Berita Berau Terkini
Antara Luka dan Kasih, Korban KDRT di Berau Banyak yang Cabut Laporan karena Kasihan pada Suami
Kasus KDRT di Berau masih terjadi, banyak laporan dicabut karena faktor iba dan ekonomi, meninggalkan luka batin bagi korban
Penulis: Renata Andini Pengesti | Editor: Amelia Mutia Rachmah
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB - Kasus KDRT di Berau hingga kini masih menjadi persoalan serius yang terus ditangani aparat kepolisian. Berdasarkan catatan Polres Berau, sepanjang tahun 2024 tercatat 5 kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Hingga 20 Agustus 2025, sebanyak 3 kasus telah resmi berjalan dalam proses hukum.
Namun, angka tersebut sejatinya belum sepenuhnya mencerminkan kenyataan di lapangan. Kanit PPA Polres Berau, Iptu Siswanto, mengungkapkan laporan yang masuk sebenarnya lebih banyak dari jumlah yang tercatat.
“Banyak yang melapor, tetapi banyak juga yang mencabut laporannya,” ungkapnya kepada Tribunkaltim.co, Rabu (20/8/2025).
Pencabutan laporan, menurut Siswanto, umumnya dilatarbelakangi rasa iba.
Baca juga: KDRT Terjadi di Samarinda, Suami Tega Tendang Istri yang Baru Operasi, Tersangka Diamankan Polisi
Banyak perempuan yang menjadi korban KDRT akhirnya mengurungkan niat melanjutkan kasus karena kasihan kepada suami, terutama dengan alasan anak yang masih membutuhkan kehadiran ayahnya.
“Biasanya mereka masih merasa kasihan dengan suami. Misalkan kasihan karena anak butuh ayahnya. Banyak kasus seperti itu,” katanya.

Sementara itu, kasus yang tetap berlanjut biasanya datang dari korban dengan kondisi ekonomi mapan.
Mereka cenderung memiliki keberanian untuk tidak mencabut laporan karena merasa mampu berdiri sendiri.
Siswanto menambahkan, tak jarang korban datang dengan wajah lebam dan tubuh penuh luka akibat dipukul, bahkan dengan benda sehari-hari seperti kemoceng.
Baca juga: Ketua DPRD Dorong Pembentukan BNNK di Berau untuk Perangi Narkoba
“Banyak yang lebam karena kekerasan. Ada pula yang melaporkan secara diam-diam tanpa sepengetahuan suami,” jelasnya.
Polres Berau mencatat, faktor pemicu KDRT sebagian besar dipengaruhi oleh persoalan ekonomi dan kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga.
Meski demikian, setiap laporan tetap diproses sesuai hukum. Prosedur awal yang ditempuh adalah mediasi, namun jika laporan tidak dicabut, penyidikan dilanjutkan hingga proses hukum berjalan.
“Hukuman untuk pelaku KDRT maksimal 7 tahun penjara. Setiap laporan yang tidak dicabut, pelakunya sudah menjalani proses hukum dan ditahan,” tegas Siswanto.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa kasus KDRT bukan sekadar persoalan hukum, melainkan juga terkait kondisi sosial, ekonomi, dan ikatan emosional korban terhadap pelaku.
Di balik angka-angka kasus yang tercatat, ada kisah pilu para perempuan yang memilih diam demi anak, rumah tangga, atau perasaan kasihan yang tak jarang justru melanggengkan lingkar kekerasan. (*)
Disbudpar Berau Wajibkan SOP Keselamatan di Semua Destinasi Wisata Air |
![]() |
---|
PKK Berau Kunjungi 4 Anak Terdampak Stunting, Beri Bantuan hingga Edukasi |
![]() |
---|
Tunjangan Profesi Guru di Berau Capai Rp32,2 Miliar, Tersalur Langsung ke Rekening hingga Juni |
![]() |
---|
Khidmat HUT ke-80 RI di Berau, Bupati Sri Juniarsih Ajak Warga Jaga Persatuan dan Nasionalisme |
![]() |
---|
Suku Banua Berau Jaga Tradisi, Timbang Bayi Lahir di Bulan Safar Pakai Buah untuk Harapan Baik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.