Berita Bontang Terkini
Alasan Walikota Bontang Tolak Pemangkasan Dana Bagi Hasil, Neni Moerniaeni Minta Dukungan APEKSI
Alasan Walikota Bontang, Neni Moerniaeni menolak pemangkasan Dana Bagi Hasil. Neni Moerniani akan minta dukungan dari APEKSI
Penulis: Muhammad Ridwan | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG – Walikota Bontang, Neni Moerniaeni menolak rencana pemerintah pusat memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) untuk daerah pada 2026 mendatang.
Menurut Walikota Bontang, Neni Moerniaeni, kebijakan Pusat memangkas DBH akan membuat daerah terguncang, terutama kepada daerah seperti Bontang yang sangat bergantung pada transfer pusat.
Untuk menolak pemangkasan DBH tersebut, Walikota Bontang, Neni Moerniaeni berencana menggalang dukungan dari daerah lain melalui Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Kota Bontang adalah salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur.
Baca juga: Wawali Agus Haris Akui Pemangkasan DBH Berdampak, Pemkot Bontang Cari Sumber PAD Baru
Kota Bontang terletak di pesisir timur pulau Kalimantan, lokasinya berjarak sekitar 120 km dari Samarinda, ibu kota Provinsi Kaltim.
Rabu (03/09/2025), Walikota Bontang Neni Moerniaeni mengatakan, “Kami menolak pemangkasan anggaran untuk daerah yang hidupnya bergantung pada dana transfer.”
Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Bontang mencatat, asumsi pengurangan dana transfer bisa mencapai Rp500 miliar.
Jika benar terjadi, APBD 2026 hanya sekitar Rp 2,8 triliun, turun dari Rp 3,1 triliun pada APBD Perubahan 2025.
Potensi pemangkasan ini dinilai mengancam sejumlah program strategis Pemkot Bontang.
Neni berharap, jika dana dipotong, pemerintah pusat bisa mengganti lewat program khusus atau melalui bantuan keuangan (Bankeu) Provinsi Kaltim, misalnya untuk penanganan banjir dan perbaikan jalan rusak.
“Kami minta kebijaksanaan. Karena ini untuk masyarakat. Banyak program yang mau dijalankan,” katanya.
Pasti Berdampak
Sebelumnya, Wakil Walikota Bontang, Agus Haris, mengakui pemangkasan DBH akan berdampak pada belanja daerah.
Karena itu, Pemkot Bontang mulai menyiapkan langkah antisipasi dengan mencari sumber baru untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Agus Haris menyebut kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan langsung berpengaruh pada porsi belanja pemerintah daerah.
“Dampak pasti ada,” ujar Agus Haris kepada Tribunkaltim.co saat ditemui dalam operasi pasar di Berbas Pantai, Kamis (28/8/2025).
Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Provinsi Kalimantan Timur diproyeksikan menyusut hingga 75 persen pada 2026.
Proyeksi ini menimbulkan kekhawatiran akan keberlanjutan pembangunan serta pelayanan dasar di daerah.
Pemerintah Kota Bontang sebagai salah satu dari 10 kabupaten/kota di Kaltim juga dipastikan terdampak, sebab DBH dan bantuan keuangan (benkeu) provinsi menjadi penopang pembangunan di luar dari anggaran utama APBD.
Meski begitu, politikus Gerindra ini menilai kebijakan efisiensi yang berjalan sejak awal pemerintahan Prabowo-Gibran diputuskan untuk kepentingan negara.
“Mungkin ada yang lebih urgent, ada yang lebih prioritas sehingga ada pemangkasan itu,” katanya.
Pemangkasan DBH tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN yang berlaku sejak 29 Juli 2025.
Data Ditjen Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan mencatat, pagu anggaran transfer ke Kaltim tahun 2025 sebesar Rp 8,717 triliun, namun realisasi hingga Agustus baru Rp 4,740 triliun atau 54 persen.
Dari Dana Transfer Umum (DTU) TA 2025, Kaltim memperoleh Rp 7,14 triliun, dengan komposisi terbesar DBH senilai Rp 6,07 triliun.
Lebih jauh, Agus Haris menyebut Pemkot Bontang sudah menyiapkan langkah antisipasi.
Tim khusus keuangan dan TAPD diminta memetakan potensi yang bisa menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD), mulai dari sektor Perusahaan Daerah (Perusda) hingga pariwisata.
“Kami sudah melakukan rapat dengan TAPD dan tim khusus ekonomi untuk merumuskan bagaimana perusahaan daerah bisa menghasilkan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pemerintah pusat secara tidak langsung menuntut daerah agar mandiri secara fiskal.
Salah satu sektor yang diandalkan adalah pengelolaan Pelabuhan Loktuan, yang saat ini dianggap belum terkelola secara maksimal oleh Perusda.
“Mungkin bulan depan sudah ada keputusan besar, salah satunya terkait Pelabuhan Loktuan.
Selama ini pengelolaannya masih amatiran, jadi PAD dari situ belum maksimal,” jelasnya.
Proyek Infrastruktur Bisa Tertunda
Agus Haris juga mengakui, efisiensi anggaran berpotensi membuat sejumlah proyek infrastruktur tertunda.
Salah satunya rencana pembangunan jalan layang di Bontang Kuala.
“Kemarin kita rencanakan lewat APBD, tapi dengan adanya perubahan ini, kami coba usulkan lewat pembiayaan APBN.
Komunikasi dengan Balai Jalan sudah berjalan,” bebernya.
Meski demikian, ia menegaskan Pemkot Bontang tidak akan melakukan protes ke pusat.
“Kami memahami kondisi ini. InsyaAllah, kita bisa menyesuaikan dengan situasi,” katanya.
Baca juga: POPULER KALTIM: Efek Pemangkasan DBH Bontang, Okupansi Hotel IKN Meroket, Penipuan Investasi Tambang
(TribunKaltim.co/Muhammad Ridwan)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Fiskal Kaltim Dikebiri Pusat, Dana Bagi Hasil Terpangkas, Daerah Dipaksa Bertahan |
![]() |
---|
Kontradiksi Sawit Kaltim, Luas Kebun Naik, Dana Bagi Hasil Malah Turun |
![]() |
---|
Pengamat Sebut Kaltim Harus Nikmati Hasil DBH Sawit dan Sharing Profit Batubara |
![]() |
---|
Kehilangan Dana Bagi Hasil Rp 1,6 Triliun, Kukar Kecewa tak Dilibatkan dalam IKN Nusantara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.