Berita Mahulu Terkini

Uhing, Perajin Topi Manik Dayak Kayan di Mahulu Kaltim yang Setia Lestarikan Budaya Leluhur

Seorang perempuan lanjut usia dari Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur tetap memegang teguh warisan budaya leluhurnya.

Penulis: Desy Filana | Editor: Miftah Aulia Anggraini
TRIBUN KALTIM
PERAJIN TOPI DAYAK - Uhing, seorang perajin tradisional dari Kabupaten Mahakam Ulu, tetap setia melestarikan budaya leluhur melalui karya seni topi khas Dayak yang diisi manik. Kamis (29/5/2025). (TRIBUNKALTIM.CO/DESY FILANA) 

TRIBUNKALTIM.CO, MAHAKAM ULU – Di tengah derasnya arus modernisasi, seorang perempuan lanjut usia dari Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur tetap memegang teguh warisan budaya leluhurnya.

Dialah Uhing, perajin tradisional dari Sub Suku Dayak Kayan, yang hingga kini masih setia menciptakan topi khas Dayak berhias manik-manik penuh warna.

Dengan tangan-tangan terampilnya, Uhing membuat topi-topi indah yang tak hanya diminati kolektor kerajinan lokal, tapi juga tetap menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Dayak Kayan, khususnya dalam berbagai upacara adat.

Mayoritas pelanggannya adalah warga kampung sendiri, masyarakat Dayak Kayan yang masih menjaga tradisi mereka.

Baca juga: Nebukoq, Tradisi Syukuran Panen Masyarakat Dayak di Ujoh Bilang Mahulu Tetap Lestari Tiap Tahun

Dalam wawancaranya, Uhing membagikan proses pembuatan topi yang menjadi kebanggaannya.

“Bentuk topi Dayak Kayan ada yang sudah jadi penuh manik-manik, ada juga yang masih polos, belum ditempel manik. Warna manik yang saya pakai tidak ada arti khusus, hanya untuk keindahan,” ujarnya sambil menunjukkan beberapa karyanya yang sedang dalam proses pengerjaan, Kamis (29/5/2025).

Topi buatan Uhing dijual dengan harga bervariasi, tergantung bahan dan tingkat detailnya.

“Kalau topi penuh dengan manik-manik, harganya Rp300.000. Kalau motif dari kain, harganya Rp200.000,” jelasnya.

Baca juga: Kasih Makan Jemeq, Makna Sakral di Balik Prosesi Nebukoq Masyarakat Dayak Bahau Mahulu Kaltim

Ia menambahkan, setiap motif Dayak yang diaplikasikan mengikuti permintaan pembeli. Hal ini memberikan sentuhan personal pada setiap karya yang dibuatnya.

“Topi untuk anak juga ada, harganya sama dengan yang dewasa, tergantung bahan dan motifnya,” tambah Uhing.

Proses pembuatannya memerlukan ketelatenan.

Satu topi berhias manik-manik bisa memakan waktu dua hingga tiga hari, tergantung kerumitannya.

Baca juga: Gotong Royong Tahunan di Kampung Ujoh Bilang Mahulu, Memperkuat Identitas Budaya

Namun bagi Uhing, waktu dan tenaga itu tak sebanding dengan makna pelestarian budaya yang ia jaga.

Lebih dari sekadar kerajinan tangan, karya-karya Uhing adalah simbol kecintaan terhadap identitas budaya.

Ia berharap, generasi muda dapat terus mengenal dan mencintai warisan leluhur mereka.

“Saya buat ini dengan hati, supaya budaya kita tidak hilang,” tutupnya dengan senyum hangat. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved