Berita Regional Terkini
Kisah Pilu Bayi Orangutan Korban Tambang Ilegal Kalimantan Barat, Ada Cedera Traumatis
Bayi primata orangutan yang diperkirakan berusia sekitar dua tahun ini kemudian diberi nama Randy di Kalimantan Barat
Ringkasan Berita:
- Ada individu bayi orangutan jantan, bernama Randy, sekitar dua tahun, ditaruh di kandang sempit kini diselamatkan;
- Lokasi penemuan orangutan di kawasan Pertambangan Emas Tanpa Izin Sayan, Desa Riam Dadap, Ketapang, Kalimantan Barat;
- Orangutan ini dipelihara secara ilegal selama sekitar satu bulan oleh seorang penambang bernama Hendro.
TRIBUNKALTIM.CO, KETAPANG – Secercah harapan muncul di tengah maraknya kerusakan hutan di Kalimantan Barat (Kalbar).
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar bersama dengan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) berhasil mengevakuasi seekor bayi orangutan jantan dari kawasan pertambangan emas ilegal.
Bayi primata yang diperkirakan berusia sekitar dua tahun ini kemudian diberi nama "Randy."
Kehadirannya seorang diri tanpa induk di lokasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Sayan, Desa Riam Dadap, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, ini memicu kekhawatiran besar. Tim konservasi menduga, induk Randy telah dibunuh.
Kepala BKSDA Kalbar, Murlan Dameria Pane, menjelaskan bahwa Randy ditemukan dalam kondisi dipelihara secara ilegal oleh seorang penambang bernama Hendro selama kurang lebih satu bulan.
Baca juga: 6 Orangutan akan Dilepasliarkan, BOSF Ajukan Pemanfaatan Pulau Teluk Balikpapan dan Mahakam Kaltim
“Selama dipelihara, Randy ditempatkan di kandang sempit berukuran 120 x 50 x 50 sentimeter. Asupan makanannya pun tidak layak, hanya berupa pisang, umbut, roti, dan air putih,” ujar Murlan dalam keterangan tertulis pada Senin (24/11/2025).
Awalnya, Hendro menemukan Randy sendirian di hutan dekat area tambang. Ia bahkan sempat berniat menjual satwa dilindungi tersebut.
Beruntung, ada warga yang menyadarkannya mengenai ancaman hukum atas kepemilikan orangutan.
“Setelah diberi tahu soal hukum, Hendro melapor ke BKSDA dan menyerahkan Randy,” tambah Murlan.
Ada Bukti Cedera Traumatis Lama
Mengingat lokasi penemuan Randy berada di kawasan PETI, sebuah wilayah yang dikenal sering memicu konflik satwa dan kerusakan habitat, tim gabungan BKSDA dan YIARI segera melakukan evakuasi.
Langkah ini diambil karena bayi orangutan sangat rentan terhadap stres, kekurangan gizi, dan penyakit dari lingkungan yang tidak higienis.
BKSDA Kalbar menyampaikan apresiasi tinggi kepada warga yang berani melapor.
“Habitat orangutan kian terfragmentasi akibat aktivitas manusia. Diperlukan sinergi dari semua pihak untuk menjaga kelangsungan hidup mereka,” tegas Murlan.
Baca juga: Balai KSDA Kaltim Selamatkan 28 Orangutan di Awal 2025, Komitmen Jaga Keanekaragaman Hayati
Setelah dievakuasi, Randy menjalani pemeriksaan awal oleh dokter hewan YIARI, Ishma.
Secara umum, kondisi Randy dinyatakan stabil. Namun, pemeriksaan mendalam mengungkapkan adanya temuan yang mengkhawatirkan: bekas patah tulang lama pada paha kiri yang sudah mulai menyatu.
Cedera ini kemungkinan terjadi lebih dari empat minggu yang lalu.
"Hal ini mengindikasikan bahwa Randy telah mengalami kejadian traumatis sebelum ia dipelihara,” jelas Ishma.
Sementara itu, parameter vital seperti suhu tubuh, detak jantung, dan pernapasan Randy berada dalam batas normal.
Saat ini, Randy telah dibawa ke pusat rehabilitasi YIARI di Desa Sungai Awan Kiri untuk menjalani karantina wajib selama delapan minggu.
Selama masa ini, Randy akan mendapatkan penanganan lanjutan terkait patah tulangnya serta skrining untuk penyakit menular.
Indikasi Kuat Induk Tewas Diburu
Temuan bayi orangutan sendirian seperti kasus Randy hampir selalu menandakan nasib tragis bagi sang induk. Menurut Ishma, di alam liar, bayi orangutan bergantung penuh pada induknya hingga usia enam sampai delapan tahun.
“Oleh karena itu, penemuan bayi sendirian sudah menjadi indikasi kuat bahwa induknya telah dibunuh,” ungkap Ishma.
Baca juga: Sepanjang 2024 hingga Awal 2025, BKSDA Kaltim Selamatkan 37 Orangutan
Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyoroti kasus ini sebagai cerminan tekanan berat yang dialami populasi orangutan liar. Aktivitas PETI tidak hanya merusak hutan, tetapi juga membuka peluang besar bagi perburuan dan pengambilan bayi orangutan.
Dalam setiap kasus pengambilan bayi, populasi liar kehilangan dua individu sekaligus, yaitu bayi dan induknya.
Mengingat laju reproduksi orangutan yang sangat lambat.
"Ini adalah pukulan yang sangat serius bagi upaya konservasi kita,” tutup Silverius.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Bayi Orangutan Tinggal di Area Pertambangan Ilegal Kalimantan Barat, Induk Dibunuh
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/2025124_Bayi-Orangutan-di-Kalimantan-Barat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.