Berita Nasional Terkini

Alasan Golkar Pasang Badan untuk Setnov yang Terjerat Kasus Korupsi e-KTP dan Kini Bebas Bersyarat

Sikap Golkar yang pasang badan untuk Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi e-KTP dan kini bebas bersyarat tuai sorotan.

Editor: Doan Pardede
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KASUS SETYA NOVANTO - Terpidana kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto menjalani sidang peninjauan kembali (PK) di gedung Tipikor, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sikap Partai Golkar yang pasang badan untuk mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov) yang terjerat kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP) dan kini bebas bersyarat menuai sorotan.(TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNKALTIM.CO - Sikap Partai Golkar yang pasang badan untuk mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov) yang terjerat kasus korupsi KTP Elektronik (e-KTP) dan kini bebas bersyarat menuai sorotan.

Di tengah kritik dari pegiat antikorupsi dan akademisi, Partai Golkar justru memilih untuk membela eks Ketua Umum mereka yang pernah divonis dalam kasus korupsi e-KTP.

"Jadi bukan soal pantas atau tidak pantas. Tapi, memang itu hak yang memang dimiliki yang dia lakukan. Dia menjalankan haknya saja," ujar Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (18/8/2025).

Ia menegaskan bahwa Golkar tidak mengintervensi proses hukum.

Baca juga: Moeldoko Cium Motif Politik Dibalik Pengakuan Agus Rahardjo Soal Jokowi Minta Stop Kasus Setnov

“Kami hanya menghormati keputusan hukum yang berlaku. Kalau sudah diputuskan oleh lembaga resmi, ya kami terima,” katanya. 

Setya Novanto atau Setnov merupakan terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Kemendagri tahun anggaran 2011–2013, yang merugikan negara Rp2,3 triliun dari total anggaran Rp5,9 triliun.

Ia menerima gratifikasi berupa 7,3 juta dolar AS dan sebuah jam tangan mewah Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS.

Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Juli 2017, sempat menang praperadilan, namun kembali ditetapkan pada November dan ditahan setelah sempat menghilang dan mengalami kecelakaan mobil.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (tengah) berbincang dengan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham (kanan), dan Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid (kiri) sebelum Rapat Pengurus Pleno DPP Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (11/10/2017). Rapat pleno yang dipimpin oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto beragendakan persiapan ulang tahun, persiapan rakernas, dan persiapan rekrutmen caleg Golkar.
KASUS SETYA NOVANTO - Setya Novanto (tengah) saat menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar  berbincang dengan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham (kanan), dan Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid (kiri) sebelum Rapat Pengurus Pleno DPP Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Rabu (11/10/2017). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Pada April 2018, Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan uang pengganti.

Hak politiknya dicabut selama lima tahun.

Tanpa mengajukan banding atau kasasi, Setnov kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang dikabulkan Mahkamah Agung pada Juni 2025.

Hukuman dipotong menjadi 12 tahun 6 bulan.

Ia juga menerima remisi total 28 bulan 15 hari, sehingga dinyatakan memenuhi syarat administratif dan substantif untuk bebas bersyarat.

Namun, pembebasan ini menuai kritik dari berbagai pihak.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyebutnya sebagai “kado buruk bagi pemberantasan korupsi.”

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved