Berita Nasional Terkini

Bukan Spontan, Ahli Sebut Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni hingga Sri Mulyani Sudah Direncanakan

Kasus rumah dijarah milik Ahmad Sahroni hingga Sri Mulyani disebut tidak terjadi secara spontan, melainkan terencana

TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
PENJARAHAN RUMAH - Massa menggeruduk dan menghancurkan rumah anggota DPR RI Ahmad Sahroni di Jalan Swasembada Timur XXII, Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (30/8/2025) sore. Ahli sebut penjarahan rumah pejabat sudah direncanakan (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino) 
Ringkasan Berita:
  • Ahli kriminologi Adrianus Meliala menyebut penjarahan rumah Ahmad Sahroni, Sri Mulyani, dan anggota DPR lain bukan spontan, tetapi terencana (targeted looting)
  • Aksi tersebut dipicu oleh perasaan ketidakadilan sosial dan diperkuat oleh hoaks di media sosial
  • Adrianus menilai fenomena ini menunjukkan adanya rangkaian terorganisir dalam kerusuhan Agustus 2025.

TRIBUNKALTIM.CO - Kasus rumah dijarah milik sejumlah pejabat dan anggota DPR, termasuk Ahmad Sahroni dan Sri Mulyani, terus menjadi sorotan publik setelah pernyataan mengejutkan datang dari Ahli Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Adrianus Eliasta Meliala.

Dalam kesaksiannya di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (3/11/2025), Adrianus menegaskan bahwa penjarahan tersebut tidak terjadi secara spontan, melainkan sudah direncanakan dan ditargetkan sejak awal.

Menurut Adrianus, fenomena ini bukan sekadar ledakan emosi sesaat, melainkan bentuk “targeted looting” — istilah yang digunakan dalam studi kriminologi untuk menggambarkan penjarahan yang terencana dan diarahkan kepada sasaran tertentu.

Ia menjelaskan bahwa bentuk penjarahan seperti ini berbeda dengan tindakan spontan atau chaos tanpa tujuan, karena dalam kasus ini, hanya rumah-rumah pejabat tertentu yang menjadi korban.

“Dalam khazanah kepustakaan, kita pernah melihat situasi seperti ini, yang kita sebut sebagai limited looting atau penjarahan terbatas. Artinya, dari banyak rumah atau kantor, hanya beberapa yang menjadi sasaran spesifik,” ujarnya di hadapan anggota MKD.

Baca juga: Ahmad Sahroni Curhat Sembunyi di Plafon Saat Rumahnya Dijarah, Sindir soal Bayar Pajak

Lebih lanjut, Adrianus menyebut bahwa peristiwa ini berkembang menjadi “targeted looting”, yakni penjarahan yang sudah ditarget dan dirancang, bahkan disebut sebagai “predestined” atau telah ditentukan sebelumnya.

Ia menegaskan, “Untuk perbuatan seperti penjarahan dan kerusuhan yang terjadi pada bulan Agustus itu, ia masuk dalam kategori targeted dan selected looting. Dalam hal ini, perbuatan tersebut tidak pernah menjadi suatu hal yang bersifat spontan.”

Sidang MKD DPR hari itu juga dihadiri oleh anggota MKD Rano Alfath, yang menanyakan pandangan Adrianus mengenai faktor penyebab masyarakat seolah melakukan pembenaran terhadap aksi penjarahan tersebut.

“Ahli sudah mendengar soal terjadinya penjarahan terhadap beberapa rumah pejabat, termasuk anggota DPR. Salah satu penyebabnya disebut-sebut adalah berita-berita hoaks yang sempat ahli saksikan. Menurut ahli, apa yang menyebabkan masyarakat seolah-olah melakukan pembenaran terhadap perilaku penjarahan tersebut?” tanya Rano.

Menanggapi hal itu, Adrianus menjelaskan bahwa akar dari aksi tersebut tidak bisa dilepaskan dari perasaan ketidakadilan sosial (sense of injustice) yang dirasakan masyarakat.

Dalam istilah kriminologi, kondisi semacam ini disebut “collective feeling”, yakni perasaan bersama yang mendorong sekelompok masyarakat untuk bereaksi terhadap situasi yang dianggap tidak adil.

“Ada satu hal yang saya duga kuat menjadi pemicu, yaitu adanya collective feeling atau perasaan bersama berupa sense of injustice di tengah masyarakat,” kata Adrianus.

Perasaan ini, lanjutnya, sengaja diperkuat melalui video dan berita-berita yang beredar di media sosial, yang menggambarkan gaya hidup mewah atau perilaku pejabat yang dianggap tidak sensitif terhadap situasi ekonomi masyarakat.

Ia mencontohkan bagaimana video viral anggota DPR joget-joget sempat memancing kemarahan publik.

“Video-video yang beredar memang sengaja dibuat untuk menciptakan dan memperkuat perasaan ketidakadilan ini. Setelah perasaan itu muncul, respons setiap orang berbeda-beda. Ada yang hanya berhenti pada perasaan saja, ada yang melampiaskannya dengan cara lain, tetapi ada juga yang melanjutkannya ke dalam tindakan kerusuhan atau penjarahan,” ungkap Adrianus.

Adrianus menegaskan bahwa kondisi psikologis kolektif seperti itu tidak serta-merta menimbulkan aksi kekerasan tanpa pemicu tambahan.

Dalam ilmu sosial, hal ini dikenal dengan istilah “triggering factor” atau faktor pencetus, yakni momen yang memicu massa untuk bertindak.

“Kondisi ini menjadi baseline atau situasi dasar. Namun, kondisi ini membutuhkan pemicu atau triggering. Ajakan-ajakan seperti ‘kumpul di sini’, ‘bakar Monas’, atau ‘serang Mabes Polri’ itulah yang saya sebut sebagai trigger atau faktor pencetus,” jelasnya.

Dengan kata lain, penjarahan pada Agustus 2025 bukan hanya efek dari keresahan spontan, melainkan hasil penggabungan antara faktor psikologis kolektif dan ajakan terorganisir melalui media sosial.

Adrianus menyebut bahwa sebagian pelaku bahkan menyiarkan langsung (live streaming) aksi mereka di media sosial, seolah ingin menunjukkan bahwa tindakan itu memiliki legitimasi publik.

Kasus ini melibatkan sejumlah nama besar. Di antaranya mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang rumahnya menjadi salah satu sasaran penjarahan, serta lima anggota DPR nonaktif — Ahmad Sahroni, Adies Kadir, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Nafa Urbach.

Rumah-rumah mereka dilaporkan dijarah oleh massa yang memanfaatkan situasi chaos pada akhir Agustus 2025.

Fenomena ini menunjukkan bahwa rasa ketidakpuasan publik terhadap elit politik telah mencapai titik kritis, terutama ketika disulut oleh narasi-narasi di dunia digital.

Adrianus mengingatkan bahwa media sosial kini menjadi alat yang efektif dalam membentuk persepsi publik, bahkan bisa menjadi sarana mobilisasi massa yang berujung pada kekerasan.

“Fenomena seperti ini sering kali muncul dalam masyarakat yang tengah mengalami kesenjangan kepercayaan terhadap institusi pemerintah,” jelasnya.

Sementara itu, anggota MKD DPR Rano Alfath menilai keterangan Adrianus memberikan gambaran penting bahwa aksi penjarahan tersebut memang mengandung unsur terencana.

“Artinya, kejadian yang sekarang terjadi ini pasti tidak mungkin spontan, ya? Menurut gambaran ahli tadi, pasti ada satu rangkaian yang sudah tersusun,” ujar Rano dalam sidang.

Pernyataan Adrianus juga memperkuat dugaan bahwa kerusuhan Agustus 2025 bukan semata-mata akibat kemarahan massa terhadap isu viral, tetapi ada elemen terorganisir di dalamnya.

Ia menegaskan bahwa istilah targeted looting menjelaskan bagaimana hanya rumah pejabat tertentu yang dijarah, sementara rumah-rumah lain di sekitar lokasi tetap utuh — sebuah pola yang menandakan adanya strategi dan perencanaan.

Dalam konteks kriminologi, istilah targeted looting atau penjarahan tertarget mengacu pada tindakan penjarahan yang tidak acak, melainkan berdasarkan motif tertentu seperti kebencian sosial, politik, atau ekonomi.

Biasanya, pelaku memilih target yang dianggap simbol ketimpangan sosial — dalam hal ini, rumah pejabat negara dan anggota DPR.

Akhirnya Muncul, Ahmad Sahroni Curhat Barang Berharganya Hilang Dijarah Massa: Foto Keluarga Dicuri

Anggota DPR nonaktif, Ahmad Sahroni, akhirnya muncul di hadapan warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, setelah lama menghilang usai rumahnya dijarah oleh massa akhir Agustus 2025 lalu.

Kasus penjarahan rumah Ahmad Sahroni terjadi saat gelombang demo periode 25-31 Agustus 2025.

Berbagai barang berharga lenyap diambil oknum tak bertanggung jawab.

Setelah peristiwa itu, Ahmad Sahroni sempat lama menghilang, dan kini ia akhirnya kembali muncul di hadapan publik.

Ahmad Sahroni muncul dan berbicara di hadapan warga tetangga di rumahnya pada Minggu (2/11/2025).

Ia menyinggung kasus penjarahan rumahnya.

"Semua orang membenci saya. Semua orang mencari saya, Bapak Ibu. Saya Alhamdulillah tidak korupsi, tapi dianggap rumah ini adalah duit rakyat dari hasil pajak," kata Sahroni, dikutip dari akun TikTok Awi Wajo, Senin (3/11/2025).

Ahmad Sahroni kemudian menyebut bahwa orang-orang yang menjarah rumahnya belum tentu membayar pajak.

 "Saya yakin tuh, orang-orang yang teriak itu boro-boro bayar pajak, pasti nunggu sembako juga," kata dia.

Ahmad Sahroni menyesalkan kasus penjarahan di rumahnya dan heran karena foto keluarganya ikut diambil.

"Oke lah barang lain diambil silakan, foto keluarga diambil itu buat apa?" ujar Sahroni.

Kemunculan Ahmad Sahroni itu justru menjadi sorotan netizen.

Alih-alih mendapat simpati, bendahara Partai NasDem itu dibanjiri kritikan karena pernyataannya yang menyindir penjarah rumahnya tidak membayar pajak.

Dalam beberapa waktu terakhir, nama Ahmad Sahroni menjadi sorotan publik atas pernyataannya terkait kisruh kenaikan tunjangan DPR RI.

Ia sempat menyebut bahwa desakan masyarakat untuk membubarkan DPR adalah hal keliru.

Saat melakukan kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara, Jumat (22/8/2025), Sahroni menyebut pernyataan pembubaran DPR sebagai tindakan bodoh.

"Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita," kata Sahroni.

Daftar barang berharga Ahmad Sahroni yang dijarah

Rumah Ahmad Sahroni dijarah oleh massa di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (30/8/2025).

Berbagai barang berharga di dalam rumah tersebut lenyap dijarah massa.

Sejumlah warganet mengunggah momen warga berhasil mengambil beragam barang berharga dan barang mewah dari dalam rumah Sahroni.

Ada seorang warga yang mendapat jam tangah mewah Richard Mille dari rumah politikus partai NasDem itu.

Jam tangan tersebut diduga adalah Richard Mille RM 40-01 McLaren Speedtail.

Ditelusuri di situs resmi Richard Mille, jam tangan tersebut memiliki nilai harga mencapai Rp11,7 miliar.

Tak hanya jam tangan, ada juga warga yang mengambil tas merek Hermes hingga Louis Vuitton atau LV.

Selain itu, warga juga menjarah piano besar dari rumah Ahmad Sahroni.

Tidak berhenti di situ, action figure Iron Man hingga Spider-Man seukuran manusia juga ikut dijarah.

Bahkan, warga juga mengambil ijazah, sertifikat tanah, dan SKCK milik Ahmad Sahroni.

Sementara itu, barang berharga lain yang dijarah warga di antaranya yakni figurine F1, TV, Macbook, sepatu Air Jordan, PS 5, brankas, hingga kulkas.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Akhirnya Muncul, Ahmad Sahroni Curhat Barang Berharganya Hilang Dijarah Massa: Foto Keluarga Dicuri

Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Penjarahan Rumah Sri Mulyani hingga Sahroni Disebut Sudah Direncanakan

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Adrianus Meliala Duga Penjarahan Rumah Anggota DPR Tidak Bersifat Spontan: Sudah Direncanakan

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved