Berita Nasional Terkini
Puan Maharani: DPR Terbuka untuk Rakyat, Tapi Jangan Masuk Tanpa 'Assalamualaikum'
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Puan Maharani, menegaskan bahwa tidak sembarang orang boleh memasuki Gedung DPR RI
Ringkasan Berita:
- Puan Maharani menegaskan bahwa tidak sembarang orang boleh memasuki Gedung DPR di Senayan, Jakarta
- Gedung DPR disebut “rumah rakyat”, tetapi tetap termasuk obyek vital yang memiliki aturan ketat
- Puan mengajak masyarakat memahami pentingnya etika dan tata cara yang sopan — “tok tok tok” — sebelum masuk atau menyampaikan aspirasi ke DPR.
TRIBUNKALTIM.CO - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Puan Maharani, menegaskan bahwa tidak sembarang orang boleh memasuki Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam kegiatan Parlemen Remaja yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 6 November 2025.
Dalam kesempatan tersebut, Puan Maharani menyoroti pemahaman masyarakat tentang istilah “Gedung DPR sebagai rumah rakyat” yang sering disalahartikan.
Menurutnya, meskipun gedung parlemen itu memang terbuka untuk masyarakat, bukan berarti siapa pun bisa masuk dengan bebas tanpa prosedur yang berlaku.
Baca juga: Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Puan Ingatkan Rekam Jejak, Yusril: Keputusan Ada di Tangan Presiden
“Kami ingin membuka gedung DPR ini, membuka itu dalam artian dalam kegiatan yang positif. Membuka itu bukan buka gerbang, buka gitu saja, kemudian semua orang boleh masuk tanpa permisi, tanpa assalamualaikum, tanpa ketok pintu dulu,” ujar Puan Maharani
Gedung DPR Bukan Tempat Umum Biasa
Puan Maharani menekankan bahwa keterbukaan DPR harus dimaknai secara bijak.
Gedung DPR memang disebut sebagai “rumah rakyat”, tetapi juga merupakan obyek vital negara — istilah yang berarti fasilitas atau bangunan penting yang dilindungi oleh negara karena berkaitan dengan kepentingan publik, pemerintahan, atau keamanan nasional.
Karena statusnya sebagai obyek vital nasional, Gedung DPR memiliki prosedur dan aturan ketat bagi siapa pun yang ingin masuk.
Tidak semua orang bisa datang dan langsung masuk tanpa izin atau tujuan yang jelas.
“Tahu enggak artinya obyek vital? Ini obyek vital itu gedung yang dilindungi oleh negara, atau gedung milik negara yang memang enggak boleh sembarangan dalam tanda kutip tuh masuk-masuk saja, harus ada aturannya. Harus daftar. Harus menyatakan kepentingannya untuk datang. Menyatakan saya siapa, kemudian mau ngapain,” jelas Puan Maharani.
Ia menjelaskan bahwa pengaturan semacam ini bukanlah bentuk pembatasan aspirasi rakyat, melainkan bagian dari tata tertib dan keamanan lembaga negara.
“Rumah rakyat” tetap terbuka, tetapi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi atau berkunjung harus melalui mekanisme resmi yang telah disediakan.
Analogi Rumah Sendiri: Etika dan Tata Krama
Dalam penjelasannya di hadapan para peserta Parlemen Remaja, Puan menggunakan analogi rumah pribadi untuk menggambarkan pentingnya etika ketika ingin memasuki Gedung DPR.
Ia menegaskan bahwa sebagaimana seseorang tidak bisa sembarangan masuk ke rumah orang lain tanpa permisi, hal serupa juga berlaku untuk gedung parlemen.
“Rumah kalian saja kan kalau mau masuk kan ketok-ketok dulu, harus permisi kan, enggak bisa cuman ada orang mau bertamu ke rumah kalian, terus ya masuk-masuk saja. Kan enggak boleh kayak gitu,” sambungnya.
Melalui pernyataannya, Puan Maharani ingin menumbuhkan pemahaman bahwa menghormati aturan dan tata krama adalah bagian dari budaya demokrasi.
Rakyat boleh menyampaikan pendapat, namun harus tetap menghormati prosedur yang berlaku di lembaga negara.
Gedung DPR Sebagai Rumah Aspirasi yang Beretika
Lebih jauh, Puan Maharani menjelaskan bahwa DPR tidak menutup diri terhadap rakyat, tetapi menekankan bahwa setiap aspirasi harus disampaikan dengan cara yang tertib dan sopan. Menurutnya, etika ini mencerminkan sikap bangsa yang beradab.
“Enggak bisa cuma, ‘pokoknya saya mau masuk, harus boleh, harus boleh’. Enggak boleh gitu. Anggap ini seperti rumah kita, ‘tok tok tok tok. Assalamualaikum bisa ketemu dengan Ibu Puan?’ ‘Oh Ibu Puan lagi di kantor, bisa datang lagi nanti lain kali,’” ucapnya.
Puan juga mencontohkan bagaimana etika sederhana bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jika seseorang bertamu ke rumah orang lain dan tuan rumah sedang tidak ada, maka tamu yang baik akan menunggu dengan sopan atau kembali di lain waktu, bukan memaksa untuk masuk.
“Atau nanti ada pesannya atau enggak? Oh ya silakan. Kalau enggak boleh masuk, ya sudah. Kalau boleh masuk, monggo. Begitu kan kayak ke rumah kalian juga. ‘Ibu ada?’ ‘Ibu lagi ke pasar’. ‘Jam berapa pulang?’ ‘Siang’. ‘Ya sudah nanti kembali lagi ya, Pak’. Enggak yang, ‘pokoknya saya mau nunggu di sini’. Kalian juga tidak senang kan kalau gitu,” tegasnya.
Dengan gaya bicara yang lugas, Puan berusaha menyampaikan nilai-nilai kesopanan, tata krama, dan keteraturan yang perlu dijaga, bahkan dalam konteks lembaga negara.
Akses Terbuka, Tapi Ada Aturan
Puan menegaskan, prinsip utama DPR adalah keterbukaan dengan tanggung jawab.
Gedung DPR memang simbol keterwakilan rakyat, namun lembaga ini tetap tunduk pada aturan negara, termasuk regulasi keamanan dan protokol tamu resmi.
Oleh karena itu, masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi, mengunjungi, atau menghadiri rapat publik di Gedung DPR harus terlebih dahulu mendaftarkan diri dan menyampaikan tujuan kedatangannya.
“Jadi ini terbuka, tapi ada aturannya. Dalam sampaikan aspirasi, dalam sampaikan pendapat, mau bertemu dengan siapa saja,” imbuh Puan Maharani.
Pernyataan ini mencerminkan keseimbangan antara keterbukaan demokratis dan ketertiban kelembagaan, dua nilai penting yang dijaga DPR RI dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat.
Selain itu, Puan juga menegaskan bahwa aturan ini dibuat bukan untuk membatasi masyarakat, melainkan untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan ketertiban, agar interaksi antara rakyat dan wakilnya bisa berjalan dengan baik dan efektif.
Sosok Puan Maharani dan Rekam Jejak
Puan Maharani merupakan salah satu tokoh politik paling berpengaruh di Indonesia saat ini.
Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2019–2024, ia menjadi perempuan pertama yang menduduki jabatan tertinggi di lembaga legislatif tersebut.
Kiprahnya di dunia politik tak lepas dari latar belakang keluarga yang kuat dalam sejarah bangsa.
Lahir di Jakarta pada 6 September 1973, Puan adalah putri dari Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Taufiq Kiemas, mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ia juga cucu dari Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Dengan latar belakang tersebut, Puan tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan nilai-nilai politik dan nasionalisme, yang kemudian membentuk karakter dan arah perjuangannya di panggung politik nasional.
Karier politik Puan dimulai saat ia menjadi anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 2009.
Ia kemudian menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR RI pada 2012–2014. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, Puan dipercaya sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dari 2014 hingga 2019.
Dalam posisi tersebut, ia mengawal berbagai program strategis seperti Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Program Keluarga Harapan.
Sebagai Ketua DPR RI, Puan memimpin lembaga legislatif dalam berbagai dinamika politik nasional, termasuk pembahasan undang-undang strategis dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
Ia juga aktif dalam diplomasi parlemen, menjalin hubungan dengan parlemen negara lain, serta mendorong penguatan peran perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan publik.
Meski kiprahnya tak lepas dari sorotan dan kritik publik, Puan tetap menjadi figur sentral dalam PDIP dan politik nasional.
Pengaruhnya disebut-sebut akan terus berlanjut, terutama menjelang kontestasi politik 2029.
Dengan pengalaman panjang dan jejaring politik yang kuat, Puan Maharani menjadi salah satu tokoh yang diperhitungkan dalam arah masa depan kepemimpinan Indonesia.
Riwayat Pendidikan
Ketika sekolah dasar (SD), Puan Maharani menjalani kehidupan yang relatif normal, meskipun merupakan cucu dari presiden pertama Soekarno.
Saat Puan berada di sekolah menengah pertama (SMP), ibunya yakni Megawati, menjadi aktif kembali dalam politik Indonesia selama Orde Baru.
Puan lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan Cikini pada tahun 1991.
Puan kemudian masuk Universitas Indonesia pada tahun 1991 untuk belajar komunikasi massa dan lulus tahun 1997.
Pada 14 Februari 2020, Puan dianugerahkan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari Universitas Diponegoro, proses perolehan gelar ini berjalan selama dua tahun.
Riwayat Jabatan
Puan merupakan perempuan pertama dan orang termuda ketiga, setelah Achmad Sjaichu dan I Gusti Gde Subamia, yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR secara tetap.
Puan Maharani pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia pada 2014 hingga 2019.
Puan pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI-P di DPR pada tahun 2012 hingga 2014.
Di DPR RI, Puan Maharani sempat berada di Komisi VI yang mengawasi BUMN, perdagangan, koperasi, dan usaha kecil menengah.
Puan juga pernah menjadi anggota badan kelengkapan dewan Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat (BKSAP DPR).
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Profil dan Jejak Politik Puan Maharani, Dari Keluarga Proklamator ke Panggung Nasional
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Puan Tegaskan Tak Sembarang Orang Boleh Masuk DPR: Harus "Tok Tok Tok", Assalamualaikum
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20240927_-Ketua-DPP-PDI-P-Puan-Maharani.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.