Berita Bontang Terkini

Penutupan Galian C di Bontang Picu Pro Kontra, Ini Tanggapan Wakil Ketua Komisi C DPRD Bontang

Penegakan aturan terhadap tambang galian C ilegal di Bontang Barat menimbulkan dilema

Penulis: Muhammad Ridwan | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD RIDWAN
GALIAN C DI BONTANG - Wakil Ketua C DPRD Bontang Muhammad Sahib. Ia meminta pemerintah tidak hanya berfokus pada penegakan aturan, tetapi juga mempertimbangkan nasib para pelaku usaha, sopir truk, hingga warga yang tengah membangun rumah dan membutuhkan material bangunan. (TRIBUNKALTIM.CO/MUHAMMAD RIDWAN) 

TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG – Penegakan aturan terhadap tambang galian C ilegal di Bontang Barat menimbulkan dilema.

Di satu sisi, langkah pemerintah dinilai sah karena berada di kawasan terlarang, namun di sisi lain, kebijakan ini berdampak langsung pada perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidup dari aktivitas tambang.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Bontang, Muhammad Sahib, meminta pemerintah tidak hanya berfokus pada penegakan aturan, tetapi juga mempertimbangkan nasib para pelaku usaha, sopir truk, hingga warga yang tengah membangun rumah dan membutuhkan material bangunan.

Baca juga: Insentif Guru Swasta di Bontang Naik Jadi Rp2 Juta, Pemkot Verifikasi TPK

"Memang secara aturan tidak boleh karena masuk kawasan APL dan Hutan Lindung, tapi kenyataannya ada masyarakat yang hidup dari situ. Harus ada solusi, bukan hanya penutupan," kata Sahib, Selasa (29/4/2025).

Ia menilai, ketersediaan pasir uruk tetap menjadi kebutuhan vital di Bontang, mengingat sebagian besar wilayah kota berada di dataran rendah dan membutuhkan timbunan untuk pembangunan infrastruktur maupun permukiman.

Sebagai solusi jangka panjang, Politisi NasDem itu mengusulkan agar Pemkot Bontang merevisi Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). 

Revisi tersebut dinilai penting agar pemerintah dapat membuka peluang legalisasi aktivitas tambang di lokasi tertentu tanpa melanggar aturan yang lebih tinggi.

"Kalau RTRW direvisi, pemerintah bisa mengatur zona yang boleh ditambang, tentu dengan tanggung jawab lingkungan," tegasnya.

Sahib menambahkan, jika pemerintah memberi izin resmi, maka eksplorasi bisa dikendalikan.

Ia mencontohkan, kewajiban reklamasi lahan pascatambang harus ditegakkan, termasuk pelarangan menjual lapisan tanah atas (topsoil) yang penting untuk pemulihan lingkungan.

"Misalnya kita pasang rambu-rambu, jangan bikin kubangan. Topsoil harus dikembalikan seperti awal, jangan dijual juga. Rakyat juga punya hak untuk mengelola sumber daya, bukan hanya perusahaan besar," ungkapnya.

Ia berharap Pemkot Bontang segera membuka ruang dialog dengan masyarakat terdampak untuk merumuskan solusi yang adil dan berkelanjutan, tanpa mengesampingkan aspek lingkungan.

"Duduk bersama, kita mesti melihat ini utuh dan mesti ada solusi," pungkasnya.(*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved