Berita Nasional Terkini
4 Statement Menkes yang Kontroversial, Budi Gunadi Sadikin Dicurigai Incar Kursi Wapres, Responsnya?
Statement Menkes Budi Gunadi Sadikin itu menjadi kontroversi lantaran dianggap terlalu menyederhanakan isu kesehatan.
TRIBUNKALTIM.CO - Sejumlah statement dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin belakangan menuai kecaman dari banyak kalangan.
Statement Menkes Budi Gunadi Sadikin itu menjadi kontroversi lantaran dianggap terlalu menyederhanakan isu kesehatan.
Entah karena gaya komunikasinya yang blak-blakan, yang pasti pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin kerap mendapat kritik dan viral di media sosial.
Berikut sejumlah statement Menkes Budi Gunadi Sadikin yang kontroversial.
1. Singgung ukuran celana dan risiko kematian
Dalam sebuah acara peluncuran layanan kesehatan di Jakarta Pusat pada Rabu (14/5/2025), Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa pria dengan ukuran celana jeans di atas 32-33 cenderung mengalami obesitas dan berisiko lebih cepat meninggal dunia.
"Pokoknya laki-laki kalau beli celana jeans masih di atas 32-33. Ukurannya berapa celana jeans? 34-33 sudah pasti obesitas. Itu menghadap Allahnya lebih cepat dibandingkan yang celana jeansnya 32," ujar Budi saat menghadiri acara peluncuran tiga layanan kesehatan bersama Gubernur Jakarta Pramono Anung di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Rabu, seperti dilansir Kompas.com.
Baca juga: Menkes Budi Gunadi, Ingatkan soal Obesitas, Pria dengan Ukuran Celana 33 Lebih Cepat Menghadap Allah
Namun, Budi menegaskan bahwa pernyataannya bukan bermaksud untuk mempermalukan tubuh atau body shaming, melainkan sebagai peringatan akan pentingnya menjaga lingkar pinggang agar terhindar dari risiko penyakit kronis.
"Saya bukannya body shaming, tapi emang artinya begitu. Aku di sini sudah hafal, sudah lihat siapa yang di atas, siapa yang di bawah. Menterinya aja masih di atas nih, masih agak obesitas," kata Budi.
Ia meminta Pasukan Putih untuk memperhatikan kondisi berat badan masyarakat agar tidak terkena penyakit berisiko dan bisa berumur panjang.
"Tolong petugas putih kenapa warnanya putih? Karena warna putih kan warna surgawi. Itu tugasnya adalah supaya masuk surgawinya ya 99 tahun lah. Jangan umur 60, 58, 59 sudah masuk ke sana (surga)," ungkapnya.
2. Singgung gaji Rp 15 juta dan Rp 5 juta
Dalam agenda "Double Check" di Jakarta Pusat pada Sabtu (17/5/2025), Menkes Budi menyatakan bahwa orang yang memiliki gaji Rp 15 juta per bulan pasti lebih sehat dan pintar, dibandingkan dengan yang bergaji Rp 5 juta.
"Apa sih bedanya orang yang gajinya Rp 15 juta sama Rp 5 juta? Cuma dua, satu, pasti lebih sehat dan lebih pintar. Kalau dia enggak sehat dan enggak pintar, enggak mungkin gajinya Rp 15 juta, pasti Rp 5 juta," kata Budi.
Baca juga: Bukan Body Shaming, Penjelasan Menkes soal Pria Ukuran Celana 33-34 Lebih Cepat Menghadap Allah
Karena itu, Budi mengatakan, Indonesia belum bisa disebut sebagai negara maju apabila gaji rakyatnya masih di bawah Rp 15 juta.
"Kalau masih banyak yang minimal Rp 15 juta, itu artinya belum negara maju. Sekarang tantangannya gimana kita naikan dari Rp 5 juta ke Rp 15 juta di 2045," kata dia.
Sebagai Menkes, Budi mengatakan bahwa tugasnya adalah menjaga masyarakat agar tetap sehat.
