Alasannya karena mesin penetasan telur ayam kampung yang membutuhkan 24jam listrik yang stabil.
Untuk saat ini genset yang menyala 24 jam dalam sebulan menghabiskan setidaknya 5.000 liter Bahan Bakar Minyak jenis solar.
Leo Hutapea mengambarkan jika diperlukan solar subsidi seharga Rp16.500, pihaknya menghabiskan dana sekitar hampir 100 juta dan belum termasuk biaya operasional.
"Kita selama ini masih pakai genset jadi perlu ada tambahan stabilizer lagi. Oleh karena itu kami sangat butuh dengan masuknya PLN ke tempat ini. Kita sudah coba menjajaki pada prinsipnya kami siap untuk apa yang diminta oleh PLN, dalam arti syarat-syaratnya. Tapi sampai saat ini kami penjajakan dari tahun 2019 awal sampai sekarang ini belum terpasang," jelasnya.
Menyinggung akan ada upaya dari Pemprov Kaltim berkomunikasi ke pihak PLN, Leo Hutapea juga berkomitmen kepada pemerintah mendukung segala program kebijakan termasuk jalan menuju swasembada pasokan daging sapi untuk masyarakat Kaltim, khususnya di Kukar.
Swasembada daging, menurut Leo Hutapea sejalan dengan pemerintah, setidaknya ketahanan pangan di tingkat Provinsi dan Kabupaten Kukar bisa terjaga.
"Semangat kita membangun equal farm ini, kita tahu bersama Kukar dan Kaltim pada umumnya belum swasembada daging," ungkapnya.
"Kita masih mengambil daging dari luar daerah Kaltim. Semangat itulah yang kita bawa dari awal sehingga kami sangat ingin Kaltim itu menjadi swasembada daging," terangnya. (*)
Join Grup Telegram Tribun Kaltim untuk mendapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari. Caranya klik link https://t.me/tribunkaltimcoupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel