Program Makan Bergizi Gratis
Korban MBG Bisa Tuntut Ganti Rugi, LPSK Buka Peluang Restitusi Bagi Ribuan Anak yang Keracunan
Korban MBG bisa tuntut ganti rugi, LPSK buka peluang restitusi bagi ribuan anak yang keracunan.
"Kalau belum dibawa ke ranah pidana tidak bisa. LPSK terbuka, nanti kita telaah lebih lanjut. Tapi syarat utama memang ada tindak pidana, dan kedua benar-benar korban," tuturnya.
Baca juga: Perpres MBG Segera Terbit, Fokus ke Keamanan dan Pengawasan Makanan
Diserahkan ke Kantin Sekolah
Guru Besar Departemen Manajemen FEB UGM, Prof Dr R Agus Sartono berpendapat belajar dari pengalaman di negara maju, program makan bergizi gratis (MBG) merupakan ide yang bagus.
Belajar dari praktik baik negara maju, kata Agus Sartono, program MBG dilaksanakan melalui kantin sekolah.
“Tantangannya di implementasi, persoalan muncul bukan pada ide besar, tetapi pada delivery mechanism sehingga belakangan ini muncul pandangan negatif dan berbagai kasus keracunan muncul,” ujar Agus Sartono, melalui keterangan resminya, Minggu (5/10).
Program ini sesungguhnya memberikan banyak manfaat, pertama setidaknya bertujuan memperbaiki gizi anak di usia pertumbuhan melalui asupan yang cukup.
Kedua, membangun kohesi sosial karena anak mendapatkan makanan yang sama, dan harapannya akan tumbuh empati dan kepedulian sosial.
Ketiga, melalui program ini memberi pelajaran anak berperilaku tertib saat mengantri mengambil makanan, dan membersihkan makanan. Keempat, anak tumbuh sikap bertanggung jawab untuk mengambil secukupnya, dan bertanggung jawab untuk tidak membuang-buang makanan.
Kelima, memberikan multiplier effect pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan, dan keenam,
terciptanya lapangan kerja serta mencegah urbanisasi.
Dalam pandangannya, jika dilihat dari sasaran yang ingin dicapai, setidaknya terdapat 28,2 juta siswa SD/MI, 13,4 juta siswa SMP/MTs, 12,2 juta siswa SMK/MA/SMA, dan Dikmas/SLB 2,3 juta siswa sehingga total ada sekitar 55,1 juta yang harus dilayani. Semua itu tersebar di 329 ribu satuan pendidikan, dan belum termasuk lebih dari 20 ribu pesantren.
“Dengan anggaran 15 ribu rupiah per siswa, maka setidaknya dibutuhkan dana sebesar Rp 247,95 triliun,” ucapnya.
Menurutnya, implementasi program MBG dengan dana Rp 247,95 triliun ini jauh lebih besar dari dana desa 2025 sekitar Rp 71 triliun. Sementara itu, anggaran pendidikan yang ditransfer ke daerah tahun 2025 sebesar Rp 347 triliun sehingga terdapat Rp 665,95 triliun dana berputar di daerah.
“Jumlah yang sangat besar tentunya, dan diharapkan akan mendongkrak konsumsi dan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi. Namun kembali ke pertanyaan awal riuhnya program MBG, persoalan muncul pada delivery mechanism,” paparnya.
Agus menyampaikan sudah banyak program yang sasaran dan basisnya mengarah untuk siswa serta masyarakat tidak mampu seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP),
Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial atau bansos. Program-program tersebut selama ini menyasar setidaknya 20 persen pada keluarga tidak mampu. Pada tahun 2010 penyaluran BOS sempat mengalami persoalan dan akhirnya didistribusikan langsung ke satuan pendidikan, dan BOS ini diberikan ke sekolah/madrasah/satuan pendidikan berbasis pada besar kecilnya siswa.
Baca juga: Sebaran Jumlah Kasus Keracunan MBG, Wilayah 2 Catat Angka Tertinggi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.