Tribun Kaltim Hari Ini
Cendana Ucapkan Terima Kasih, Soeharto dan 9 Tokoh Lainnya Mendapat Gelar Pahlawan Nasional
Keluarga Soeharto bersyukur atas gelar pahlawan nasional, meski menuai protes soal catatan HAM Orde Baru.
Menurut dia, pemberian gelar kehormatan tersebut seharusnya tidak dapat dilepaskan dari catatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pada masa Orde Baru.
"Sudah berapa banyak penolakan dari kelompok masyarakat bahkan dari rakyat Indonesia sendiri terhadap pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto. Tapi pemerintah seperti tuli dan mengabaikan," ujar Andreas Hugo Pareira dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (10/11).
Pemberian gelar pahlawan nasional seharusnya tidak dilakukan atas dasar kepentingan politik atau kelompok tertentu.
Melainkan sebagai momentum menjaga kesinambungan sejarah dan identitas bangsa.
"Jangan sampai pemberian gelar Pahlawan Nasional hanya demi kepentingan politik atau kepentingan kelompok tertentu karena akan mencederai rasa keadilan bagi rakyat Indonesia," kata Andreas.
Dalam kasus Soeharto, anggota komisi bidang hak asasi manusia (HAM) ini berpandangan bahwa negara seharusnya mempertimbangkan catatan sejarah pelanggaran HAM dan praktik kekuasaan represif.
Dia mengingatkan bahwa terdapat sejumlah peristiwa pelanggaran HAM yang selama ini dikaitkan dengan pemerintahan Orde Baru.
Dia mencontohkan terjadinya kasus penghilangan paksa, penembakan misterius, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Talangsari, hingga rangkaian kekerasan menjelang kejatuhan Soeharto pada Mei 1998.
Baca juga: Alasan Soeharto dan 9 Tokoh Lain Dapat Gelar Pahlawan Nasional Hari Ini
"Kita tidak boleh lupa bahwa Soeharto punya jejak sejarah kelam, yang sudah menjadi pengetahuan umum, khususnya dalam hal pelanggaran HAM dan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) selama ia memimpin negeri ini," tuturnya.
Andreas menekankan bahwa penghargaan terhadap tokoh bangsa harus hadir bersama kesadaran akan sisi terang maupun sisi gelap sejarah, bukan melalui glorifikasi.
"Saya percaya, penghargaan terhadap pahlawan adalah bagian dari rekonsiliasi kebangsaan. Namun rekonsiliasi sejati hanya bisa lahir dari kejujuran sejarah, bukan dari penghapusan jejak masa lalu," pungkasnya.
Sementara Jaringan pecinta KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yakni GUSDURian menolak keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto.
"Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto merupakan sebuah pengkhianatan pada demokrasi, khususnya terhadap
gerakan reformasi yang telah menumbangkan rezim otoritarianisme yang korup," kata Alissa Wahid selaku Direktur GUSDURian sekaligus putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dalam keterangannya, Senin (10/11).
Dia menyebut penganugerahan gelar pahlawan kepada Soeharto justru membuka kembali luka dari salah satu bab paling kelam dalam sejarah bangsa ini.
"Pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto yang berkuasa secara otoriter sebagai Presiden RI selama 32 tahun patut dipertanyakan," imbuh Alissa Wahid.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/2025111_Pahlawan-Nasional-2025.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.