Berita Viral
Viral Kisah Tina, Mahasiswa Papua Berhasil jadi Sarjana Akuntansi Usai Selesaikan Skripsi Modal HP
Kisahnya viral setelah diketahui bahwa ia menyelesaikan skripsi hanya bermodalkan handphone.
TRIBUNKALTIM.CO - Di tengah keterbatasan fasilitas dan ekonomi, semangat juang seorang mahasiswi Papua bernama Tinamid Selegani berhasil menyentuh hati banyak orang.
Ia bukan berasal dari kota besar dengan akses teknologi canggih, melainkan dari Jayapura, Papua—wilayah yang masih menghadapi tantangan infrastruktur dan konektivitas.
Namun, semangat Tina untuk menyelesaikan pendidikan tak pernah padam.
Kisahnya viral setelah diketahui bahwa ia menyelesaikan skripsi hanya bermodalkan handphone.
Tinamid adalah mahasiswi jurusan Akuntansi di Universitas Cenderawasih (UNCEN).
Baca juga: Mbah Ramisih Tinggal di Kandang Sapi saat Stroke, Tak Dirawat Anaknya, Begini Akhirnya Setelah Viral
Universitas Cenderawasih merupakan perguruan tinggi negeri tertua di Papua yang berdiri sejak 1962.
Kampus ini berlokasi di Jayapura, ibu kota provinsi Papua, dan menjadi pusat pendidikan tinggi di wilayah timur Indonesia.
Dengan lebih dari 27.000 mahasiswa dan 9 fakultas, UNCEN menjadi simbol perjuangan pendidikan di tengah keterbatasan geografis dan fasilitas.
Namun, seperti banyak mahasiswa di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), Tina harus menghadapi kenyataan bahwa akses teknologi tidak selalu mudah.
Pada umumnya, mahasiswa menyusun skripsi menggunakan laptop atau komputer.
Tapi tidak bagi Tina.
Ia mengaku memiliki laptop, namun perangkat tersebut sering rusak hingga akhirnya mati total.
“Satu huruf, satu kalimat, satu bab, semua saya kerjakan lewat layar HP,” ujar Tina, seperti dikutip dari akun Instagram @timikafolks.
Dari pembuatan proposal hingga sidang akhir, semua proses ia jalani melalui layar kecil handphone miliknya.
Di saat teman-temannya mengetik di layar lebar, Tina mengetik satu per satu kata di layar sentuh, sambil bersabar menghadapi koneksi internet yang sering tidak stabil.
Tina sempat merasa sedih dan ingin mengeluh, namun ia memilih untuk bertahan.
Dukungan dari orang-orang terdekat, terutama sang adik Ferdinan Selegani, menjadi sumber kekuatan.
Kedua orang tuanya telah tiada, dan tidak ada lagi tempat bergantung selain dirinya sendiri.
“Bagi saya, ini bukan sekadar menyusun skripsi, ini adalah perjuangan hidup,” ungkapnya.
Dengan tekad yang kuat, ia berhasil menyelesaikan skripsi dan meraih gelar Sarjana Akuntansi dari Universitas Cenderawasih.
Dapat Pujian
Kisah perjuangan Tina pun viral dan menuai pujian dari warganet.
Banyak yang merasa terinspirasi, bahkan membandingkan dengan pengalaman pribadi mereka.
Seorang pengguna Instagram menulis, “Aku juga ga punya laptop, kalo ngerjain 70 persen ke warnet, 30 persen minjam komputer abang saja sudah stress :) salut sama kakaknya, kerennnn.”
Ada pula yang menyarankan agar kisah Tina diangkat ke televisi nasional karena begitu menyentuh dan penuh makna.
“Luar biasa, yang gini harusnya masuk di stasiun tv,” tulis @margha07.
Namun, tak sedikit pula yang meragukan kisah tersebut.
Komentar seperti “Tidak mungkin” muncul, tapi segera dibalas oleh pengguna lain dengan, “Dia membuat itu mungkin.”
Keraguan itu justru mempertegas betapa luar biasanya perjuangan Tina.
Ia tidak hanya melawan keterbatasan teknologi, tetapi juga melawan stigma dan ekspektasi yang meremehkan kemampuan anak daerah.
Universitas Cenderawasih sendiri merupakan simbol pendidikan di Papua.
Kampus ini memiliki dua lokasi utama, yaitu di Waena dan Abepura, Jayapura.
Meski berada jauh dari pusat pendidikan nasional, UNCEN terus berupaya meningkatkan kualitas akademik dan akses pendidikan bagi masyarakat Papua.
Tina adalah salah satu bukti nyata bahwa semangat belajar tidak mengenal batas geografis.
Kisah Tina mengajarkan kita bahwa pendidikan bukan hanya soal fasilitas, tapi soal tekad.
Di era digital seperti sekarang, banyak yang mengeluh karena laptop lambat atau sinyal lemah.
Tapi Tina membuktikan bahwa dengan niat yang kuat, bahkan layar kecil handphone pun bisa menjadi jendela menuju masa depan.
Ia tidak hanya menyusun skripsi, tapi juga menyusun harapan, membangun keberanian, dan menulis babak baru dalam hidupnya.
Terdapat pesan moral dari kisah Tina.
Keterbatasan bukanlah akhir dari perjuangan.
Ketekunan, doa, dan dukungan dari orang-orang terdekat bisa menjadi bahan bakar untuk melampaui segala rintangan.
Pendidikan adalah hak semua orang, dan semangat untuk meraihnya adalah kekuatan yang tak bisa diukur oleh teknologi atau fasilitas.
Tina telah membuktikan bahwa semangat belajar bisa mengalahkan segala keterbatasan—dan kisahnya akan terus menjadi inspirasi bagi banyak generasi.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Viral, Mahasiswi di Papua Selesaikan Skripsi Menggunakan Hape Sebut Perjuangan Hidup, Tuai Pujian
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.