Berita Nasional Terkini
Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Dikritik, Wamensos Ajak Rekonsiliasi dan Ikhlaskan Masa Lalu
Wamensos Agus Jabo meminta masyarakat untuk mengikhlaskan masa lalu demi masa depan bangsa terkait usulan Soeharto sebagai pahlawan, Sabtu (8/11/2025)
Ringkasan Berita:
TRIBUNKALTIM.CO - Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono menanggapi kritik publik terkait usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.
Ia meminta masyarakat untuk mengikhlaskan masa lalu dan mendorong rekonsiliasi demi masa depan bangsa.
Agus menjelaskan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto bukanlah hal baru.
Menurutnya, usulan tersebut telah diajukan sejak tahun 2010, bersamaan dengan usulan untuk Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Baca juga: Bahlil Lahadalia: Soeharto Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional karena Jasa Persatuan dan Pembangunan
“Bahwa Gus Dur dan Pak Harto itu bukan ujug-ujug diusulkan sejak 2025 ini, tetapi sejak 2010,” ujar Agus dalam wawancara eksklusif di kanal YouTube Tribunnews, Sabtu (8/11/2025).
Proses Penilaian dan Kewenangan Presiden
Agus menyebut bahwa usulan tersebut telah melalui mekanisme formal di tingkat daerah melalui Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD).
Ia menilai bahwa seluruh syarat administratif dan prosedural untuk mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional telah terpenuhi.
Keputusan akhir, lanjutnya, berada di tangan Presiden Prabowo Subianto sebagai pihak yang memiliki kewenangan menetapkan gelar tersebut.
“Tentunya jasa-jasanya, syarat administrasinya, prosedurnya itu klir. Jadi kita harus memahami seperti itu,” tegasnya.
Baca juga: Respons Jokowi soal Usulan Soeharto dan Gus Dur jadi Pahlawan Nasional
Respons Terhadap Kritik Publik
Menanggapi kecaman dari sebagian masyarakat yang menyoroti rekam jejak Soeharto, Agus menyebut hal itu sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang wajar.
Namun, ia mengajak publik untuk tidak terus-menerus terjebak dalam konflik sejarah.
“Sudahlah masa lalu yang mengoyak bangsa ini, sejarah kelam sudah kita tutup. Kita berangkat kembali untuk membangkitkan bangsa ini,” ujarnya.
Agus menekankan pentingnya rekonsiliasi demi masa depan Indonesia.
Ia mengajak masyarakat untuk saling mengikhlaskan peristiwa kelam di masa lalu, termasuk konflik ideologi dan politik yang pernah terjadi di era pemerintahan Soeharto.
“Lebih baik ke depan ini melakukan rekonsiliasi. Kita saling mengikhlaskan apa yang terjadi di masa lalu demi bangsa kita dan generasi akan datang,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa siapapun yang telah berjuang untuk Indonesia, tanpa memandang latar belakang politik atau sejarah pribadi, layak dipertimbangkan sebagai pahlawan nasional.
Baca juga: Respons Jokowi soal Usulan Soeharto dan Gus Dur jadi Pahlawan Nasional
Ragam Kritik Wacana Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional
Wacana Soeharto diberi gelar pahlawan nasional memunculkan kritik dari berbagai pihak.
Beberapa organisasi masyarakat (ormas) seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammadiyah, hingga lembaga independen seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) mengecam wacana tersebut.
Mustasyar PBNU Ahmad Mustofa atau Gus Mus menolak keras Soeharto diberi gelar pahlawan nasional.
Dia mengenang ketika di rezim Soeharto, kepemimpinan mantan Panglima ABRI (kini TNI) itu menyisakan luka bagi banyak ulama dan kiai.
Gus Mus menceritakan ketika plang NU dilarang untuk dipasang hingga sejumlah ulama dipaksa masuk ke Partai Golkar.
Sekilas informasi, Partai Golkar saat itu dianggap sebagai partai pemerintah dan motor penggerak politik Soeharto.
“Banyak kiai yang dimasukin sumur. Adik saya, Kiai Adib Bisri, keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” tuturnya pada Rabu (5/11/2025).
Sementara, Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Usman Hamid, menganggap gelar pahlawan harus diberikan kepada sosok yang memegang nilai kebenaran dan keberanian moral hingga akhir hayatnya.
“Kalau meninggal dalam status tersangka atau terdakwa, apalagi terkait pelanggaran HAM atau korupsi, sulit disebut pahlawan,” ujar Usman pada Kamis (6/11/2025).
Usman menyoroti status hukum Soeharto yang tidak pernah tuntas.
Ia menyebut Soeharto sebagai salah satu pemimpin paling buruk di Asia Tenggara, menurut sejumlah kajian internasional.
“Bagaimana bisa Soeharto disandingkan dengan Gus Dur atau Marsinah?” tukasnya.
Wakil Koordinator KontraS, Andrie Yunus, menegaskan Soeharto tidak layak untuk diberi gelar pahlawan nasional.
Baca juga: Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Puan Ingatkan Rekam Jejak, Yusril: Keputusan Ada di Tangan Presiden
Masifnya warga sipil yang tewas selama 32 tahun Soeharto memerintah menjadi wujud segala jasa mertua Presiden Prabowo Subianto itu tidak bisa dijadikan alasan.
"Menurut kami, adanya korban jiwa selama era Orde Baru berkuasa dan dalam konteks pelanggaran hak asasi manusia, itu tidak bisa dibandingkan dengan jasa apa pun," ungkap Andrie dikutip dari program Indonesia Pagi di YouTube Kompas TV, Sabtu (8/11/2025).
Dia berpendapat proses pengadilan, pemberian keadilan bagi para korban, dan jaminan dari negara untuk memastikan peristiwa pelanggaran HAM serupa tidak terjadi lagi, lebih penting daripada gelar pahlawan bagi Soeharto.
"Korban harus diberikan keadilan dulu, faktanya harus diungkap di pengadilan, dan kemudian negara menjamin tidak terjadinya peristiwa serupa. Saya rasa itu lebih substantif ketimbang kemudian menyematkan Soeharto sebagai pahlawan," katanya.
"Jadi tidak bisa disandingkan antara jasa yang dia lakukan dengan pelanggaran hak asasi manusia yang tidak pernah diselesaikan, diseriusi oleh negara hingga saat ini."
Andrie mengatakan penolakan terhadap pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto terjadi secara masif.
"Dan penolakan tersebut bukan dilakukan tanpa dasar, bukan hanya opini belaka, namun juga melihatkan bagaimana argumentasi yang kami sampaikan itu berdasarkan bukti-bukti dan bahkan fakta hukum," jelasnya.
Menurut dia, status Soeharto sebagai terduga penjahat kemanusiaan dan pelaku pelanggaran berat HAM, bisa dilihat dari dokumen lembaga negara.
"Itu bisa kita lihat dari dokumen lembaga negara yang dikeluarkan Komnas HAM pada tahun 2023 yang mana pada saat itu, Komnas HAM membentuk tim kajian pelanggaran HAM berat di era Soeharto," kata Andrie. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Wacana Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Dikritik, Wamensos: Ikhlaskan yang Terjadi di Masa Lalu
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251104_GELAR-PAHLAWAN-SOEHARTO.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.