Sementara yang menyatakan tidak sepakat dengan RUU itu dibawa ke Paripurna hanya Fraksi PDIP.
Dengan batalnya pelaksanaan rapat paripurna DPR maka RUU Pilkada kembali kepada putusan MK pada Selasa (20/8) dengan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah sebagaimana yang dimohonkan oleh Partai Buruh dan Gelora.
MK juga menegaskan penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan calon, bukan sejak pelantikan calon terpilih.
Baca juga: Istana dan KPU Ikut Putusan MK Terbaru soal UU Pilkada, Pakar Beber Dampak Buruk Bila UU DPR Diikuti
Putusan MK (20 Agustus 2024) mengubah ambang batas pencalonan didasarkan pada jumlah penduduk.
Artinya pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai.
Mengenai batas usia menurut UU No. 10/2016 tentang Pilkada, batas usia paling rendah calon Gubernur adalah 30 tahun.
Menurut putusan MK, batas usia minimum calon Gubernur tetap 30 tahun, namun itu saat ditetapkan oleh KPU sebagai calon, bukan saat dilantik.
Sementara keputusan Baleg DPR menyatakan batas usia paling rendah calon Gubernur adalah 30 tahun, saat dilantik.
Terpisah, Istana melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan bahwa pemerintah sama seperti DPR akan mengikuti aturan terakhir mengenai syarat pencalonan dalam Pilkada serentak 2024, apabila pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada tidak kunjung dilakukan.
"Jika sampai tanggal 27 Agustus ini tidak ada pengesahan Undang-Undang Pilkada artinya DPR akan mengikuti aturan yang terakhir. Begitu pernyataan dari DPR tadi. Wakil ketua DPR tadi menyatakan itu, akan mengikuti aturan terakhir yaitu putusan MK," kata Hasan di Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Nah, pemerintah juga berada pada posisi yang sama seperti sebelumnya, Yaitu mengikuti aturan yang berlaku. Jadi selama tidak ada aturan yang baru maka pemerintah akan Ikut menjalankan aturan-aturan yang saat ini masih berlaku. Jadi begitu posisi pemerintah," tambahnya.
Menurut Hasan, sikap pemerintah dibatasi. Dalam menyikapi polemik aturan tersebut, pemerintah harus mengikuti undang-undang atau aturan yang baru.
"Jadi maksudnya, Tidak bisa belok-belok. Sudah ada relnya nih. Ini sudah kayak kereta ini. Sudah kita ada di relnya. Jadi itu pada prinsip pemerintah seperti itu. Jadi tidak bisa ditafsirkan lain,"
Baca juga: Mahasiswa Kaltim Unjuk Rasa Tolak Revisi RUU Pilkada, Kawal Putusan MK dan 6 Isu Tuntutan Lainnya
PDIP tak Percaya
Politisi PDIP, Muhammad Guntur Romli tidak percaya dengan ucapan Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad yang menyatakan pihaknya batal untuk merevisi UU Pilkada.
Diketahui sebelumnya, Dasco sempat mengumumkan DPR batal untuk merevisi UU Pilkada lewat cuitan di akun X pribadinya, @bang_dasco pada Kamis (22/8).