Berita Nasional Terkini
Tak Terima Korban Ledakan Amunisi di Garut Disebut Pemulung, Keluarga: Puluhan Tahun Kerja untuk TNI
Tak terima korban ledakan amunisi di Garut disebut pemulung, keluarga tegaskan korban kerja untuk TNI.
TRIBUNKALTIM.CO – Tak terima korban ledakan amunisi di Garut disebut pemulung, keluarga tegaskan korban kerja untuk TNI.
Keluarga korban ledakan amunisi di Garut tak terima dengan narasi yang beredar soal ayah atau saudara mereka yang disebut memulung besi sisa pemusnahan amunisi kedaluwarsa.
Mereka tegaskan para korban bekerja untuk TNI.
Mereka sudah bekerja puluhan tahun bahkan ikut ditugaskan ke beberapa daerah saat pemusnahan amunisi.
Keluhan mereka sampaikan kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di RSUD Pameungpeuk.
Baca juga: Versi TNI, 8 Fakta Ledakan Amunisi Kedaluwarsa di Garut, 13 Orang Tewas termasuk 9 Warga Sipil
Seperti diketahui, dari 9 dari 13 korban yang meninggal merupakan masyarakat sipil.
Netizen pun bertanya-tanya dan berspekulasi mengapa ada masyarakat sipil di lokasi peledakan.
“Saya perwakilan dari keluarga. Saya minta pertanggungjawaban. Bapak saya kerja sama tentara, Bapak saya tidak (seperti yang dikatakan orang-orang) mulung,” ujar salah seorang remaja putri sambil menangis, dikutip dari Kompas TV, Selasa (13/5/2025).
“Dari zaman sekolah, saya tahu, bapak saya kerja (sama tentara) sudah ke Manado, Makassar, Bali, ke Mabes,” tambah dia ke Dedi Mulyadi.
Remaja ini pun dengan tegas menolak ayahnya disebut nyelonong ke lokasi peledakan untuk memulung amunisi.
Mendengar hal tersebut, Dedi Mulyadi mencoba menenangkan.
Ia memastikan bahwa korban sipil yang berada di lokasi ledakan dalam kondisi sedang bekerja.
“Jadi itu kategori kecelakaan kerja,” tutur Dedi.
Dalam kunjungan tersebut Dedi mengatakan, semua korban akan mendapatkan bantuan pemakaman masing-masing Rp 50 juta.
Selain itu, semua anak korban yang ditinggalkan akan menjadi anak angkatnya dan disekolahkan hingga kuliah.
Protes yang sama juga diungkapkan keluarga korban lainnya.
Agus (55), kakak kandung Rustiwan, salah satu korban tewas dalam ledakan amunisi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025), menolak adiknya disebut sebagai pemulung.
Menurut Agus, Rustiwan telah bekerja selama 10 tahun membantu TNI dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa, bukan hanya di Garut, tetapi juga di Yogyakarta dan daerah lainnya.
Baca juga: Kronologi dan Daftar 13 Nama Korban Meninggal Dunia dalam Ledakan Amunisi Kedaluwarsa di Garut
"Saya sebagai keluarga tak terima kalau adik saya disebut pemulung besi saat kejadian ledakan. Adik saya sudah 10 tahun kerja ke TNI bantu pemusnahan amunisi," ungkap Agus saat ditemui di Kamar Mayat RSUD Pameumpeuk, Garut, pada Selasa (13/5/2025).
Agus menyampaikan kebenaran tersebut saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang datang menjenguk keluarga korban di rumah sakit.
Dedi pun menegaskan bahwa kejadian ini merupakan kecelakaan kerja, bukan insiden yang melibatkan warga yang sedang memulung rongsokan besi bekas amunisi.

"Ini berarti kecelakaan kerja, bukan seperti yang diinformasikan bahwa korban adalah warga yang sedang membawa rongsokan bekas amunisi. Mereka bekerja ternyata membantu TNI," kata Dedi.
Dedi menambahkan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi pada siapa saja, seperti sopir bus yang mengalami kecelakaan, petani yang terluka akibat alat pertanian, atau pegawai lainnya yang meninggal dalam insiden kerja.
Ia juga meminta Pemkab Garut untuk memberikan perhatian lebih kepada keluarga korban.
"Nanti di Pemkab Garut ada, kalau saya (Pemprov Jabar) memberikan santunan Rp 50 juta bagi tiap keluarga korban, dan anak-anak yang ditinggalkan akan dijamin sampai kuliah pendidikannya," ungkap Dedi.
Sebelumnya, ledakan terjadi saat pemusnahan amunisi kedaluwarsa TNI AD di Desa Sagara, yang menewaskan 13 orang, terdiri dari 4 anggota TNI dan 9 warga sipil dari daerah setempat.
Ledakan diduga disebabkan oleh detonator penghancur yang meledak lebih awal saat masih terpasang di sebuah lubang besar penghancur dekat pesisir pantai.
Sembilan jenazah warga sipil yang dilaporkan adalah Agus Bin Kasmin, Ipan Bin Obur, Anwar Bin Inon, Iyus Ibing Bin Inon, Iyus Rizal Bin Saepuloh, Toto, Dadang, Rustiwan, dan Endang, semuanya berasal dari Cibalong dan Pameumpeuk, Garut.
Berita sebelumnya, insiden ledakan tragis mengguncang Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025) sekitar pukul 09.30 WIB.
Ledakan terjadi saat pemusnahan amunisi tak layak pakai (kedaluwarsa) milik TNI Angkatan Darat. Akibat kejadian tersebut, 13 orang dilaporkan meninggal dunia, terdiri dari empat personel TNI AD dan sembilan warga sipil.
Baca juga: Korban Ledakan Amunisi tak Layak Garut Disebut Warga Nakal oleh Sesama Warga, Bukan Tanpa Alasan
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, membenarkan peristiwa ini.
Ia menyatakan, ledakan terjadi di lokasi yang telah ditentukan sebagai tempat pemusnahan amunisi inventaris TNI.
"Jadi, memang betul pada tanggal 12 Mei 2025 pada pukul 09.30, bertempat di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, terjadi musibah di lokasi peledakan, yang mengakibatkan 13 orang meninggal dunia," ujar Kristomei dalam tayangan KompasTV, Senin.
Adapun warga sipil yang meninggal adalah Agus bin Kasmin, Ipan bin Obur, Anwar, Iyus bin Inon, Iyus Rizal bin Saepuloh, Totok, Dadang, Rustiawan, dan Endang. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Kompas.com
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.