Berita Nasional Terkini

Opsi Jabatan DPRD Diperpanjang Imbas Putusan MK Pisahkan Pemilu, Pakar Hukum Sebut Pilihan Logis

Opsi jabatan DPRD diperpanjang imbas putusan MK pisahkan Pemilu, pakar hukum sebut pilihan logis.

TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI PENGESTI
PEMILU DIPISAH - Foto ilustrasi, Bupati Berau Sri Juniarsih Mas saat melakukan pencoblosan di eganda Pilkada 2024 (27/11/2024). Opsi jabatan DPRD diperpanjang imbas putusan MK pisahkan Pemilu, pakar hukum sebut pilihan logis. (TRIBUNKALTIM.CO, RENATA ANDINI) 

DPR dan Pemerintah Gelar Rapat Tertutup

DPR RI mulai menggelar rapat bersama perwakilan pemerintah untuk membahas tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan Pemilu nasional dan daerah, Senin (30/6/2025).

Agenda rapat tertutup pada Senin (30/6/2025) itu diungkap oleh Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda saat menjelaskan soal sikap DPR RI terhadap putusan MK tersebut.

“Ya tadi kami baru saja diundang oleh pimpinan DPR, Bapak Sufmi Dasco Ahmad dan pimpinan yang lain, membicarakan terkait dengan respons DPR soal putusan Mahkamah Konstitusi terbaru yang memberikan gambaran kepada kita bahwa pemilu ke depan harus dilakukan dengan dua model pemilu,” ujar Rifqinizamy saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (30/6/2025).

Menurut Rifqinizamy, rapat tersebut tidak hanya melibatkan Komisi II yang membidangi urusan kepemiluan, tetapi juga Komisi III dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Selain itu, lanjut Rifqinizamy hadir pula sejumlah menteri dan perwakilan lembaga. Namun, dia tidak menjelaskan secara terperinci siapa saja pejabat yang hadir.

Politikus Nasdem itu hanya menegaskan bahwa pembahasan soal putusan MK tersebut dilakukan secara mendalam antara DPR RI bersama perwakilan pemerintah.

“Pimpinan DPR lengkap, kemudian pimpinan Komisi II, pimpinan Komisi III, pimpinan Badan Legislasi. Ditambah dengan para menteri terkait, beserta lembaga negara terkait. Jadi kami tadi mendiskusikannya dengan cukup dalam dan komprehensif,” kata Rifqinizamy.

Meski begitu, Rifqinizamy menegaskan bahwa DPR RI belum menentukan sikap resmi ataupun langkah yang akan diambil untuk menindaklanjuti putusan MK.

Sebab, Pimpinan DPR dan komisi terkait bersepakat untuk terlebih dahulu melakukan kajian secara mendalam soal perintah pemisahan pemilu nasional dan daerah.

“DPR belum memberikan sikap resmi, izinkan kami melakukan penelaahan secara serius terhadap putusan MK tersebut, yang saya kira putusan MK itu juga kalau kita bandingkan dengan putusan MK sebelumnya terkesan kontradiktif,” kata Rifqinizamy.

Rifqinizamy pun menyinggung putusan MK sebelumnya, yakni Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang dalam pertimbangan hukumnya memberikan arahan kepada pembentuk undang-undang memilih salah satu dari enam model keserentakan pemilu.

Menurut dia, model yang kemudian digunakan adalah pemilu serentak, seperti yang dilaksanakan pada Pemilu 2024 lalu.

“Karena sebelumnya Mahkamah Konstitusi pada tahun 2019 melalui putusan Nomor 55 tahun 2019. Itu dalam pertimbangan hukumnya, bukan dalam amar putusannya, memberikan guidance kepada pembentuk undang-undang untuk memilih 1 dari 6 model keserentakan pemilu, yang 1 dari 6 model keserentakan pemilu itu sendiri sudah kita laksanakan pada pemilu tahun 2024 yang lalu,” ungkap Rifqinizamy.

Kini, Rifqinizamy menilai bahwa MK melalui putusan terbarunya justru telah menetapkan sendiri satu model pelaksanaan pemilu, dengan memisahkan pemilihan level nasional dan daerah.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved