OPINI
Kalimantan Timur Belum Berubah
Bisakah warga Kalimantan Timur membayangkan kemarahan Gubernur Jawa Barat Kang Dedy Mulyadi ketika mengetahui jalan di salah satu desanya longsor.
Oleh: Sunarto Sastrowardojo *)
TRIBUNKALTIM.CO - Bisakah warga Kalimantan Timur membayangkan kemarahan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) ketika mengetahui jalan di salah satu desanya longsor seperti jalan poros di Dusun Tani Jaya, Batuah Kilometer 28 itu.
Sosok KDM yang dikenal sebagai gubernur fenomenal itu tiba-tiba saja memenuhi benak saya, terutama ketika Gubernur Kaltim bertandang ke rumah KDM, beberapa waktu lalu.
Ketika benak saya dipenuhi oleh pesona KDM yang saya bayangkan adalah, longsoran jalan poros Dusun Batuah itu sudah ditangani Gubernur Kaltim dan di-upload ke media sosial.
Katanya kawasan itu dari aspek geologi merupakan kawasan dengan jenis tanah spodosol atau latosol yang, jika dijadikan lahan permukiman harus melalui perlakukan khusus.
Spodosol, misalnya. Jenis tanah ini merupakan tanah asam yang bisa dikenali dengan adanya lapisan berwarna terang di atas lapisan gelap dan kaya humus.
Baca juga: Kesaksian Warga Batuah Kukar Sebelum Alami Longsor: Rumah Bunyi-Bunyi, Lalu Ambruk
Tanah ini biasanya terbentuk dari bahan induk berpasir atau lempung kasar dan biasanya ditemukan di daerah dengan curah hujan tinggi.
Akibat bergeraknya tanah kawasan itu berkisar antara 40-an rumah rusak dan berpotensi meluas, karena jenis tanah spodosol kawasan itu masih berprores.
Bahkan beberapa warga menyebutkan masih sering mendengar suara-suara deritan pergerakan tanah.
Jalan poros Batuah yang ditumbuhi perumahan permukiman warga itu sebenarnya berada di kemiringan lahan di atas 22 derajat lebih.

Dengan kata lain, tanah di kawasan itu tidak diperbolehkan untuk permukiman penduduk.
Di kawasan itu, tanahnya juga berkemungkinan besar merupakan latosol.
Tanah ini tanah yang terbentuk dari proses pelapukan lanjut di daerah tropis dengan iklim lembab. Tanah ini juga dikenal juga sebagai tanah merah tropis yang kaya oksida dan aluminium.
Survei geolistrik menyebutkan telah ditemukan deliniasi atau batas yang jelas antara tanah keras dan atanah lunak yang sudah bergerak.
Nah pergerakan ini yang mustinya disebabkan oleh getaran yang bisa berasal dari gerakan lempeng bumi atau gerakan eksternal dan pembebanan vertikal di kawasan itu.
Jika bergeraknya tanah itu akibat gerakan internal bumi atau katakalah gerakan gempa, maka sudah sepantasnya Gubernur Kalimantan Timur atau Bupati Kutai Kartanegara mengeluar SK pelarangan pembangun.
Peneliti dari Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur malah menegaskan, zona longsoran itu merupakan tanah lunak jenuh air seperti lempung plastis atau sedimen alluvial yang tidak terkonsolidasi.
Baca juga: Jalan Poros Samarinda–Balikpapan Batuah Kukar Km 28 Diupayakan Fungsional
Guncangan atau pembebanan vertikal yang terus menerus akan menyebabkan retak. Retakan ini longsor jika diguyur hujan.
Belum dipastikan pembebanan vertikal ini berasal darimana dan harus dibuktikan apakah beban akibat mineral tambang yang melintasi jalan itu penyebabnya. Ini harus dibuktikan dengan metode yang benar dan ilmiah.
Menurut saya, masih banyak hal yang harus dibuktikan. Apakah benar perusahaan tambang di sekitarnya memnggunakan jalan negara sebagai lintasan alur hal tambang.
Padahal UU Minerba di Indonesia sangat dinamis dan terus menerus berubah, namun nasib jalan hauling nasibnya tetap sama dialihkan ke jalan negara.
Seingat saya, UU Minerba ini telah berubah beberapa kali di antaranya UU No. 4 Tahun 2009, menjadi UU No. 3 Tahun 2020, dan yang terbaru adalah UU No. 2 Tahun 2025.
Berdasarkan pasal 91 ayat 1 UU minerba itu, pemegang IUP dan IUPK wajib menggunakan jalan Pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan. (*)
*) Sunarto Sastrowardojo adalah pemerhati kawasan publik dak lingkungan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.