namun di sisi lain, parkir tunai masih mendominasi, terutama di titik-titik padat seperti Pasar Segiri, Mesra Mall, dan Jalan Abul Hasan.

“Waktu saya sidak langsung, saya temukan tidak ada satu pun karcis yang disobek. Tapi uang ada di kantong jukir. Artinya, masyarakat kasih uang tanpa menuntut karcis. Mungkin karena nominalnya kecil, tapi ini bukan soal nilai uang, melainkan dampak sosialnya,” ungkapnya.

Orang nomor satu di Samarinda ini mengingatkan, praktik seperti itu akan menjadi preseden buruk bila dibiarkan. Anak-anak muda akan tumbuh dalam budaya yang menganggap pungutan liar sebagai hal biasa. 

“Kita ingin masyarakat punya literasi bahwa memungut uang tanpa dasar hukum bukan hanya pelanggaran, tapi bertentangan dengan nilai keadilan,” tegasnya.

Menyikapi kompleksitas tersebut, Pemkot memutuskan untuk mendorong penggunaan kartu parkir berlangganan sebagai solusi realistis dan jangka panjang.

“Awalnya kita ingin sistem cashless pakai e-money, itu paling ideal. Tapi faktanya, literasi keuangan masyarakat belum merata. Banyak yang belum punya kartu e-money, dan pengguna jalan lebih suka cepat langsung kasih uang Rp2 ribu dan jalan. Sistem QRIS pun butuh waktu, bisa sampai 2 menit,” katanya.

Sebab itu, kartu berlangganan dinilai lebih praktis dan bisa menjembatani keterbatasan literasi digital. Dalam skema ini, seluruh pemilik kendaraan, baik roda dua maupun empat, akan diarahkan untuk memiliki kartu berlangganan yang berlaku selama setahun.

Menurut rencana Pemkot Samarinda, tarifnya akan mengacu pada Perda yang telah disiapkan, yaitu Rp1 juta per tahun untuk kendaraan roda empat, sementara Rp400 ribu untuk roda dua. 

Namun, sebagai bentuk sosialisasi awal, Andi Harun mempertimbangkan pemberian diskon tahun pertama menjadi sekitar Rp600-700 ribu untuk mobil dan Rp300 ribu untuk motor.

“Atau mungkin dua tahun, nanti kita lihat,” ucapnya.

Tak sampai di situ saja, permasalahan lain yang muncul adalah soal kemampuan masyarakat untuk membayar penuh biaya langganan di awal. Untuk itu, Pemkot bersama Bank Mandiri tengah menyiapkan skema top-up bertahap.

“Tidak semua orang bisa langsung bayar Rp1 juta. Ada yang hanya mampu isi Rp50 ribu. Dan di Bank Mandiri sudah menyanggupi untuk bantu teknologi top-up agar bisa fleksibel. Jadi nanti petugas bisa tahu, kalau saldo habis, kartu harus diisi ulang,” terangnya.

Sistem ini akan diujicoba terlebih dahulu di kalangan internal Pemkot Samarinda. Sekitar 12.000 sampai 15.000 pegawai akan menjadi pengguna pertama kartu berlangganan, sebagai contoh kepada masyarakat.

Andi Harun juga memberikan sinyal tegas terhadap keberadaan juru parkir liar yang masih marak di lapangan. Ia menilai, praktek jukir liar yang selama ini dianggap ‘pekerjaan biasa’ justru mengikis nilai-nilai ketertiban hukum.

“Setelah kebijakan ini berjalan, masyarakat harus berani bilang ‘tidak’ kepada jukir liar. Kalau diancam atau diteror, silakan dokumentasikan. Kita akan kerja sama dengan aparat penegak hukum. Jukir liar yang meresahkan bisa masuk ranah pidana,” tegasnya.

Walikota juga mengakui bahwa langkah ini mungkin akan menuai kontroversi. Namun dirinya optimis agar perubahan peradaban di Kota Samarinda semakin terlihat.

“Saya tahu akan ada pihak-pihak yang terganggu, karena selama ini menerima uang dengan cara mudah. Tapi sampai kapan kita tidak berbuat sesuatu demi menciptakan ketertiban sosial?” tutupnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved