Berita Samarinda Terkini

Dari Hukuman Menjadi Panggilan Jiwa, Kisah Rizq Muhtarom Menemukan Makna Hidup Lewat Lensa Kamera

Muhammad Rizq Muhtarom asal Samarinda memulai perjalanannya dalam dunia fotografi bukan karena minat atau cita-cita, melainkan karena sebuah terpaksa

HO/DOK PRIBADI
MAKNA KEHIDUPAN DI FOTOGRAFI - Dulu dipaksa, kini jatuh cinta. Rizq Muhtarom meniti dunia fotografi dari nol, menjadikannya jalan untuk melihat dunia dengan cara yang berbeda. (HO/DOK PRIBADI) 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Di balik setiap karya visual yang hidup, selalu ada kisah yang tak kalah berwarna dari sang pembuatnya. Muhammad Rizq Muhtarom, pria kelahiran Samarinda, 2 September 1998, adalah satu di antaranya.

Lahir dan besar di kota tepian Sungai Mahakam, Rizq, begitu ia akrab disapa, memulai perjalanannya dalam dunia fotografi bukan karena minat atau cita-cita, melainkan karena sebuah ‘keterpaksaan’ yang kelak membawanya ke dunia yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Rizq bercerita bahwa dirinya memulai dunia fotografi sejak masih duduk di bangku SMP, tepatnya kelas 9.

“Waktu itu saya dipaksa ayah untuk belajar fotografi karena saya suka main warnet, nggak ingat waktu. Ayah saya marah dan coba nyaranin untuk belajar foto. Kata ayah, kelak skill itu berguna," kenangnya pada Minggu (15/6).

Rizq mengaku, tak ada ketertarikan khusus pada awalnya. Kamera hanya menjadi alat penebus waktu yang habis di warnet.

Baca juga: Yoga sebagai Jalan Hidup, Cerita Gitta Tania Temukan Keseimbangan di Tengah Rutinitas Kantoran

Namun seiring waktu, kebiasaan memotret perlahan menumbuhkan rasa kepekaan dirinya terhadap detail, sosial, lingkungan, bahkan dinamika ekonomi. Dari yang semula dipaksa, Rizq akhirnya menemukan sesuatu yang menarik dalam fotografi.

"Karena saya sering memotret, akhirnya saya menemukan beberapa detail penting seperti kepekaan sosial, alam, ekonomi, dan perlahan menemukan sesuatu yang menarik, misalnya saat menang lomba,” tuturnya.

20250615_Karya_Fotografi_Bersujud
MAKNA HIDUP DI FOROGRAFI - Hasil karya Muhammad Rizq Muhtarom. Bersujud ke sang pencipta. (HO/DOK PRIBADI)

Rizq menempuh jalan otodidak untuk mengasah kemampuannya. Ia membaca buku-buku fotografi, belajar dari komunitas, hingga membuka kanal-kanal tutorial di YouTube. Sesekali, ayahnya pun turut mengajarkan dasar-dasar teknis.

"Awalnya saya belajar fotografi itu otodidak, karena sekolah saya tidak mengajarkan hal itu. Sambil ulik-ulik berbagai sumber, akhirnya perlahan bisa. Kadang juga diajarin ayah saya,” jelas Rizq.

Soal genre, Rizq menyebut dirinya sebagai seorang ‘omnivora’. Ia bisa memotret apa saja, tergantung konteks dan tantangan yang dihadapi.

Baca juga: Yoga di Tengah Riuh Kota, Cerita Roro Avrilia Temukan Ruang Napas di Balikpapan

Namun, satu hal yang pasti, ia selalu mencari momen-momen yang menarik dan unik, lalu mencoba melihatnya dengan cara yang berbeda.

"Kalau soal objek, saya biasanya mencari momen-momen yang menarik, unik, dan berpikir untuk melihatnya,” ujarnya.

Dalam setiap proses pemotretan, Rizq menerapkan pendekatan yang terstruktur. Ia memulai dari pencarian referensi visual, misal dari buku majalah, Pinterest, Instagram, hingga bahkan AI sebelum masuk ke fase brainstorming. Persiapan alat dan kelengkapan teknis pun tak luput dari perhatiannya, termasuk memantau cuaca.

"Saya harus mempersiapkan alat-alat seperti kamera, lighting, baterai, memori, properti pendukung, dan memantau ramalan cuaca,” sebutnya.

Baginya, cahaya bukan sekadar elemen teknis, melainkan jiwa dari sebuah foto. Pengetahuan tentang segitiga eksposur, shutter speed, ISO, dan bukaan, menjadi fondasi teknis yang ia pegang teguh, ditambah pemanfaatan cahaya buatan untuk menciptakan angle yang melawan arah datangnya cahaya alami.

Baca juga: Kisah Guru Ngaji Pesantren Wali Songo di Mahulu Kaltim, Tak Digaji, Murni Panggilan Hati

"Peran cahaya itu penting banget, karena cahaya dapat menentukan hasil akhir sebuah foto. Kadang saya juga pakai cahaya buatan seperti LED dan flash untuk membantu saya membuat foto dengan sudut dan angle yang 'melawan matahari',” papar dia.

Dengan segala idealismenya, Rizq tetap bersahaja. Ia masih menggunakan kamera lama tipe Sony A6000 dan hanya sesekali memotret dengan ponsel jika kondisi menuntut kecepatan.

20250615_Masjid_
MAKNA KEHIDUPAN DI FOTOGRAFI - Dokumentasi Karya Rizq. Masjid Islamic center Samarinda suasana badai petir. (HO/DOK PRIBADI)

Namun bagi Rizq, proses editing justru tak kalah penting dibanding perangkat keras.

"Kalau aku sih hukumnya fardhu ain (wajib), karena selain keterbatasan hasil pada suatu kamera, post-processing membuat gambar jadi lebih hidup. Yah, seperti makan mi ayam, akan terasa lebih enak pakai micin, saus, dan sambal,” kata dia.

Hampir Diterkam Buaya

Namun dunia fotografi tak hanya menyimpan cerita manis. Ada pula pengalaman pahit yang membekas dalam ingatan seorang Rizq. Suatu ketika di masa SMP, Rizq hampir diterkam buaya saat memotret. Momen itu nyaris menjadi tragedi baginya.

Baca juga: Merintis Bisnis dari Hobi Touring, Kisah Daryanto, Srigala Box Samarinda Andalan Bikers Kalimantan

"Saya pernah memfoto buaya waktu SMP, saya hampir diterkam. Untung teman-teman saya bahu-membahu menolong dari serangan buaya. Meski sudah pulih, tapi kejadian itu masih membuat saya trauma,“ papar dia.

Meski demikian, ada pula momen yang menyentuh hati. Salah satunya saat ia memotret pria berbalut cat silver membantu seorang nenek menyeberang jalan. Yang menurutnya, hal tersebut merupakan pemandangan langka di tengah masyarakat yang semakin individualis.

"Menurutku momen langka sih, mengingat orang sekarang lebih sibuk dengan diri sendiri,” ucapnya.

Pencapaian Rizq pun tak bisa dibilang sepele. Di masa SMA, ia pernah menyabet dua penghargaan dalam satu lomba fotografi. Padahal kala itu ia harus berhadapan dengan peserta yang memiliki gear jauh lebih canggih.

"Agak minder sih kalau lihat gearnya, tapi alhamdulillah bisa menyeimbangi mereka saat itu. Jurinya waktu itu Almarhum Josh Hadi Kusuma, salah satu fotografer profesional Kaltim. Saya banyak belajar dari beliau,” ungkap Rizq.

Baca juga: Kisah Sukses Keri Warga Kutai Timur dalam Beternak Sapi, Sabet Prestasi Tingkat Provinsi Kaltim

Beberapa kali, Rizq juga terlibat dalam pameran foto, salah satunya diselenggarakan komunitas fotografi Samarinda bekerja sama dengan Hotel Mercure. Semua pengalaman itu memperkaya perspektifnya tentang makna fotografi.

"Fotografi bagi saya adalah foto yang hidup, entah sebagai karya, behind the scene, atau dari sisi ekonominya,” ucapnya.

Soal filosofi, Rizq tak main-main. Baginya, kekuatan foto ada pada kejujuran visualnya—realitas tanpa rekayasa, komposisi yang pas, dan tidak berlebihan dalam menyampaikan pesan.

"Foto yang menggambarkan realitas sesungguhnya, tanpa direkayasa, eyecatching, komposisi foto yang pas, nggak lebay, karena ini terkait storytelling,” ujarnya.

Inspirasi Rizq datang dari berbagai nama besar dunia fotografi. Ia menyebut Misbachul Munir yang sukses di dunia microstock, Arbain Rambey dengan foto jurnalistiknya, dan Jordi Koalitic dengan gaya visual yang penuh kejutan dan eksplorasi angle.

Baca juga: Cerita Hamidah Pengrajin Tenun di Tenggarong Kukar Berusia 61 Tahun, Lanjutkan Tradisi Keluarga

"Karya-karya mereka sangat menginspirasi saya, terutama soal kreativitas dan kedalaman cerita di balik visual,” ungkapnya.

Sebagai penutup, Rizq menitipkan pesan bagi siapa saja yang ingin menapaki dunia fotografi.

"Belajar fotografi itu bagus, alangkah bagus lagi dipraktekin. Jangan mikirin soal gear, selama layak ya dipakai saja,” pungkasnya.

Untuk menikmati karya-karyanya, Rizq membuka ruang di berbagai platform. Mulai dari Instagram: @no_novriz, @no_novriz2 (khusus street), dan @ini.ceritakita1 (untuk jasa portrait & wedding). Adapula karyanya bisa dilihat di Shutterstock dan Adobe Stock: Novriz Photography.  (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved