Berita Nasional Terkini

Pemerintah Didesak Umumkan Identitas 1.161 Penerima Amnesti Selain Hasto, ICW: Publik Berhak Tahu

Pemerintah didesak umumkan nama 1.161 penerima amnesti selain Hasto Kristiyanto, ICW: Publik berhak tahu.

Tribunnews/Jeprima
AMNESTY HASTO - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto sebelum menjalani sidang vonis dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk mengungkap identitas 1.161 penerima amnesti yang disetujui bersama terdakwa kasus suap komisioner KPU, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. (Tribunnews/Jeprima) 

TRIBUNKALTIM.CO - Siapa saja 1.161 penerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto selain Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto?

Saat ini DPR hanya mengumumkan nama terdakwa kasus suap komisioner KPU, Hasto Kristiyanto sebagai penerima amnesti.

Sedangkan identitas penerima amnesti lainnya tidak disebut.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pun mendesak pemerintah dan DPR RI untuk mengungkap identitas 1.161 penerima amnesti tersebut.

Baca juga: Jokowi Tanggapi Keputusan Prabowo Beri Abolisi untuk Tom Lembong dan Amnesti untuk Hasto

Desakan ini muncul setelah Presiden Prabowo Subianto mengajukan pengampunan hukum terhadap total 1.162 orang, yang telah disetujui DPR dalam rapat konsultasi di Senayan, Jakarta, pada Rabu, 31 Juli 2025.

Peneliti ICW, Almas Sjafrina, menyatakan bahwa publik berhak mengetahui siapa saja penerima pengampunan tersebut dan perkara apa yang mereka hadapi.

“Ini kan yang mendapatkan amnesti bukan hanya Hasto Kristiyanto ya, tapi ada 1.161 orang lain yang kita tidak tahu ini siapa mereka dan kasusnya apa,” ujar Almas dalam konferensi pers daring, Jumat (1/8/2025).

ICW menekankan pentingnya transparansi, terutama jika sebagian penerima amnesti terlibat dalam kasus korupsi.

“Apakah kemudian Hasto Kristiyanto adalah satu-satunya terdakwa atau terpidana atas korupsi yang masuk dalam list penerimaan amnesti, atau sebetulnya ada nama-nama lain di kasus korupsi?” lanjutnya.

Menurut ICW, keterbukaan informasi mengenai identitas dan jenis perkara para penerima amnesti sangat krusial untuk mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan.

“Kalau itu terkait kasus korupsi, ini sangat menuntut keras agar nama-nama dan kasusnya dibuka ke publik, sehingga menjadi terang siapa penerima manfaat dari kebijakan pemberian amnesti dan abolisi,” tegas Almas.

Selain amnesti terhadap 1.162 orang, Presiden Prabowo juga mengajukan abolisi terhadap Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang divonis dalam kasus korupsi impor gula.

Kedua surat tersebut telah disetujui DPR dan menjadi bagian dari kebijakan pengampunan hukum yang kini menuai sorotan publik.

Baca juga: 2 Eks Penyidik KPK Kecewa Amnesti dan Abolisi Prabowo Buat Hasto dan Tom Lembong, Bukan Tanpa Alasan

Politik Pengampunan Buka Banyak Tanda Tanya

Pemberian abolisi dan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto dilakukan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80. Pemerintah menyebut kebijakan ini sebagai langkah rekonsiliasi nasional untuk menghapus dikotomi antara kawan dan lawan politik, serta memperkuat persatuan bangsa.

Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menyatakan bahwa pengampunan ini bertujuan memberi perlakuan setara kepada seluruh warga negara.

Namun, keputusan yang cepat disetujui DPR dan menyasar ribuan penerima, termasuk tokoh elite seperti Hasto dan Tom Lembong, memicu tanda tanya publik.

Guru Besar Hukum Tata Negara, Mahfud MD, menyebut langkah Prabowo sebagai pernyataan politik terhadap praktik rekayasa hukum di masa lalu.

Sementara itu, pakar hukum lain menilai kebijakan ini berpotensi menjadi preseden yang perlu diawasi agar tidak hanya menguntungkan elite, tetapi juga menyentuh masyarakat kecil yang menghadapi ketidakadilan hukum.

Kebijakan ini juga muncul di tengah gelombang demonstrasi nasional bertajuk #IndonesiaGelap, yang telah berlangsung sejak Februari 2025.

Salah satu tuntutan utama demonstran adalah penghentian praktik impunitas terhadap elite politik dan transparansi dalam kebijakan hukum.

Dalam konteks ini, pemberian amnesti dan abolisi secara massal dinilai berisiko memperkuat persepsi bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Baca juga: Dampak Abolisi dan Amnesti Prabowo Buat Tom Lembong dan Hasto, Pakar: Jaksa Agung Harus Dicopot

Apa Itu Amnesti dan Abolisi?

Dalam sistem hukum Indonesia, Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengampunan hukum dalam bentuk amnesti dan abolisi, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

Meski sering disamakan, keduanya memiliki perbedaan mendasar.

Amnesti adalah penghapusan hukuman pidana yang telah dijatuhkan kepada seseorang atau kelompok.

Artinya, orang yang telah divonis tetap dianggap bersalah, tetapi seluruh hukuman dan akibat hukum dari vonis tersebut dihapuskan.

Amnesti biasanya diberikan dalam konteks politik atau sosial, dan bersifat kolektif.

Abolisi adalah penghentian proses hukum terhadap seseorang sebelum pengadilan menjatuhkan putusan.

Dengan abolisi, penuntutan pidana terhadap individu atau kelompok dihentikan, dan perkara dianggap tidak pernah terjadi.

Baca juga: Hasto Kristiyanto Tinggalkan Rutan Bawa Tas Bukan Karena Amnesti, Cek Keterangan Resmi KPK

Abolisi bersifat lebih individual dan berlaku pada kasus yang masih dalam tahap penyelidikan atau persidangan.

Keduanya hanya bisa diberikan oleh Presiden dengan mempertimbangkan pendapat DPR dan Mahkamah Agung.

Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto menerima amnesti karena telah divonis, sementara Tom Lembong menerima abolisi karena proses hukumnya dihentikan sebelum putusan dijatuhkan.

Publik kini menunggu apakah daftar lengkap penerima amnesti akan dibuka, atau justru dibiarkan menjadi bagian dari politik pengampunan yang tertutup. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul ICW Desak Pemerintah Ungkap 1.161 Penerima Amnesti Selain Hasto

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved