Tribun Kaltim Hari Ini

Soeharto di Ambang Gelar Pahlawan, Presiden Prabowo Umumkan 10 Calon Penerima Kehormatan Hari Ini

Presiden Prabowo umumkan 10 calon Pahlawan Nasional 2025, termasuk Soeharto. Pengumuman 10 Nov picu pro-kontra soal jasa dan kontroversi Orde Baru.

Editor: Doan Pardede
Tribun Kaltim
PENGUMUMAN PAHLAWAN NASIONAL - Headline Tribun Kaltim 10 November 2025. Presiden Prabowo umumkan 10 calon Pahlawan Nasional 2025, termasuk Soeharto. Pengumuman 10 Nov picu pro-kontra soal jasa dan kontroversi Orde Baru.(Tribun Kaltim) 

Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto kembali memicu perdebatan publik.

Sejumlah tokoh menilai jasa Soeharto terhadap pembangunan nasional layak diakui, sementara kelompok masyarakat sipil menyebut usulan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi.

Direktur Eksekutif ToBe Institute, Mochamad Imamudin Salam, meminta publik menilai wacana ini secara objektif dan tidak hanya melihat sisi negatif dari masa pemerintahan Soeharto.

“Kita harus membaca sejarah dengan kepala dingin dan perspektif utuh. Soeharto adalah bagian penting dari perjalanan republik ini, dengan kontribusi besar terhadap pembangunan nasional," kata Imamudin di Jakarta Pusat, Sabtu (8/11).

Menurut Imam, kepemimpinan Soeharto berlangsung di tengah situasi politik yang penuh ancaman.

Ia menyinggung peran Soeharto dalam mempertahankan Yogyakarta pasca-kemerdekaan, operasi penumpasan G30S/PKI, hingga kebijakan pembangunan lewat Supersemar.

"Pelanggaran HAM memang harus jadi pelajaran, tapi itu tidak otomatis menghapus jasa seseorang terhadap bangsa. Kita tidak bisa menulis ulang sejarah dengan menghapus kontribusi yang terbukti membawa Indonesia menuju stabilitas,” tegasnya.

Baca juga: Respons Jokowi soal Usulan Soeharto dan Gus Dur jadi Pahlawan Nasional

Terkait tudingan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di masa Orde Baru, Imam menilai hal itu sebagai fenomena struktural yang juga terjadi di banyak negara berkembang.

"Program swasembada pangan, pembangunan desa, peningkatan kesejahteraan petani, sampai kebijakan ekonomi pro-rakyat itu semua tidak bisa diabaikan,” jelasnya.

Imam menolak anggapan bahwa pemberian gelar pahlawan berarti “memutihkan” sejarah.

“Gelar pahlawan bukan penghapus dosa sejarah, tapi pengakuan atas jasa besar seseorang terhadap bangsa. Kalau standar kita kesempurnaan moral, maka tak ada yang layak disebut pahlawan,” ujarnya.

Ia juga menyebut usulan Soeharto jadi Pahlawan Nasional sudah beberapa kali muncul sejak 2008 dan mendapat dukungan sebagian besar anggota DPR serta tokoh nasional.

"Usulan itu sudah berkali-kali diajukan—2008, 2010, 2015, dan 2016. Sebagian besar DPR juga setuju. Jadi mau apalagi,” ucapnya.

Sebagai informasi, ToBe Institute yang dipimpin Imam adalah lembaga pelatihan yang fokus pada penguatan nilai kebangsaan dan kepemimpinan strategis, dan telah beberapa kali bekerja sama dengan Lemhannas RI.

Dinilai Mengkhianati Reformasi

Meski sejumlah tokoh menekankan pentingnya membaca sejarah secara utuh, gelombang penolakan terhadap usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto terus menguat.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved