TRIBUNKALTIM.CO - Alasan Shell Indonesia belum mau mendirikan SPBU di IKN Nusantara.
Pemerintah kian gencar melakukan pembangunan di IKN Nusantara bahkan persiapan untuk menggelar upacara HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus 2024 sudah dilaksanakan.
Namun, kian masifnya pembangunan Ibu Kota Negara yang baru ternyata belum menggerakkan Shell Indonesia untuk membuka SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di IKN Nusantara.
Pengembangan di kawasan IKN Nusantara di Kalimantan Timur, sudah berjalan dan memasuki tahap pertama, yakni pembangunan miniatur penyelenggara pemerintah.
Baca juga: Groundbreaking IKN Nusantara Tahap 4, Presiden Jokowi: tak Ada Alasan Investor Ragu
Baca juga: Alasan Pengamat Sarankan Pemerintah Tunda Proyek Kereta di IKN Nusantara, Fokus Infrastruktur Dasar
Baca juga: Lahan 400 Hektare Disiapkan untuk Warga Terdampak Tol dan Bandara VVIP IKN Nusantara di 3 Kelurahan
Selain berfokus pada pengembangan dan penetapan infrastruktur, Pemerintah juga membuka peluang bagi pelaku usaha untuk melakukan penanaman modal serta berinvestasi di kawasan baru tersebut.
Sebagian pelaku usaha dari bidang berbeda mulai berinvestasi, namun ada pula sebagian yang memutuskan untuk belum melakukan hal tersebut dan mengevaluasi.
Shell Indonesia, salah satu perusahaan minyak dan gas (migas) mengaku belum tertarik untuk memulai bisnis di IKN Kalimantan Timur dan mendirikan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di lokasi ini.
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com di artikel berjudul Shell Indonesia Belum Mau Buka SPBU di IKN, Ingrid Siburian, Presdir Shell Indonesia menjelaskan, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut.
Utamanya, dia menganggap demand pasar di IKN belum terlalu besar.
“Tentunya kalau kita beroperasi itu, kita harus mempertimbangkan customer demand seperti apa.
Semuanya kembali lagi ke customer demand,” ucapnya kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Ingrid menambahkan, faktor lain yang menjadi kendala adalah supply point, alias terminal pasok untuk jaringan SPBU baru di Kalimantan Timur.
“Saat ini supply point kita masih berada dekat dengan area-area dekat pusat operasi. Jadi tujuan kami sekarang adalah mengoptimalkan supply point tersebut,” ujarnya.
Sejauh ini, Shell Indonesia sudah beroperasi di lima Provinsi, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.
Ingrid mengaku jika ada peluang titik operasi bertambah, seiring dengan meningkatnya minat konsumen.
Shel Perusahaan Mana?
Siapa tak kenal dengan Shell, salah satu perusahaan minyak dan gas terbesar dunia.
Perusahaan ini sejatinya adalah perusahaan Belanda namun terdaftar di Inggris.
Tak banyak tahu jika perusahaan ini bermula dari Indonesia saat masih dijajah Belanda.
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com di artikel berjudul Fakta Shell, Raksasa Minyak Dunia yang Asal-usulnya dari Indonesia, Shell adalah perusahaan tua yang sudah berdiri di Hindia Belanda dan masih tetap eksis hingga saat ini.
Sejarah Shell
Dikutip dari laman resminya, Shell awalnya terbentuk dari Aeilko Jans Zijklert, seorang Eropa asal Jawa Timur yang memutuskan pindah ke Pantai Timur Sumatera.
Aeilko Jans Zijklert bekerja di perkebunan tembakau setelah pemerintah Hindia Belanda membuka investasi perkebunan partikelir di Sumatera di tahun 1880.
Di masa itu pula, Hindia Belanda tengah menerapkan tanam paksa.
Baca juga: Beda Sikap Jokowi dan DPR Soal Pemilihan Gubernur Jakarta Saat IKN Nusantara Jadi Ibu Kota Indonesia
Setelah berkeliling Sumatera, ia menemukan jejak cadangan minyak besar di Langkat, Sumatera Utara. Di mana setelah diteliti, kandungan minyak itu mengandung 62 persen parafin.
Insting bisnisya pun muncul. Usai menemukan minyak, ia memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaannya.
Ia lantas meminta izin dari penguasa lokal yakni Sultan Langkat untuk mengeksplorasi minyak pada tahun 1884.
Uang tabungan yang sudah lama dikumpulkan Zijklert kemudian dipakai untuk membiayai eksplorasi dan eksploitasi minyak.
Namun apes yang didapat, sumur yang dibornya ternyata kering alias tidak banyak menghasilkan minyak. Uang yang dihabiskan pun tak sedikit.
Tak menyerah, ia mencoba peruntungannya dengan mengebor di sumur lain yakni di daerah Telaga Said dekat desa bernama Pangkalan Brandan di Sumatera Utara.
Kali ini Zijklert berhasil. Dia menemukan minyak yang besar di sumur baru yang kemudian dikenal sebagai Telaga Tunggal 1.
Tak lama kemudian, sumur ini mulai berproduksi dalam jumlah komersial.
Pada tahun 1890, setelah mendapatkan untung besar dari minyak, Zijlker merasa cukup percaya diri mendirikan perusahaan bernama Royal Dutch Company yang dicatatkan di Den Hag.
Ketika Zijklert meninggal pada 27 Desember 1890, rekannya De Gelder yang bersama-sama ikut mengerjakan pengeboran minyak menemukan sumur baru lainnya di Pangkalan Brandan.
Pengeboran pun langsung dilakukan, kemudian ia juga membangun fasilitas pengiriman minyak di Pangkalan Susu agar minyak bisa diekspor melalui laut.
Baca juga: Daftar Proyek APBN dan Non-APBN IKN Nusantara yang Ditarget Kelar Juni 2024
Pada tahun 1898, pemerintah Hindai Belanda juga telah menyelesaikan pembangunan fasilitas penyimpanan dan dermaga yang akan menjadi pelabuhan pengiriman minyak pertama di Pangkalan Susu.
Sementara itu di Kalimantan pada tahun 1897, perusahaan lain, Shell Transport and Trading Company Ltd juga menemukan minyak di Kalimantan Timur dan pada tahun yang sama mendirikan kilang kecil di Balikpapan, yang mulai beroperasi pada tahun 1899.
Kilang di Balikpapan ini yang kemudian menjadi salah satu cikal bakal Pertamina.
Pada pergantian abad dari abad ke-19 ke abad ke-20, sumur minyak telah banyak ditemukan di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah dan Timur, dan Kalimantan Timur.
Kilang-kilang minyak pun telah didirikan di setiap daerah kaya minyak itu.
Tercatat, saat itu ada 18 perusahaan yang mengebor minyak di Indonesia.
Pada tahun-tahun awal abad ke-20, dari 18 perusahaan minyak itu, dua yang paling menonjol dalam skala produksi minyaknya adalah Royal Dutch dan Shell Transport.
Shell Transport sendiri adalah perusahaan yang didirikan pada tahun 1897 oleh orang Inggris, Marcus Samuel.
Ia adalah pengusaha perdagangan rempah-rempah yang juga nyambi berjualan kerang.
Itu sebabnya, Marcus Samuel kemudian menamakan perusahaan barunya dengan nama Shell yang secara harfiah artinya kerang.
Untuk menandingi Standard Oil, pada tahun 1902 Shell dan Royal Dutch sepakat membentuk usaha patungan bernama The Shell Transport dan Royal Dutch Petroleum Co. Ltd.
Perusahaan patungan ini sengaja dibentuk guna menangani pengiriman dan pemasaran minyak yang dieksploitasi dari Indonesia ke sejumlah negara.
Dalam perkembangannya, Royal Dutch berkembang pesat jauh lebih baik daripada Shell.
Ketimbang bekerja sama dengan membuat perusahaan patungan, Marcus Samuel pun kemudian mengajak De Gelder untuk menggabungkan masing-masing perusahaan menjadi satu.
Setelah disepakati kedua belah pihak, pada tahun 1907, lahirlah perusahaan baru gabungan dari Shell dan Royal Dutch bernama Royal Dutch/Shell Group of Companies, perusahaan yang kemudian hingga saat ini lebih dikenal dengan nama Shell di berbagai negara.
Tak puas dengan merger, Royal Dutch/Shell Group kemudian mengakuisisi perusahaan minyak lain di Hindia Belanda bernama Dordtsche Petroleum Mij pada tahun 1911.
Baca juga: Persiapan Upacara 17 Agustus di IKN Nusantara Mulai Dibahas, Paskibra sudah Terbentuk Maret
(*)
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Kaltim dan Google News Tribun Kaltim untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.