Berita Nasional Terkini
Surat Pemakzulan Gibran Disambut Terbuka Fraksi DPR, Bambang Pacul: Kalau Penting, MPR Bakal Rapim
Surat usulan pemakzulan Gibran yang disampaikan Forum Purnawirawan TNI disambut terbuka fraksi-fraksi di DPR. Bambang Pacul: kalau penting, MPR Rapim
Forum Purnawirawan Prajurit TNI turut mengutip putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik hakim dan memberhentikannya dari jabatan Ketua MK.
Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika.
“Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” seperti dikutip dari surat tersebut.
Purnawirawan TNI juga menyinggung kontroversi akun media sosial “fufufafa” yang sempat marak diperbincangkan karena diduga memiliki keterkaitan dengan Gibran.
Akun tersebut menjadi sorotan karena unggahan-unggahannya yang mengarah pada penghinaan tokoh publik, serta mengandung unsur seksual dan rasisme.
“Dari kasus tersebut, tersirat moral dan etika Sdr. Gibran sangat tidak pantas dan tidak patut untuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia,” seperti dikutip dari isi surat tersebut.
Oleh karenanya, forum ini mendesak DPR segera memproses usulan pemakzulan Gibran sesuai ketentuan hukum dan konstitusi yang berlaku.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar menyatakan bahwa pihaknya sudah menerima surat tersebut dan telah meneruskannya ke pimpinan DPR RI.
“Iya benar, kami sudah terima surat tersebut, dan sekarang sudah kami teruskan ke pimpinan,” ujar Indra kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025).
Sementara itu Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum membaca surat tersebut karena surat itu masih berada di tangan Indra Iskandar.
Prosedur pemakzulan
Proses pemakzulan presiden dan wakil presiden memang mesti menempuh jalur politik lewat DPR.
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, MPR atas usul DPR dapat memberhentikan presiden/wakil presiden bila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat.
Prosedurnya, DPR dapat mengajukan usulan pemakzulan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa apakah presiden/wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan, korupsi, atau perbuatan tercela.
Setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutuskan bahwa ada pelanggaran hukum, usulan tersebut diteruskan ke MPR untuk dibahas lebih lanjut.
Sidang MPR untuk Keputusan Akhir MPR akan mengadakan sidang paripurna untuk memutuskan usulan pemberhentian tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.