Dua Perusahaan di Konawe yang Datangkan 500 TKA China Angkat Suara Soal Nasib 3.000 Pekerja Lokal
Dua perusahaan di Konawe yang datangkan 500 TKA China angkat suara soal nasib 3.000 pekerja lokal yang terancam PHK
TRIBUNKALTIM.CO - Dua perusahaan di Konawe yang datangkan 500 TKA China angkat suara soal nasib 3.000 pekerja lokal yang terancam PHK.
Rencana kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing atau TKA asal China ke Konawe Sulawesi Tenggara, menuai polemik.
Pasalnya, kedatangan TKA China ini bertepatan dengan pandemi Virus Corona atau covid-19 di Indonesia.
Di sisi lain, akibat pandemi covid-19, terjadi Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK besar-besaran di Indonesia.
Soal 3000 tenaga kerja Indonesia yang terancam Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) jika 500 enaga kerja asing (TKA) asal China batal datang di Kawasan Industri Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara ( Sultra), menjadi sorotan.
• Mirip Effendi Gazali, Pakar Universitas Indonesia Beber Bukti Jokowi Marah Besar Soal Virus Corona
• Intelejen AS Beber Bukti covid-19 Milik Donald Trump, Temukan Hal Tak Biasa di Laboratorium Wuhan
• Jokowi Berdamai dengan Virus Corona, Rocky Gerung Bocorkan Presiden Tak Tahu Harus Berbuat Apa Lagi
External Affairs Manager PT VDNI Indrayanto mengatakan, kedatangan 500 TKA China ke Sulawesi Tenggara ( Sultra) adalah untuk mengerjakan 33 tungku smelter milik PT OSS.
Pengerjaan tungku smelter tersebut, menurut Indrayanto, diklaim bakal menyerap lebih dari 3.000 pekerja lokal.
Di sisi lain, menurut Indrayanto, ribuan calon pekerja lokal telah dinyatakan lulus dalam seleksi penerimaan karyawan di perusahaan pemurnian nikel tersebut.
Mereka akan bisa bekerja jika para TKA tersebut sudah datang dan mengerjakan 33 tungku smelter tersebut.
"Jika 500 TKA China sampai tidak jadi didatangkan, maka sebanyak 3.000 lebih tenaga kerja lokal terancam kehilangan pekerjaannya," kata Indrayanto.
Indrayanto juga menjelaskan, setelah seluruh tungku smelter dikerjakan, para TKA asal China itu akan kembali ke negaranya.
"Setelah mereka melakukan pemasangan, mereka akan kembali lagi ke Tiongkok.
Paling lama itu tiga bulan, maksimal enam bulan, tenaga ahli itu paling lama bekerja 6 bulan, jika bisa lebih cepat lagi misal 3 bulan selesai, mereka langsung pulang," kata Indrayanto keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Senin (11/5/2020).
"Bisa ada kemungkinan mereka dirumahkan dahulu tanpa mendapat gaji, atau bahkan bisa PHK.
Tentunya hal ini tidak kami harapkan, perusahaan juga berusaha agar hal ini tidak terjadi," sambung Indrayanto.