Ia menyatakan bahwa Menkes bertugas tidak seperti dokter yang mengobati masyarakat saat sakit.
"Tugas Menteri Kesehatan adalah menjaga jangan sampai sakit, menjaga tetap sehat, itu sebabnya namanya Menteri Kesehatan, bukan Menteri Kesakitan," sambungnya.
3. Singgung obesitas dan harapan hidup
Pada acara yang sama, Budi juga menyoroti dampak obesitas terhadap harapan hidup.
Ia menyebut, obesitas dapat menyebabkan berbagai penyakit kronis seperti darah tinggi dan diabetes, yang jika tidak segera ditangani dapat berujung pada stroke dan penyakit jantung.
"Obesitas itu bisa darah tinggi dan gula. Darah tinggi dan gula, 5 tahun didiamkan, (kena) stroke sama jantung, wafat kita enggak sampai 74 tahun," ujar Budi.
Budi menyebut, penyakit yang paling banyak menyebabkan kematian di Indonesia adalah stroke.
Stroke, kata dia, merupakan pembunuh nomor satu yakni sebanyak 300.000 orang per tahun.
Kemudian kedua, ada penyakit jantung dengan total membunuh 250.000 orang per tahun.
"Nomor tiga itu kanker, nomor empat itu ginjal," ungkapnya.
Budi mengatakan, empat penyakit tersebut merupakan penyakit kronis di Indonesia yang menyebabkan kematian dalam waktu lima tahun jika tidak diobati.
"Jadi kita bukan kena hari ini, besoknya meninggal, enggak. Rusaknya itu empat atau lima tahun, baru meninggal," ujarnya.
Tingginya angka kematian penyakit kronis tersebut semakin parah karena penderitanya tidak rutin mengecek kesehatan.
Untuk itu, Budi mengingatkan masyarakat untuk ikut program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.
"Itu sebabnya dilakukan cek kesehatan gratis Pak Prabowo, karena orang Indonesia harus cek kesehatan yang sudah dimulai 10 Februari," tuturnya.
4. Izinkan dokter umum lakukan operasi caesar
Menkes Budi Gunadi Sadikin juga mewacanakan akan membuka izin bagi dokter umum untuk melakukan operasi caesar, terutama di wilayah yang tidak memiliki dokter spesialis kandungan.
Kebijakan ini ditujukan untuk menjawab tantangan keterbatasan tenaga medis di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Pernyataan tersebut disampaikan Menkes Budi di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini akan disertai pelatihan khusus bagi dokter umum yang nantinya akan melakukan tindakan bedah persalinan.
"Langkah ini kami ambil karena di banyak daerah 3T tidak tersedia dokter spesialis kandungan. Dokter umum akan mendapatkan pelatihan pembedahan persalinan terlebih dahulu," ujar Budi seperti dikutip dari Kompas.com.
Tak berselang lama, statement Menkes tersebut mendapat tanggapan keras dari Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).
Ketua Umum POGI, Prof. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, Sp.O.G., Subsp.Onk., DMAS, M.Kes., menilai kebijakan tersebut berbahaya dan menurunkan standar kompetensi medis secara signifikan.
"Penurunan level kompetensi tindakan medis ke dokter umum ini merupakan wacana yang sangat membahayakan," kata Yudi dalam pernyataan resminya, Rabu (14/5/2025).
Menurut POGI, setiap tindakan medis, apalagi yang bersifat bedah seperti seksio sesarea (operasi caesar), harus dilakukan oleh tenaga medis yang telah mendapatkan pelatihan dan memiliki kompetensi spesifik.
Operasi caesar merupakan prosedur invasif yang kompleks dan berisiko tinggi.
"Tindakan tersebut juga bertentangan dengan standar kompetensi global yang diakui oleh WHO, WFME, RCOG, dan ACOG," tegas Yudi.
Diprotes Guru Besar Kedokteran UI
Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) juga menyuarakan keprihatinannya terhadap kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini.
Para Guru besar FKUI menilai banyak kebijakan Kemenkes dan implementasi Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang justru melenceng dari semangat awal reformasi sistem kesehatan.
Dalam deklarasi bertajuk "Salemba Berseru" yang digelar pada Jumat (16/5/2025), para guru besar FKUI menyatakan kebijakan Kemenkes berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan berdampak langsung pada pelayanan kesehatan masyarakat.
"Kami para Guru Besar FKUI bersama dokter dan akademisi kedokteran di seluruh Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kemenkes, yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dan dokter spesialis," ujar Guru Besar FKUI, Siti Setiati, Jumat.
Baca juga: Petisi Copot Menkes Budi Gunadi Ramai, Kebijakan dan Pernyataannya Dianggap tak Berpihak ke Rakyat
Sebanyak 158 Guru Besar FK UI dalam satu suara menilai terjadinya penurunan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia.
Dekan FK UI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam mulanya menyinggung soal Rancangan Undang-Undang Kesehatan yang akhirnya lahir menjadi Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
"Tentu sebagai warga negara yang baik, kami semua dari awal menyetujui undang-undang dan juga PP (Peraturan Pemerintah) yang telah digariskan oleh pemerintah," kata Ari dalam konferensi pers di Gedung FK UI, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).
"Tapi, di dalam perjalanannya ternyata ada komitmen yang tidak sesuai dengan Undang-Undang dan juga PP, dan hal-hal yang akhirnya kami boleh sampaikan terganggunya proses pendidikan kedokteran dan akhirnya pelayanan kesehatan," sambungnya.
Ari mengatakan bahwa beberapa peristiwa yang terjadi dalam satu bulan terakhir sudah cukup mengganggu para Guru Besar FK UI.
Selain soal kolegium, persoalan yang belum lama ini dibicarakan yakni mutasi Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim B. Yanuarso.
"Jadi ini yang terus terang saja, sekali lagi kami tidak minta apa-apa, kami minta Kementerian Kesehatan laksanakan undang-undang dan PP seperti yang tertulis di situ. Itu saja, tidak banyak-banyak kami minta untuk masalah ini," jelasnya.
Petisi Desakan Mundur
Gara-gara statement Menkes yang kontroversial, muncul pula petisi desakan agar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diganti.
Dalam petisi di change.org tersebut sudah ada ribuan orang yang menandatangani.
Petisi dibuat pada 4 Mei 2025 dengan pengusul pertama kali adalah Sekretariat Aliansi Ketahanan Kesehatan Bangsa.
Dalam keterangan di petisi tersebut menyerukan kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengganti Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Selama masa jabatannya, Menkes dianggap telah mengeluarkan kebijakan dan pernyataan yang tidak berpihak kepada rakyat, tidak berdasar pada data ilmiah dan mencederai nilai-nilai profesionalisme kesehatan.
Salah satu yang disoroti dalam petisi tersebut adalah kebijakan sepihak menghentikan pendidikan dokter spesialis (PPDS), membuat pernyataan tidak pantas dan merendahkan profesi kesehatan, mendukung pembukaan fakultas kedokteran tanpa rencana distribusi SDM, kinerja lemah dalam memperbaiki indikator kesehatan nasional, meminta dan mendorong rakyat membeli asuransi swasta serta promosi kebijakan melalui influencer.
Dicurigai Incar Kursi Wapres
Analis Komunikasi Politik, Hendri Satrio menyoroti gaya komunikasi Menkes Budi Gunadi Sadikin yang belakangan memicu kontroversi.
Hendri yang akrab disapa Hensa ini mengatakan pernyataan Budi belakangan ini menyerupai strategi politikus yang tengah mencari perhatian untuk Pemilu 2029.
"Pak Menkes ini mungkin sedang 'bermain api' dengan kontroversi-kontroversi ini. Ada yang bilang dia mau jadi kandidat Wapres di 2029, bersaing dengan anak bos besar, mungkin anak Pak Jokowi atau tokoh lain dari Jawa Barat,” kata Hensa kepada wartawan, Senin (19/5/2025), seperti dilansir Tribunnews.com.
Hensa menilai Budi mungkin memiliki niat baik dalam menyampaikan pesan kesehatan, seperti soal ukuran celana atau hubungan gaji dengan kesehatan.
Namun dia mengingatkan bahwa cara penyampaian yang kurang tepat dapat memicu salah paham di kalangan masyarakat.
"Saran saya buat Menkes, hati-hati dengan cara komunikasi. Kalau maksudnya baik tapi penyampaiannya salah, ya sia-sia," ujar Hensa.
Dia juga menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak menyukai menteri yang memicu kegaduhan serta gagal menjaga hubungan baik dengan pemangku kepentingan.
Dalam konteks Budi, stakeholder utama adalah kalangan dokter dan tenaga kesehatan.
Hensa mencontohkan kasus Satrio Brodjonegoro, mantan Menteri Riset dan Teknologi yang dicopot setelah menghadapi protes dari jajarannya.
"Ini masalahnya, Presiden Prabowo itu tidak suka menteri yang bikin gaduh, apalagi yang tidak bisa menjaga hubungan baik dengan stakeholder. Buktinya dulu ada menteri yang didemo anak buahnya sendiri, akhirnya diganti," ujarnya.
Menurut Hensa, jika Budi terus melontarkan pernyataan kontroversial, posisinya sebagai Menteri Kesehatan berpotensi terancam.
"Mungkin dia paham bahwa sebagai figur politik viral nomor satu meski blunder, tapi jika terus membuat kontroversi, dan Pak Prabowo tak suka dengan jajarannya yang gaduh, saya melihat Menkes sudah di ujung tanduk," ungkapnya.
Sadar Banyak Pihak yang Tidak Nyaman dengan Kebijakannya
Menkes Budi Gunadi Sadikin menyadari transformasi kebijakannya saat ini telah membuat ketidaknyamanan sejumlah pihak.
"Pasti akan terjadi ketidaknyamanan, 'loh, saya dulu bisa begini, kok sekarang enggak', karena bergeser kepentingannya, kebijakannya dibikin lebih ke kepentingan masyarakat," kata Budi kepada awak media di Jakarta Pusat, Sabtu (17/5/2025).
Namun dia menegaskan, setiap kebijakan yang diterapkan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus mengutamakan kepentingan masyarakat.
"Saya mau sampaikan, Kemenkes hanya melakukan kebijakan yang berbasis kepentingan masyarakat," kata Budi.
Budi memahami bahwa stakeholder dalam lingkup kesehatan itu banyak, di antaranya mencakup masyarakat, rumah sakit, pabrik obat, organisasi, serta profesi.
"Tapi stakeholder yang paling besar yang menerima layanan kesehatan ini 280 juta (masyarakat). Nah, Kemenkes memprioritaskan 280 juta rakyat," tuturnya.
(Kompas.com/Tribunnews.com)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Menteri Kesehatan
Budi Gunadi Sadikin
statement menkes
pernyataan menkes
Menkes
kaltim.tribunnews.com
Update Rincian Harga Emas Antam Hari Ini 10 Agustus 2025 di Logam Mulia Kota Balikpapan |
![]() |
---|
Parkir Mobil Sembarangan, Ditegur Malah Pamer Pistol: Jaksa Ini Disorot, Kejagung Angkat Bicara |
![]() |
---|
Kutukan Kolaka Timur: 2 Bupati Muda Terjaring KPK, Bukti DOB Gagal, Daerah Baru Jadi Sarang Korupsi? |
![]() |
---|
Silfester Matutina akan Dibui, Relawan Jokowi Minta Amnesti, Refly Harun: Jalani Pidananya Dulu |
![]() |
---|
Angka Pengangguran Indonesia 2025 Tertinggi di ASEAN, Jumlah Angkatan Kerja Terus Meningkat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.