Liputan Khusus
Samarinda Bebas Tambang 2026, Ini Kata Akademisi Unmul
Akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Hairul Anwar mendukung rencana Samarinda bebas tambang pada tahun 2026.
Penulis: Mohammad Fairoussaniy | Editor: Syaiful Syafar
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman (Unmul), Hairul Anwar mendukung rencana Samarinda bebas tambang pada tahun 2026.
Menurutnya, Samarinda dengan statusnya sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur mestinya fokus pada sektor jasa dan perdagangan.
Hairul Anwar menjelaskan sejak Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2000, dengan luasan Samarinda 711 kilometer persegi, di dalamnya ada kebun sawit dan tambang.
Sementara Kota Samarinda struktur tanahnya rawa, yang dinilainya aneh, karena semestinya suatu kota bisa hidup oleh jasa dan perdagangan.
Keberadaan tambang sendiri pada akhirnya menjadi beban bagi Samarinda, khususnya dalam soal pemulihan dan struktur ekonomi pemerintah lewat dana bagi hasil yang tak seberapa.
"Samarinda merupakan wilayah urban yang berpotensi memaksimalkan urusan jasa dan niaga," ujarnya kepada TribunKaltim.co, belum lama ini.

Setiap kota akan menuju pembangunan berbasis jasa dan niaga.
Karena itu, Hairul Anwar yakin setiap kota mampu berdiri di atas dukungan sektor jasa dan niaga.
"Samarinda tidak perlu tambang. Yang penting, aturan dan kebijakannya jelas," katanya.
Baca juga: Samarinda Bebas Tambang 2026, Andi Harun Tak Lagi Perpanjang IUP, Fokus Sektor Perdagangan dan Jasa
Maksud Hairul, biarlah daerah seperti Kutai Timur, Berau tetap menambang, tetapi Kota Samarinda menurutnya tak perlu.
Karena melihat struktur ekonomi Kaltim, Kota Samarinda masih bisa berjaya di sektor perdagangan dan jasa.
"Kontribusi konstruksi juga tinggi di Samarinda, kita sampai saat ini walikota belum dapat memaksimalkan jasa dan perdagangan, harusnya bisa dimaksimalkan di situ," jelasnya.
Kota Samarinda, yang sebagian besar penduduknya kumpulan pendatang yang untuk mencari penghidupan bisa hanya ditunjukkan tempat untuk mencari penunjang ekonomi hidup.
Artinya, Kota Tepian sebagai kumpulan orang, harus semestinya pemerintah membuat aturan (kebijakan) yang bagus.
Daerah Kalimantan Timur Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selalu besar, dengan Kota Samarinda menopang di angka 80 persen.
"Kaltim 70 persen lebih dan selalu tinggi, bahkan pernah merangsek ke tiga besar secara nasional terkait IPM," tutur Hairul.
Baca juga: Samarinda Bebas Tambang 2026, Jatam Kaltim: Omong Kosong jika Lokasi yang Rusak Tidak Dipulihkan
Melihat beberapa aspek tersebut, Hairul meyakini dengan Harga Batubara Acuan (HBA) yang naik turun pula, tentunya Kota Samarinda bisa terbebas dari zona tambang.
"Kita jayanya sampai 2010, trennya naik turun setelah itu, bahkan tahun 2015 Kaltim minus," bebernya.
Kota Samarinda apalagi. Di situ mendadak PHK, jasa juga tidak maksimal, okupansi juga turun.
"Tidak ada perlunya juga tambang (untuk Samarinda). Kota Samarinda bisa hidup tanpa tambang, biarkan daerah lain yang melakukan," tegasnya.
Karena sebagai kota, semestinya pendidikan, kesehatan, dan lainnya memang seharusnya ada di Samarinda.
"Konsep kota itu menjadi hub bagi daerah lainnya. Kalau masih dengan tambang, ya aneh. Kita perlu teknisnya, jadi jangan juga menjadi kampanye saja, ini tahun politik, jangan dibuat kampanye. Secara pribadi saya tidak sepakat tambang ada di kota," pungkas Hairul.
Cara lain yang cukup ekstrem
Sementara itu akademisi Fakultas Hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah menerangkan bahwa sebelumnya Samarinda memiliki dua produk hukum untuk bisnis tambang.
Pertama adalah Perda Pertambangan Nomor 12 tahun 2013 saat kewenangan pertambangan masih dalam kewenangan daerah.
Kedua, adalah Perda Nomor 2 tahun 2014 tentang RTRW Samarinda.
Saat itu, politik hukum pertambangan di Samarinda membuka seluasnya-luasnya bagi bisnis fosil ini.
Namun, ada dua cara untuk bisa mengatur pertambangan karena kondisi darurat lingkungan tidak membolehkan pertambangan.
Tapi persoalannya saat ini kewenangan ada di pusat, sehingga masih terbuka peluang evaluasi dari pemerintah pusat.
"Persoalannya bagaimana cara mengkonkretkan Samarinda tanpa tambang 2026. Yang paling penting dimanifestasikan ke dalam komitmen Pemkot Samarinda. Yang memungkinkan adalah Perda RTRW. Tapi itu akan kembali dievaluasi oleh pemerintah pusat. Sekarang harus melibatkan dukungan publik lebih luas soal Samarinta tanpa tambang. Tapi sampai sekarang saya belum membaca draf Perda RTRW (2022-2042) itu," terang pria yang akrab disapa Castro.

Baca juga: DPRD Kaltim Ingatkan Pemkot tak Bisa Kerja Sendiri untuk Wujudkan Samarinda Bebas Tambang 2026
Belum cukup sebetulnya Perda RTRW, karena masih ada kira-kira 20 IUP sampai 2028-2030.
Ada cara lain agak sedikit ekstrem bisa dilakukan, pejabat yang mengeluarkan izin bisa membatalkan izin tersebut.
Seperti apa yang dilakukan Presiden ke-7 Joko Widodo ketika menjabat, pernah mencabut 700 izin dicabut dengan alasan tertentu.
"Samarinda berposisi mendorong pemerintah pusat agar menghentikan izin, karena dampak dan daya rusak tambang yang sangat besar. Saya memahami semangat pak walikota dan teman-teman," kata Castro.
"Harapan Samarinda bebas zona tambang, paling memungkinkan Samarinda meminta pusat untuk itu (menghentikan mengeluarkan izin tambang baru)," sambungnya. (*)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Situs Sejarah Kaltim Disiapkan Jadi Destinasi Wisata Edukasi, Masterplan Terpadu Belum Ada |
![]() |
---|
7 Situs Sejarah Kemerdekaan yang Jadi Cagar Budaya di Kaltim, Kendala Pelestarian: Anggaran dan SDM |
![]() |
---|
Runtuhnya Kerajaan Berau Akibat Politik Adu Domba, Melahirkan Kesultanan Gunung Tabur dan Sambaliung |
![]() |
---|
Sumpit Jadi Senjata Usir Belanda, Jejak Sejarah Masyarakat Paser dan Berau Lawan Penjajah |
![]() |
---|
Menyusuri Bunker Jepang di Manggar Baru Balikpapan, Menyimpan Bisik dari Masa Lalu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.