Berita Nasional Terkini

Soal Bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80, Pemerintah Diminta Bangun Dialog, Bukan Represif

Bendera bajak laut bergambar tengkorak bertopi jerami, khas anime One Piece, tampak berkibar di berbagai sudut kota jelang HUT RI.

Editor: Heriani AM
Tangkap layar X Anak_Ogi
BENDERA ONE PIECE - Pemasangan bendera One Piece menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 RI yang ramai jadi sorotan. Bendera bajak laut bergambar tengkorak bertopi jerami, khas anime One Piece, tampak berkibar di berbagai sudut kota jelang HUT RI. (Tangkap layar X Anak_Ogi) 

TRIBUNKALTIM.CO - Di tengah semarak perayaan menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, sebuah fenomena unik muncul di ruang publik.

Bendera bajak laut bergambar tengkorak bertopi jerami, khas anime One Piece, tampak berkibar di berbagai sudut kota.

Tak sedikit yang mengaitkan simbol tersebut dengan bentuk perlawanan, bahkan tuduhan makar pun sempat dilontarkan oleh sejumlah pihak.

Baca juga: Bendera One Piece Disorot, Wapres Gibran Pernah Pakai Pin Bajak Laut Topi Jerami, Penjelasan Eks TKN

Namun, Peneliti Kebijakan Publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, menegaskan bahwa pengibaran bendera tersebut tidak memenuhi unsur makar dan justru merupakan bentuk ekspresi sosial anak muda terhadap situasi kebangsaan.

Ia mendorong pemerintah agar tidak bersikap represif, melainkan membuka ruang dialog yang sehat dan terbuka terhadap aspirasi publik.

One Piece sendiri merupakan serial manga dan anime asal Jepang karya Eiichiro Oda yang menceritakan tentang petualangan bajak laut.

Bendera Anime One Piece yang memiliki nama Jolly Roger dan bergambar tengkorak bertopi jerami itu diartikan sebagai bentuk kritik sosial, khususnya terhadap ketidakadilan atau masalah yang ada di pemerintah.

Jolly Roger merupakan jenis bendera yang umumnya dipakai oleh bajak laut untuk menakut-nakuti awak kapal lain agar mereka menyerah tanpa perlawanan.

Sedangkan, represif adalah tindakan atau upaya yang dilakukan setelah terjadi suatu masalah atau pelanggaran dengan tujuan menghentikan, mengurangi dampak, atau memberikan sanksi kepada pelaku.

Pendekatan ini bersifat reaktif dan seringkali melibatkan penegakan hukum untuk memberikan efek jera.

Secara sederhana, represif bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat adanya penyimpangan atau konflik. 

Meski banyak menuai pro dan kontra, Riko mengatakan, pemasangan bendera One Piece itu tidak memenuhi unsur-unsur makar.

Ia percaya anak bangsa tidak akan bertindak sejauh itu.

Tindak pidana makar sendiri diatur dalam Buku Kedua KUHP (Kejahatan) pada Bab I tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dalam pasal 104 sampai pasal 129. 

Pada Pasal 107 ayat (1), disebutkan  Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 

Baca juga: Makin Seru! Terjawab One Piece 1138 Kapan Rilis, Cek Jadwal dan Link Nonton Sub Indo Gratis 2025

Kemudian pada ayat (2) Pasal itu, dijelaskan lagi, para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.  

"Saya tidak melihat di dalam makna bendera itu (Bendera One Piece) sebagai upaya makar, belum memenuhi ya ada upaya-upaya makar dan saya pun percaya anak bangsa kita tidak ada yang mengarah ke sana (upaya makar)," kata Riko dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews.com di Program Kacamata Hukum, Senin (4/8/2025).

Alasan Riko berkata demikian karena dia yakin anak-anak bangsa hanya ingin menyampaikan gagasan mereka dengan cara yang berbeda.

Hal tersebutlah, kata Riko, yang perlu diperhatikan dan didengar oleh pemerintah dalam menanggapi kritikan dari masyarakat.

"Anak-anak bangsa kita ini ingin menyampaikan gagasan-gagasan baik, dengan cara-cara yang berbeda ini yang perlu kita dengar," ucap Riko.

Menurut Riko, dengan adanya kritik ini, pemerintah diharapkan bisa mencari tahu juga apa sebenarnya yang diinginkan masyarakat untuk kebaikan bangsa ke depannya.

"Saya pikir, pemerintah dengan segala instrumen yang dimilikinya bisa meminta atau mengajak anak muda untuk digali apa yang ingin diperbaiki lebih jauh lagi, agar di ulang tahun ke-80, ke-81, dan seterusnya tidak terulang," urai Riko.

Dengan adanya respons positif dari pemerintah, Riko pun meyakini kritik-kritik yang ada seperti sekarang ini tidak akan ada lagi ke depannya.

Meskipun dia juga tidak memungkiri, dalam negara demokrasi ini kritik akan terus ada dan berkembang.

"Saya yakin, kalau pemerintah merespons secara positif suara-suara kegundahan ini, tidak ada lagi simbol-simbol kritik itu di kemudian hari, meskipun kritik itu dalam praktik demokrasi sesuatu yang akan bertumbuh dengan pola-pola yang berbeda," ungkap Riko.

Baca juga: Isu Munaslub Golkar dan Penggulingan Takhta Bahlil Lahadalia, Nusron Wahid Bantah Dapat Restu Istana

Harap Pemerintah Tidak Represif

Riko juga mengatakan, kritik merupakan bagian dari partisipasi publik untuk memberikan ruang agar pemerintahan bisa menjadi lebih baik, sekaligus menjadi ruang penyadaran terhadap sebuah proses pemerintahan yang menurut publik masih belum sesuai harapan.

