Berita Nasional Terkini

Negara Berpotensi Kehilangan Rp7,68 Triliun Imbas Tarif Masuk Produk AS Nol Persen

Negara berpotensi kehilangan Rp7,68 triliun imbas tarif masuk produk AS nol persen.

|
YouTube/Guardian News
TARIF PRODUK AS - Tangkapan layar melalui kanal YouTube Guardian News pada Selasa (24/6/2025). Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pemberian tarif bea masuk 0 persen pada produk-produk Amerika Serikat (AS) yang masuk ke Indonesia dapat menghilangkan potensi penerimaan negara. Negara berpotensi kehilangan Rp7,68 triliun imbas tarif masuk produk AS nol persen. (YouTube/Guardian News) 

TRIBUNKALTIM.CO - Negara berpotensi kehilangan Rp7,68 triliun imbas tarif masuk produk AS nol persen.

Barang asal Amerika Serikat (AS) yang masuk ke Indonesia bakal dibebaskan dari tarif bea masuk.

Hal ini menyusul Presiden AS, Donald Trump, memangkas tarif impor menjadi 19 persen dari penetapan awal sebesar 32 persen.

Kesepakatan ini merugikan atau menguntungkan Indonesia?

Pemberian tarif bea masuk nol persen pada produk-produk Amerika Serikat (AS) yang masuk ke Indonesia dapat menghilangkan potensi penerimaan negara.

Baca juga: 10 Produk Amerika Serikat Bebas Masuk Indonesia Tanpa Biaya Tarif Impor

Sebab dengan adanya kesepakatan ini, negara seharusnya bisa mendapatkan penerimaan dari pungutan bea masuk produk AS.

Terlebih AS merupakan negara mitra dagang terbesar kedua bagi Indonesia.

Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global dari LPEM FEB Universitas Indonesia Mohamad Dian Revindo mengatakan, upaya negosiasi pemerintah ke AS memang patut diapresiasi karena dapat menghasilkan penurunan tarif resiprokal dari ancaman awal 32 persen menjadi 19 persen.

Terlebih tarif yang akhirnya ditetapkan AS ke Indonesia dapat lebih rendah 1 persen ketimbang Vietnam yang dikenakan tarif resiprokal 20 persen oleh AS.

Namun, Indonesia juga perlu bersiap dan mengantisipasi beberapa efek dari kesepakatan negosiasi perdagangan tersebut yang salah satunya terkait tarif 0 persen bagi produk AS di Indonesia.

"Perlu kita apresiasi tapi perlu diantisipasi juga penurunan penerimaan negara dari tarif," ujar Revindo kepada Kompas.com, dikutip Sabtu (19/7/2025).

Berdasarkan data yang diolah LPEM UI, pada 2024 terdapat beberapa produk AS yang diimpor Indonesia dengan pungutan tarif bea masuk tinggi dan nilai yang tinggi.

Produk AS yang tertinggi ialah gas minyak bumi dan gas hidrokarbon lainnya (HS 2711) dengan nilai impor 1,54 miliar dollar AS.

Produk ini dikenakan tarif 5 persen dan pungutan tarif yang diterima Indonesia mencapai 7,74 miliar dollar AS.

Kemudian produk mobil penumpang dan kendaraan bermotor lainnya (HS 8703) nilai impornya 31,16 juta.

Produk ini dikenakan tarif 50 persen dan pungutan tarif yang diterima negara sebanyak 1,55 miliar dollar AS.

Selanjutnya, produk suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor (HS 8708) nilai impornya 134,27 juta dollar AS.

Baca juga: Harga iPhone Makin Murah? Ekonom Beber Dampak Indonesia Bebaskan Tarif Impor Amerika

Produk ini dikenakan tarif 10 persen dan pungutan tarif yang diterima negara sebanyak 1,34 miliar dollar AS.  

Dari tiga produk dengan tarif dan nilai impor tertinggi itu saja, Indonesia berpotensi kehilangan 10,64 miliar dollar AS atau setara Rp 173,43 triliun karena tarif bea masuk produk-produk tersebut sebesar 0 persen.

Sementara itu, menurut Center of Economic and Law Studies (Celios) potensi penerimaan negara yang hilang akibat tarif 0 persen pada produk-produk AS ini mencapai Rp 7,68 triliun per tahun.

Angka perkiraan ini didapatkan dengan mengolah data 96 produk impor Indonesia dari AS yang datanya didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

"Jadi potensi kehilangan pendapatan bea masuk Rp 7,68 triliun per tahunnya," ungkap Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira kepada Kompas.com, Jumat (18/7/2025).

Bhima melanjutkan, kesepakatan dagang yang menghasilkan tarif 0 persen bagi produk AS di Indonesia dan tarif 19 persen bagi produk Indonesia di AS sebenarnya lebih merugikan Indonesia karena berisiko tinggi untuk neraca dagang Indonesia, pelebaran defisit migas, hingga meningkatkan postur subsidi APBN.

Dari kesepakatan ini, impor produk dari AS akan membengkak. Salah satunya dari sektor migas, produk elektronik, suku cadang pesawat, serealia seperti gandum, serta produk farmasi.

"Tercatat sepanjang 2024, total impor lima jenis produk ini mencapai 5,37 miliar dollar AS setara Rp 87,3 triliun," kata Bhima.

Tidak hanya itu, kesepakatan Indonesia yang akan membeli produk energi dari AS senilai 15 miliar dollar AS juga dapat menyebabkan postur subsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 untuk energi meningkat tajam.

Adapun alokasi subsidi energi yang sedang diajukan pemerintah untuk RAPBN 2026 sebesar Rp 203,4 triliun.

Namun menurut Bhima angka tersebut tidak cukup menutupi peningkatan subsidi energi akibat kesepakatan dengan AS.

"Setidaknya butuh Rp 300-320 triliun. Apalagi ketergantungan impor BBM dan LPG makin besar," tuturnya.

Sebelumnya, pemerintah telah memberikan tarif bea masuk 0 persen ke produk-produk AS yang masuk ke Indonesia.

Namun pembebasan bea masuk ini tidak berlaku untuk semua produk AS.

Baca juga: Tarif Trump Turun Jadi 19 Persen, Ekonom Ingatkan Bayang-bayang Ancaman, Banyak Rugi Bagi Indonesia

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, terdapat beberapa produk impor dari AS yang dikecualikan dari tarif 0 persen ini, di antaranya alkohol dan daging babi. 

"Semua produk kecuali ada beberapa produk yang sekarang kita diskusikan untuk tidak dikenakan 0 persen dan mereka sepakat. Contoh minuman alkohol, kemudian yang sebenarnya tidak mungkin kita impor tapi kita juga minta tidak 0 persen seperti daging babi," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Dia menjelaskan, Indonesia dan AS telah sepakat, dari 11.552 sistem harmonisasi (HS) hanya sekitar 11.474 HS yang dikenakan tarif bea masuk 0 persen ke Indonesia.

"Jadi kira-kira yang kita sepakati dapat tarif 0 persen itu sekitar 99 persen lah," kata Susi. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved