Berita Samarinda Terkini
Hadiri Undangan dari UCLG ASPAC, Samarinda Jadi Kota Percontohan Ketahanan Iklim
Hadiri undangan dari UCLG ASPAC, Samarinda jadi kota percontohan ketahanan iklim.
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, kembali membawa nama Kota Tepian ke panggung internasional.
Kali ini lewat forum bergengsi Climate Resilience and Innovation Forum atau CRIF 2025 diselenggarakan oleh United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) di Hotel Park Hyatt, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Samarinda menjadi salah satu dari 10 kota/kabupaten di Indonesia yang dipercaya menjadi narasumber dalam diskusi tentang pembangunan berkelanjutan dan ketahanan terhadap perubahan iklim.
“Pertemuan di Jakarta itu kemarin adalah undangan dari UCLG ASPAC, sebuah organisasi kemitraan global yang selama ini konsen terhadap isu-isu sustainable development, termasuk isu-isu mengenai climate resilience,” ujar Andi Harun Kamis (22/5).
Baca juga: Jadi Anggota UCLG ASPAC, Pembangunan Kota Samarinda Curi Perhatian Lembaga Internasional UNCRD
Ia menegaskan bahwa keikutsertaan Samarinda dalam forum tersebut bukan tanpa alasan.
Selama tiga tahun terakhir, Kota Samarinda telah menjadi bagian dari organisasi kota-kota global dan kerap diundang menjadi pembicara dalam forum-forum internasional, seperti World Water Forum (WWF) di Bali dan City Summit di Singapura.
“Ini bentuk pengakuan bahwa Samarinda telah berada di jalur yang benar dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.
Lanjut ia menambahkan, keikutsertaan Samarinda dalam forum-forum global juga telah membuahkan hasil konkret.
Salah satunya adalah pembangunan Taman Para’an di Gang Nibung Jalan Dr Soetomo di mana seluruh dananya bersumber dari bantuan luar negeri.
“Kita juga mendapat bantuan dalam penyusunan program, termasuk panduan bagaimana Kota Samarinda bisa terus beradaptasi dengan perubahan iklim,” tambahnya.
Baca juga: Taman Para’an jadi Ruang Publik Berketahanan Iklim di Samarinda Kaltim, Punya 6 Fungsi
Dalam forum yang berlangsung di Jakarta itu, Andi Harun memaparkan strategi dan kebijakan yang telah dijalankan pemerintahannya.
Ia menyebut bahwa Samarinda telah memiliki peta rawan bencana, program aksi tahunan berbasis iklim dalam APBD serta melibatkan 30 organisasipPerangkat daerah (OPD) secara terpadu.
“Kita tidak ingin ada lagi ego sektoral dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Semua harus bersatu,” katanya.
Andi Harun juga menyebut, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melalui Safrizal ZA selaku Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan di Kementerian Dalam Negeri secara khusus menyoroti keberhasilan Samarinda sebagai kota yang patut dicontoh dalam menyusun regulasi hingga program aksi nyata menghadapi perubahan iklim.
“Saya sampaikan bahwa regarding about Samarinda city’s climate resilience, many things were conveyed by Mr. Safrizal, representative from the Ministry of Home Affairs. Saya hanya menambahkan beberapa hal dari program kita,” jelas Andi Harun.
Program pengendalian banjir, lanjutnya, menjadi salah satu prioritas yang hingga kini masih berlangsung.
Namun, ia mengakui, keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama.
“APBD kita tidak hanya membiayai banjir, tapi juga pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya. Maka pelaksanaannya dilakukan secara bertahap,” ujarnya.
Di sisi lain, ia menyoroti pentingnya perubahan perilaku masyarakat dalam menghadapi anomali iklim.
Misalnya, musim hujan yang justru kering, atau suhu laut yang naik 2–3 derajat yang berpotensi memicu badai siklon.
“Perlakuan kita terhadap bumi ini harus diubah. Perilaku kita terhadap sampah, lingkungan, semua harus diperbaiki. Program pengendalian banjir tidak bisa dilihat hanya dari satu perspektif,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa upaya seperti pengerukan sedimentasi, pembuatan pintu air, normalisasi sungai hingga pembenahan DAS sudah dilakukan.
Namun, jika tidak diiringi dengan kebijakan lingkungan yang tegas, seperti penghentian tambang dan pengupasan lahan di hulu, maka sedimentasi akan terus berulang.
"Kita tidak bisa egois. Misal ini tanah saya lalu semaunya menebang pohon. Seperti di Jalan Belimau, Lempake, pohon aren ditebang, akhirnya longsor dan menelan korban jiwa. Ini seharusnya diatur tidak hanya dalam tata ruang, tapi juga harus selaras dengan perilaku masyarakat," katanya.
Lebih jauh Andi Harun mengajak agar seluruh daerah di Kalimantan Timur memperkuat kolaborasi dalam menghadapi perubahan iklim.
Menurutnya, agenda ketahanan iklim tidak bisa hanya bersifat lokal, tapi harus menjadi gerakan kolektif lintas wilayah.
“Forum itu menyimpulkan bahwa dunia global tidak bisa menghindari perubahan iklim. Maka kita semua, se-Indonesia, harus mewujudkan kota yang berketahanan iklim, baik saat curah hujan tinggi maupun saat kekeringan,” ujarnya.
Ia pun menegaskan pentingnya transisi dari pendekatan reaktif menjadi proaktif.
“Kita masih bersifat reaktif. Saat kekeringan, baru kirim air. Saat banjir, baru panik. Padahal, ini semua akibat perubahan iklim global, tidak bisa hanya diserahkan ke satu dua pihak saja,” tegasnya.
Wali Kota Andi Harun menyerukan kolaborasi konkret antarwilayah untuk menjadikan Kalimantan Timur sebagai provinsi yang benar-benar tangguh menghadapi krisis iklim.
“Saya bilang, we will strengthen collaboration between regions for climate resilience in Indonesia. Ini harus jadi agenda bersama, bukan hanya sekadar wacana di mimbar sambutan,” pungkasnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.