Sehingga, menurut Riko, Indonesia sebagai negara demokrasi ini diharapkan juga tidak bertindak represif terhadap adanya fenomena pengibaran bendera One Piece jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

Pemerintah pun diminta agar bisa lebih bijak lagi dalam menanggapi berbagai kritik dari masyarakat.

"Kiranya pemerintah tidak represif karena akan menjadi kontraproduktif terhadap tujuan pemerintahan atau pola pemerintahan yang demokratis, bisa lebih sabar, wise dengan masyarakat," ujar Riko.

Riko juga berharap, pemerintah bisa membangun ruang dialog untuk publik, sehingga bisa mendapat banyak saran dan masukan dari masyarakat.

"Saya berharap pemerintah bisa membangun ruang dialog yang lebih sehat terhadap kelompok-kelompok manapun, hingga kemudian ada masukan yang baik," katanya.

Baca juga: Respons tak Terduga PDIP Soal Bendera One Piece, Golkar Anggap Bagian Makar, Usul Ditindak Tegas

Menurut Riko, pemerintah sendiri juga sudah bisa menilai apakah fenomena pengibaran bendera One Piece ini termasuk makar atau tidak.

Apabila memang dikategorikan sebagai makar, maka pelaku bisa dijerat hukum yang berlaku.

Kendati demikian, Riko tetap berkeyakinan, pengibaran bendera One Piece ini belum termasuk dalam kategori makar.

"Saya pikir instrumen negara sudah bisa menelisik lebih jauh bahwa apakah ini sudah masuk atau sudah ada benih terhadap upaya-upaya makar, tapi sejauh yang saya sadari, saya kira ini belum sampai ke upaya itu."

"Tapi kalau sampai makar, makar itu sudah pelanggaran kedaulatan dan otomatis itu suatu tindakan yang bisa dikenakan penegakkan hukum, tapi dalam konteks ini, saya pikir belum ada  unsur yang disebut dengan upaya-upaya makar," jelas Riko.

Sementara itu, pihak Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat memastikan belum ditemukan unsur pidana dalam fenomena pengibaran bendera One Piece tersebut.

"Kami belum menemukan adanya unsur pelanggaran pidana. Namun, masyarakat yang kedapatan memasang bendera non-negara akan diberikan imbauan agar lebih bijak dan menghormati simbol-simbol kenegaraan," ujar Iptu Ruslan Basuki, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, kepada wartawan, Senin.

Polres Jakarta Pusat bersama Satpol PP juga telah melakukan pemantauan langsung di sejumlah wilayah permukiman, sebagai tindak lanjut dari arahan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, yang meminta jajarannya menjaga semangat nasionalisme selama bulan kemerdekaan.

"Kami bersama Satpol PP melakukan pemantauan terhadap penggunaan atribut dan bendera yang tidak sesuai dengan semangat nasionalisme, termasuk bendera bertema bajak laut atau fiksi," kata Ruslan.

Baca juga: Sebut Pengibaran Bendera One Piece Jelang HUT RI Bukan Makar, PDIP: Hanya Ekspresi Publik

Bagaimana Respons Pemerintah?

Aksi sebagian masyarakat yang mengibarkan bendera bajak laut dari serial ‘One Piece’ jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI ini juga memicu respons dari pemerintah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan pengibaran bendera One Piece merupakan sebuah kreativitas. 

Namun, menurutnya, ada cara lain untuk mengekspresikan kekecewaan tanpa mengurangi kesakralan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, jika pengibaran bendera itu memang bersumber dari rasa tidak puas oleh kinerja pemerintah.

"Sebagai sebuah ekspresi kreativitas, boleh. Tapi jangan kemudian ini dibawa ke sesuatu yang mengurangi kesakralan kita sebagai bangsa. Apalagi ini di momen menjelang 17 Agustus."

"Tadi misalnya ada kekecewaan, tidak harus ditunjukkan dengan cara seperti itu. Tidak harus," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.

Prasetyo menuturkan, pemerintah berupaya akan terus memperbaiki berbagai kebijakan yang belum sempurna dan juga terbuka terhadap semua masukan dan kritik. 

"Ada masalah, ya mari kita hadapi. Memang dunia sedang tidak baik-baik saja. Kami pun pemerintah juga berbuka terhadap semua masukan, semua kritik," kata dia.

"Kita sebagai bangsa bisa merdeka itu (karena) pengorbanan jiwa, raga, pahlawan yang tidak bisa dinilai dengan apapun," beber Prasetyo. 

"Ini enggak ada hubungannya dengan masalah kreatifitas dari teman-teman asosiasi-asosiasi. Kita sangat menghormati itu. Tapi tolonglah ini jangan dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu kesakralan," imbuhnya.

Prasetyo menambahkan, penindakan bisa saja dilakukan jika terdapat penggeseran makna dari kreativitas tersebut, seperti ada gerakan yang mengajak lebih baik mengibarkan bendera One Piece alih-alih Bendera Merah Putih. 

"Kalaupun ada penindakan, itu yang tadi saya jelaskan berkali-kali. Kalau ada pihak-pihak yang menggeser makna dari ekspresi itu. Misalnya dengan mengimbau supaya lebih baik mengibarkan ini bukan ini (Merah Putih). Loh gimana ini? Ini sakral Bendera Merah Putih," tandasnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Peneliti IDP-LP Sebut Pengibaran Bendera One Piece Bukan Makar, Harap Pemerintah Respons Positif.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved