Ledakan di Jakarta Utara

10 Fakta di Balik Kasus Viral Ledakan SMAN 72 Jakarta, Sosok Pelaku dan Motifnya

Kasus ledakan SMAN 72 Jakarta menjadi salah satu tragedi yang paling mengguncang dunia pendidikan di penghujung tahun 2025. 

Tribunnews.com/Reynas Abdila
LEDAKAN SMAN 72 - Polisi menyampaikan perkembangan terbaru terkait penanganan kasus ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).(Tribunnews.com/Reynas Abdila) 
Ringkasan Berita:
  • Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara mengejutkan publik karena pelaku ternyata siswa sendiri yang kesepian, menyimpan dendam, dan terinspirasi pelaku penembakan massal dunia
  • Bom rakitan sederhana dengan daya ledak rendah melukai puluhan siswa, termasuk pelaku yang kini menjalani operasi dekompresi tulang kepala
  • Polisi menegaskan pelaku tidak terkait jaringan teror, tetapi terdorong oleh emosi pribadi dan pengaruh konten ekstrem di dunia maya.

TRIBUNKALTIM.CO - Kasus ledakan SMAN 72 Jakarta menjadi salah satu tragedi yang paling mengguncang dunia pendidikan di penghujung tahun 2025. 

Peristiwa ini tidak hanya meninggalkan luka fisik bagi puluhan siswa dan guru, tetapi juga menyisakan luka batin mendalam di kalangan masyarakat.

Ledakan yang terjadi di masjid sekolah pada Jumat, 7 November 2025 itu semula dikira kecelakaan biasa, namun hasil penyelidikan justru mengungkap kenyataan yang lebih kelam: pelakunya adalah siswa sekolah itu sendiri.

Polda Metro Jaya menyebut bahwa pelaku, seorang remaja berstatus Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), bertindak atas dorongan rasa kesepian, kekecewaan, dan dendam terhadap lingkungan sekitar.

Ia diketahui telah lama merasa tidak diterima, baik di keluarga maupun di sekolah.

Baca juga: Pelaku Terpengaruh Dark Web, Polisi Pastikan Ledakan di SMAN 72 Jakarta Bukan Aksi Terorisme

Tak hanya itu, penyelidikan mengungkap bahwa remaja ini juga terinspirasi dari enam pelaku penembakan massal dunia, bahkan menuliskan nama mereka pada senjata mainan yang digunakan saat kejadian.

Motif ini menunjukkan betapa pengaruh konten kekerasan di internet bisa menanamkan ide ekstrem pada anak yang secara emosional rapuh.

Ledakan di masjid SMAN 72 Jakarta Utara menyebabkan 96 orang terluka, sebagian besar karena terkena serpihan logam dan tekanan udara (over pressure) dari bom rakitan.

 Ironisnya, pelaku juga menjadi korban dari ledakan yang ia buat sendiri. Ia mengalami luka serius di kepala hingga harus menjalani operasi dekompresi tulang kepala, yakni prosedur medis untuk mengurangi tekanan pada otak akibat cedera berat.

Simak 10 fakta lengkapnya yang telah dirangkum berikut ini:

1. Ledakan Mengguncang Masjid Sekolah

Peristiwa ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, terjadi pada Jumat, 7 November 2025. Ledakan terdengar dari arah masjid sekolah, tepat sebelum pelaksanaan salat Jumat.

Akibat kejadian tersebut, 96 orang menjadi korban. Dari jumlah itu, 68 siswa sudah dipulangkan, sedangkan 28 lainnya masih dirawat di berbagai rumah sakit, seperti RS Polri Kramat Jati, RS Islam Cempaka Putih, dan RS Yarsi.

Ledakan menimbulkan kepanikan luar biasa di lingkungan sekolah dan membuat proses belajar-mengajar dihentikan sementara.

2. Sosok Pelaku Ternyata Siswa Sekolah Sendiri

Hasil penyelidikan cepat Polda Metro Jaya mengungkap bahwa pelaku ledakan adalah siswa aktif SMAN 72.

