OPINI
Merdeka, tapi Masih Antre Beras
Di balik perayaan Hari Kemerdekaan, muncul pertanyaan ironis: apakah arti kemerdekaan yang sejati jika rakyat masih berjuang memenuhi kebutuhan.
Oleh: Sumarsono, Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim
MINGGU, 17 Agustus 2025 kemarin merupakan hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Delapan puluh tahun yang lalu, bangsa Indonesia menyatakan merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Tepatnya, pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mulai dibacakan oleh Ir. Soekarno didampingi Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta."
Setelah pembacaan teks Proklamasi, bendera pusaka Merah Putih pun dikibarkan untuk pertama kalinya yang disaksikan oleh masyarakat di Jakarta. Mulai saat itulah, Indonesia merdeka.
Dan, seluruh rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan dengan berbagai cara.
Bendera Merah Putih berkibar di setiap sudut, dari halaman rumah hingga kantor-kantor pemerintah, menjadi simbol kokohnya bangsa ini.
Baca juga: Harga Beras Sempat Tembus Rp1 Juta, Pemkab Mahakam Ulu Gelar Pangan Murah
Namun, di balik kemegahan perayaan Hari Kemerdekaan, terkadang muncul pertanyaan ironis: apakah arti kemerdekaan yang sejati jika rakyat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup paling dasar?
Beberapa hari belakangan ini, rakyat masih antre beras, karena mereka kesulitan mendapatkan beras di pasaran.
Meskipun bukan berarti rakyat tak mampu membeli beras.
Fakta bahwa ada kelangkaan beras di beberapa daerah jelas menunjukkan masyarakat masih belum “merdeka”.
Secara simbolis, kemerdekaan memang telah kita raih, dengan ditandai pengebiran bendera Merah Putih.
Kita memiliki identitas bangsa, bendera, dan lagu kebangsaan. Tetapi, bagi banyak orang, kehidupan sehari-hari terasa semakin sulit.
Tidak hanya persoalan beras, fasilitas pendidikan masih minim, guru honorer menunggu kejelasan nasib, dan banyak anak berangkat ke sekolah dengan perut kosong, mengikis semangat mereka untuk bermimpi.
Ajaib, Defisit Anggaran Namun Duit Ratusan Miliar Justru Nganggur |
![]() |
---|
Kini Bertani Tak Lagi Manual: Inovasi UMY Bawa Digitalisasi ke Ladang, Aplikasi Bantu Kerja Petani |
![]() |
---|
Dinamika Pengaturan Tanah Telantar, Wajah Politik Kebijakan Pertanahan RI |
![]() |
---|
Bela Tanah Air di Bingkai Demokrasi : Klarifikasi Indoktrinasi di Pendidikan Kesadaran Bela Bangsa |
![]() |
---|
Belajar dari Kasus Bupati Pati: Perlunya Kepala Daerah Memahami Proses Pengambilan Kebijakan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.