Berita DPRD Kalimantan Timur
DPRD Kaltim Soroti Amdal 2 Perusahaan Sawit di Kutai Barat
Rapat yang dipimpin Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyoroti sejumlah isu strategis
Penulis: Iklan Tribun Kaltim | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA — DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (12/8/2025) untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait operasional dua perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Barat: PT Berlian Nusantara Perkasa (BNP) dan PT Hamparan Khatulistiwa Indah
(HKI).
Rapat yang dipimpin Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyoroti
sejumlah isu strategis.
Yakni mulai dari kelengkapan dokumen perizinan, jarak antar pabrik yang hanya sekitar satu kilometer, potensi krisis air saat musim kemarau, hingga risiko pencemaran limbah ke Sungai Bongan.
Kekhawatiran juga mencuat terkait ketersediaan pasokan buah sawit dan potensi konflik sosial di masyarakat.
Baca juga: Anggota DPRD Kukar Mohammad Hidayat Soroti Pencemaran Lingkungan dan Kerusakan Jalan di Muara Badak
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan pentingnya kajian teknis
sebelum izin operasional penuh diberikan.
“Harus ada kajian yang memadai terkait ketersediaan air dan debitnya,” ujarnya.
Ia juga meminta klarifikasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengenai status izin lingkungan PT HKI dan mendorong sosialisasi kepada masyarakat.
Hasanuddin mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD serta kunjungan lapangan untuk memastikan kelengkapan persyaratan operasional kedua perusahaan.
Anggota DPRD lainnya, seperti Yonavia, Sulasih, dan Abdul Giaz, turut menekankan
perlunya verifikasi dokumen dan pengecekan langsung di lapangan.
“Jarak kedua pabrik hanya satu kilometer. Kita khawatir dampak lingkungannya akan signifikan, terutama pada Sungai Bongan,” kata Yonavia.
Baca juga: DLH Paser Awasi Pencemaran Lingkungan, Target Perusahaan Sudah Lakukan Rehabilitasi Akhir Oktober
Panglima Besar Laskar Mandau Adat Kalimantan Bersatu, Rudolf, mengungkap
dugaan bahwa kedua perusahaan telah membangun pabrik sebelum mengantongi
izin resmi.
“Kalau benar mereka membangun pabrik tanpa izin selama bertahun- tahun, ini pelanggaran serius dan harus ditindak,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa penolakan warga bukan semata soal izin, tetapi juga menyangkut nilai-nilai kemanusiaan.
Perwakilan PT BNP mengklaim telah melengkapi seluruh dokumen perizinan,
namun menyatakan kekhawatiran terhadap pasokan air di musim kemarau.
Sementara PT HKI menyebut telah memenuhi semua persyaratan dan berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kaltim terkait penggunaan air, meski operasionalnya belum berjalan penuh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.