Karena masih di bawah umur, status hukumnya ditetapkan sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) — istilah hukum yang digunakan untuk menyebut anak yang terlibat proses pidana, baik sebagai pelaku, korban, atau saksi.

Proses hukum tetap berjalan, namun dengan pengawasan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) untuk memastikan hak-hak anak tetap terlindungi.

Irjen Asep mengungkapkan bahwa terduga pelaku merupakan anak berkonflik dengan hukum (ABH) yang memiliki kepribadian tertutup.

“ABH dikenal sebagai pribadi tertutup, jarang bergaul, dan tertarik pada konten-konten kekerasan,” ujar Irjen Asep dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (11/11/2025).

Kapolda menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, ABH bertindak secara mandiri dan tidak memiliki keterkaitan dengan jaringan terorisme mana pun.

“Dari hasil penyelidikan, anak tersebut merupakan siswa aktif di sekolah dan bertindak sendiri, tidak ada indikasi keterlibatan jaringan tertentu,” jelasnya.

3. Motif: Kesepian, Tidak Diterima, dan Dendam

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin, menjelaskan bahwa motif utama pelaku adalah rasa kesepian dan terisolasi secara sosial.

“Terduga pelaku merasa sendiri dan merasa tidak ada yang menjadi tempat untuk menyampaikan keluh kesahnya, baik di lingkungan keluarga, lingkungan sendiri, maupun lingkungan sekolah,” ujar Iman pada 11 November 2025.

Kondisi psikologis itu membuat pelaku menumbuhkan rasa dendam terhadap orang-orang di sekitarnya yang dianggap tidak peduli. Ia kemudian mulai mencari pelampiasan melalui dunia maya dan konten kekerasan ekstrem.

4. Terinspirasi dari Pelaku Penembakan Massal Dunia

Menurut AKBP Mayndra Eka Wardhana, PPID Densus 88 Antiteror Polri, pelaku terinspirasi oleh enam pelaku penembakan massal internasional.

Ia bahkan bergabung dengan komunitas daring yang mengidolakan para pelaku kekerasan ekstrem.
Beberapa sosok yang menjadi idolanya antara lain:

Dylan Klebold & Eric Harris – pelaku penembakan Columbine High School (AS, 1999), berpaham Neo Nazi.
Dylann Storm Roof – pelaku penembakan gereja Charleston (2015).
Alexandre Bissonnette – pelaku penembakan masjid di Quebec (2017).
Brenton Tarrant – pelaku penembakan masjid di Christchurch (2019).
Natalie Lynn Rupnow – pelaku penembakan di sekolah Wisconsin (2024).

“Yang bersangkutan tidak memiliki ideologi tertentu, namun terinspirasi oleh mereka. Bahkan nama Tarrant dan Bissonnette tertulis di senjata mainan (dummy gun) milik pelaku,” ujar Mayndra.
 
5. Pelaku Merakit Bom Sendiri dengan Bahan Sederhana

Kombes Henik Maryanto, Komandan Satuan Brimob Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa bom rakitan itu menggunakan bahan berdaya ledak rendah namun berpotensi melukai.
Komponen bom terdiri dari:

4 baterai AAA,
Sakelar rocker (saklar kecil on/off),
Remote control,
Potasium klorida (zat kimia yang biasanya digunakan sebagai pupuk atau pengawet, namun dapat bereaksi kuat bila tercampur bahan tertentu),
serta paku seng dan baja sebagai proyektil.

Henik menyebut bom diaktifkan jarak jauh menggunakan remote, dan ditemukan dua titik kawah ledakan (crater) di masjid sekolah.

“Power berasal dari empat baterai AAA dengan bahan potasium klorida. Remote ditemukan di taman baca sekolah,” jelas Henik.
 
6. Ada 7 Bom Lain Ditemukan di Area Sekolah

Setelah olah TKP, tim Gegana dan Jibom (Penjinak Bom) menemukan tujuh bom rakitan tambahan yang belum meledak.

Sebagian ditemukan di tong sampah dan taman baca, sebagian lagi di sekitar area belakang sekolah.

Untungnya, bom-bom tersebut berhasil diamankan dalam keadaan masih aktif dan tidak sempat memicu ledakan lanjutan.

Temuan ini menunjukkan bahwa pelaku sudah menyiapkan rangkaian aksi yang terencana meski dengan alat sederhana.

7. Kronologi Aksi dari Rekaman CCTV

Hasil analisis digital forensik terhadap dua DVR merek HighLook dan HikVision yang merekam 48 titik kamera CCTV berhasil merekonstruksi tindakan pelaku secara detail:

07.28 WIB: Pelaku tiba di sekolah mengenakan seragam lengkap, membawa tas merah di punggung dan tas biru di tangan.
Pagi – siang: Ia terlihat mondar-mandir di area ruang seni dan ruang kepala sekolah.
11.43 WIB: Pelaku tanpa alas kaki, mengenakan celana panjang, berjalan ke arah masjid.
11.44 WIB: Ia masuk ke masjid sambil membawa tas merah, memantau situasi dalam dan luar.
12.05 WIB: Pelaku melepas seragam, hanya mengenakan kaus putih dan celana hitam, sambil membawa dummy gun.
Beberapa detik kemudian: Ledakan besar terjadi di dalam masjid, diikuti kilatan cahaya merah dan asap putih di rekaman CCTV.
12.20 WIB: Siswa berlarian panik keluar dari masjid dan koridor lantai satu timur.

Menurut Kombes Roberto GM Pasaribu, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, rekaman 16 channel utama menjadi bukti penting untuk melacak langkah pelaku sebelum ledakan.

8. Pelaku Juga Jadi Korban: Jalani Operasi Dekompresi Tulang Kepala

Fakta terbaru yang mengejutkan: pelaku juga ikut menjadi korban ledakan yang ia buat sendiri.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Iman Imanuddin menerangkan luka itu akibat terduga pelaku diduga ingin meledakkan diri.

Menurutnya, terduga pelaku yang merupakan anak berkonflik dengan hukum berupaya meledakkan bom di bagian kepalanya.

 “Sengaja meledakkan itu di bagian kepalanya,” ujar Kombe Iman saat konferensi pers penanganan insiden ledakan SMAN 72 Jakarta di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan,  Selasa (11/11/2025).

Ia mengalami luka serius di bagian kepala dan wajah, akibat benturan keras dan tekanan udara ledakan.
Pelaku kemudian dilarikan ke rumah sakit dan menjalani operasi dekompresi tulang kepala.

Istilah dekompresi tulang kepala mengacu pada tindakan medis untuk membuka sebagian tulang tengkorak agar tekanan dalam otak berkurang — prosedur ini biasa dilakukan pada kasus trauma kepala berat.

Kondisinya kini berangsur stabil, namun masih dalam pengawasan medis ketat serta penjagaan aparat.

9. Polisi Pastikan Tidak Ada Jaringan Teror di Baliknya

Polda Metro Jaya menegaskan bahwa aksi ini tidak berkaitan dengan jaringan terorisme mana pun.
Motif pelaku murni psikologis dan emosional, bukan ideologis.

Ia hanya terpengaruh oleh konten ekstrem di internet, bukan bagian dari kelompok teror tertentu.

“Ini bukan tindakan terorisme. Tidak ada indikasi keterlibatan jaringan. Semua motif berasal dari dorongan pribadi dan masalah psikis,” tegas Kombes Iman Imanuddin.
 
10. Dampak dan Langkah Lanjutan Polisi

Selain korban luka fisik, banyak siswa mengalami trauma psikologis akibat suara ledakan dan pemandangan setelahnya.

Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Psikolog Polri dan Dinas Pendidikan DKI untuk memberikan konseling bagi siswa dan guru.

Barang bukti yang disita antara lain:

Tas pelaku,
Sisa bom rakitan,
Senjata mainan,
Remote, serta sketsa rancangan bom.
Pasal yang dikenakan mencakup:

Pasal 80 ayat (2) jo Pasal 76C UU Perlindungan Anak,
Pasal 187 KUHP (tindak pidana peledakan),
dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat RI No. 12/1951 tentang kepemilikan bahan peledak.
 

Artikel dirangkum dari artikel yang telah tayang di tribunnews.com/topic/ledakan-di-jakarta-utara

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved