Program Makan Bergizi Gratis

Evaluasi Kasus Keracunan, BGN Hormati Keputusan Anak Tak Mau Makan MBG karena Trauma

Evaluasi kasus keracunan, BGN hormati keputusan anak tak mau makan MBG sementara waktu karena trauma.

TRIBUNKALTIM.CO/RAYNALDI PASKALIS
MAKAN BERGIZI GRATIS - Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana saat di wawancarai usai menghadiri Rakernas X PKK di Samarinda Convention Hall, Selasa (8/7/2025). Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa setiap kasus keracunan yang terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditindaklanjuti dengan evaluasi menyeluruh. (TRIBUNKALTIM.CO / RAYNALDI PASKALIS) 

Misalnya, menunjuk pihak sekolah untuk menyediakan menu MBG yang kualitasnya lebih terjamin dan fresh saat disajikan kepada para siswa. 

"Mengingat banyaknya kasus keracunan, perlu dipikirkan alternatif MBG dikelola sekolah bersama komite sekolah," kata Yahya Zaini dalam keterangannya, Senin (22/9/2025). 

Seperti diketahui, saat ini MBG melibatkan mitra seperti yayasan dan UMKM untuk operasional dapur dan penyaluran makanannya. 

Yahya mengusulkan agar pengelolaan diberikan kepada masing-masing sekolah untuk mengantisipasi berbagai persoalan yang ada, sekaligus karena pihak sekolah lebih memahami karakter anak-anak didiknya yang mendapat fasilitas program MBG.

"Karena akan lebih terjamin higienitas dan keamanannya serta sesuai selera anak-anak sekolah. Mereka sudah paham selera anak-anak sekolahnya," sambungnya.

Adapun program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai terobosan pemenuhan gizi anak sekolah dan menjadi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto justru menimbulkan banyak persoalan, terutama maraknya keracunan massal di berbagai daerah.

Sejak Januari hingga September 2025, sedikitnya 5.626 kasus keracunan terjadi di 17 provinsi.

Banyak daerah harus menanggung biaya perawatan korban di puskesmas maupun rumah sakit, meski di saat bersamaan alokasi transfer ke daerah justru dipangkas dari Rp864,1 triliun (APBN 2025) menjadi Rp650 triliun dalam RAPBN 2026.

Terbaru, keracunan massal MBG terjadi di Kab Banggai Kepulauan.

Kemudian ada juga keracunan MBG di Garut, Tasikmalaya, hingga Bau Bau Sulawesi Tenggara.

Belum lagi muncul isu soal instruksi agar masalah keracunan MBG tidak dipublikasi alias dirahasiakan.

Selain masalah keracunan, Yahya juga menyoroti rendahnya serapan anggaran BGN. Di mana anggaran MBG hingga September hanya terserap Rp13,2 triliun atau 18,6 persen dari alokasi Rp71 triliun. 

Padahal, klaim pelaksanaan MBG telah berlangsung di 38 provinsi dengan jumlah penerima manfaat mencapai 22 juta. Akan tetapi, angka tersebut tidak dapat diverifikasi karena minimnya informasi yang dapat diakses publik. 

Apalagi, laporan Transparency International Indonesia menemukan bahwa sejumlah menu MBG tidak mencapai nilai rata-rata Rp10 ribu per penerima manfaat.

Belum lagi, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga telah mewanti-wanti BGN bahwa jika sampai akhir Oktober anggaran untuk melaksanakan MBG tidak terserap, maka pihaknya akan menarik alokasi dana untuk keperluan lain. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved