Berita Kaltim Terkini

Psikiater RSJD Atma Husada: 60 Persen Stres Kerja Disebabkan Lingkungan Toxic

Psikiater RSJD Atma Husada Mahakam, dr. Yenni, Sp.Kj, mengungkapkan, sebagian besar kasus stres di tempat kerja bukan karena beban pekerjaan.

Penulis: Ardiana | Editor: Miftah Aulia Anggraini
HO/OIKN
LINGKUNGAN KERJA TOXIC - Workshop Kesehatan Mental dan Layanan Konseling Psikologi yang digelar oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) melalui Direktorat Pelayanan Dasar di Gedung Kemenko 3, Tower 1, pada Minggu (2/11/2025). Psikiater RSJD Atma Husada Mahakam, Dr. Yenni, Sp.Kj, mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus stres di tempat kerja bukan disebabkan oleh beban pekerjaan, melainkan oleh lingkungan kerja yang toxic. (HO/OIKN) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Psikiater RSJD Atma Husada Mahakam, dr. Yenni, Sp.Kj, mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus stres di tempat kerja bukan disebabkan oleh beban pekerjaan, melainkan oleh lingkungan kerja yang toxic. 

Ia menyebut, berdasarkan data dari American Psychiatric Association (APA), sekitar 60 persen penyebab stres dalam pekerjaan berasal dari lingkungan kerja, bukan dari beratnya tugas atau tanggung jawab.

Pernyataan ini disampaikan Dr. Yenni saat Workshop Kesehatan Mental dan Layanan Konseling Psikologi yang digelar oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) melalui Direktorat Pelayanan Dasar di Gedung Kemenko 3, Tower 1, pada Minggu (2/11/2025).

Menurutnya, faktor lingkungan kerja seperti komunikasi yang buruk, tekanan sosial, hingga konflik antarpegawai sering kali menjadi pemicu utama munculnya stres berkepanjangan di tempat kerja.

Baca juga: 7 Cara Efektif Atasi Stres Kerja untuk Meningkatkan Produktivitas

“Kota yang kuat atau organisasi yang kuat harus dijalankan oleh pegawai yang sehat, baik fisik maupun mentalnya,” ujarnya.

dr. Yenni menjelaskan, kesehatan mental di lingkungan kerja perlu diperhatikan secara serius, dengan cara memahami, mengenali, dan mencegah stres sejak dini.

Ia menekankan pentingnya pengelolaan stresor agar seseorang mampu menjaga keseimbangan dalam tiga aspek kehidupan utama.

“Pengelolaan faktor stresor yang baik dapat membantu seseorang menjaga tiga pilar kehidupannya — dapur (keluarga), sumur (pekerjaan), dan kasur (pasangan),” jelasnya.

Baca juga: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Siloam Hospital Balikpapan dr. Shelly: Stres Bisa Picu 7 Penyakit

Salah satu bentuk stresor yang sering muncul di lingkungan kerja, lanjut Yenni, adalah kesenjangan cara pandang antar generasi, terutama di lembaga yang pegawainya didominasi oleh generasi milenial dan Z.

“Kesenjangan ini bisa menimbulkan konflik jika tidak dikelola dengan baik. Tapi sebenarnya, hal ini bukan halangan untuk membangun suasana kerja yang lebih harmonis,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa kunci utama membangun lingkungan kerja sehat terletak pada komunikasi terbuka dan rasa empati antarpegawai.

 Dengan begitu, stres dapat ditekan, dan produktivitas kerja meningkat.

Baca juga: 8 Manfaat Mendengar Musik, Dapat Menurunkan Stres dan Meningkatkan Kesehatan

“Mengutip American Psychiatric Association (APA), 60 persen penyebab stres dalam pekerjaan berasal dari lingkungan kerja, bukan beban pekerjaan itu sendiri,” pungkasnya.

Workshop tersebut diikuti oleh sejumlah pegawai OIKN dan tenaga profesional dari berbagai instansi.

Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya membangun ekosistem kerja yang sehat, produktif, dan berorientasi pada kesejahteraan mental pegawai di wilayah Ibu Kota Nusantara. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved