Upah Minimum 2026

UMP 2026, Serikat Buruh Usul Kenaikan Berbasis Sektor Pekerjaan Bukan Daerah, DPR Kritik Pemerintah

UMP 2026, serikat buruh usul kenaikan berbasis sektor pekerjaan bukan daerah, DPR kritik pemerintah lalai, Selasa (18/11/2025).

canva.com
UMP 2026 - ILUSTRASI Gaji. UMP 2026, serikat buruh usul kenaikan berbasis sektor pekerjaan bukan daerah, DPR kritik pemerintah lalai, Selasa (18/11/2025). (canva.com) 

Ia memberikan contoh perhitungan di Jawa Barat. Dengan UMP sekitar Rp 2,2 juta, kenaikan 3,75 persen hanya menambah upah sebesar Rp 80.000.

Said menyebut angka tersebut sangat tidak layak dan menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap kebutuhan buruh.

Baca juga: Prediksi Besaran UMP dan UMK 2026 Kalimantan Timur, Cek Jadwal Penetapannya

Said menegaskan penolakan total terhadap rumus kenaikan upah tersebut.

Ia membandingkan dengan penetapan UMP 2025, ketika Presiden Prabowo Subianto disebut menggunakan indeks tertentu yang lebih besar, yakni di kisaran 0,8 hingga 0,9.

Sementara tahun ini, Menaker hanya menetapkan rentang 0,2 hingga 0,7.

Perbedaan ini, menurutnya, menunjukkan bahwa kebijakan Menaker tidak sejalan dengan arahan Presiden.

“Presiden memberikan indeks tertentu itu tahun lalu 0,8 sampai 0,9, mendekati 0,9.Ya kalau sekarang Menaker ngasih 0,2 sampai 0,7, Presidennya saja 0,8 sampai 0,9, itu kan artinya melawan Presiden, udah mundur saja kalau nggak mau mendengarkan Presiden, malah mendengarkan pengusaha hitam dan Dewan Ekonomi Nasional," tuturnya saat konferensi pers Selasa (18/11/2025).

Kelalaian Serius Pemerintah

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Edy Wuryanto, menilai keterlambatan pemerintah dalam menyiapkan landasan hukum penetapan Upah Minimum (UM) 2026, sebagai bentuk kelalaian serius yang berdampak langsung pada pekerja dan pelaku usaha. 

Hingga memasuki batas waktu sebagaimana diatur dalam PP 36/2021, Kementerian Ketenagakerjaan belum menentukan regulasi yang akan menjadi dasar penetapan UM.

Edy mengingatkan bahwa PP 36/2021 telah menetapkan tenggat bagi gubernur untuk menetapkan UM provinsi paling lambat 21 November, serta UM kabupaten/kota paling lambat 1 Desember. 

"Jika regulasinya saja tidak disiapkan, bagaimana mungkin kepala daerah bisa bekerja sesuai mandat? Pemerintah pusat tidak boleh menjadi sumber kekacauan," kata Edy kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).

Dia menilai situasi ini mengulang pola buruk tahun sebelumnya, ketika presiden mengumumkan kenaikan UM 2025 sebesar 6,5 persen tanpa proses regulatif yang transparan, yang kemudian diikuti dengan terbitnya Permenaker yang menyesuaikan angka tersebut. 

"Upah itu bukan angka yang turun dari podium lalu disulap jadi kebijakan. Negara ini punya hukum. Penetapan UM tidak boleh bertumpu pada pernyataan," ucapnya. 

Edy menilai, pemerintah seharusnya memastikan regulasi hadir sebelum kebijakan diumumkan.

Dia juga menyoroti pemberlakuan angka kenaikan tunggal seperti 6,5 persen pada UM tahun lalu karena dinilai merugikan pekerja di daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. 

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved