Tapal Batas Sidrap
MK Putuskan Kampung Sidrap Tetap di Kutai Timur, Pengamat Hukum Unmul: Referendum Lebih Bagus
Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan Kampung Sidrap tetap di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pengamat hukum Unmul sebut referendum lebih bagus.
Penulis: Raynaldi Paskalis | Editor: Muhammad Fachri Ramadhani
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan Kampung Sidrap tetap di Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Pengamat hukum Unmul, Herdiansyah Hamzah sebut referendum lebih bagus dalam menyelesaikan persoalan tapal batas Kampung Sidrap antara Kutai Timur dan Bontang.
Referendum adalah mekanisme demokrasi langsung di mana rakyat memberikan suara untuk menyetujui atau menolak suatu kebijakan, undang-undang, atau keputusan politik tertentu.
Sebagai informasi, Pemerintah Kota Bontang harus menelan pil pahit usai pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini.
Herdiansyah Hamzah, menyoroti aspek penting yang terabaikan dalam sengketa ini.
Baca juga: Sengketa Kampung Sidrap, Bontang Masih akan Perjuangkan lewat DPR, Kutim sebut tak Ada Lagi celah
Menurutnya, dalam permasalahan tapal batas, warga justru menjadi pihak yang tidak diperhitungkan dan diabaikan kepentingannya.
"Problem tapal batas itu kan sebenarnya problem dimana warga itu menjadi pihak yang dinafikan gitu ya," ujar Castro sapaan akrabnya, Kamis (18/9/2025).
Herdiansyah menekankan pentingnya melibatkan warga sebagai pihak utama yang terdampak dalam penyelesaian konflik ini.
Sejak awal, dia mengusulkan agar permasalahan tapal batas diserahkan kepada warga untuk menentukan pilihan mereka sendiri.
Akademisi hukum tersebut berpandangan bahwa perspektif warga seharusnya menjadi pegangan utama dalam penyelesaian sengketa.
"Kalau misalnya dibuat referendum ke warga, mana yang mayoritas pilihannya di warga? Apakah mengikuti bontang atau mengikuti kutim? Harusnya itu yang didengar," Herdiansyah.
Dia menganalisis bahwa konflik yang terjadi selama ini lebih mengarah pada perseteruan antara pemerintah Kota Bontang dan Pemerintah Kabupaten Kutim, bukan berasal dari warga itu sendiri.
Baca juga: Anggota DPRD Kaltim Agusriansyah Ridwan Minta Sudahi Perdebatan Kampung Sidrap
Oleh karena itu, memberikan ruang kepada warga untuk menentukan nasib mereka sendiri merupakan pendekatan yang lebih demokratis.
Konsep yang diusulkan Herdiansyah ini dalam konteks hukum internasional dikenal sebagai prinsip self-determination atau penentuan nasib sendiri.
Namun dalam kasus ini, referendum tidak dimaksudkan untuk kemerdekaan, melainkan untuk mengetahui preferensi mayoritas warga mengenai afiliasi administratif wilayah mereka.
"Mestinya pendapat warga yang didengar, bukan wali kota Bontang atau bupati Kutim kan, yang terjadi kan seperti itu," tegasnya,
Herdiansyah meyakini bahwa jika referendum dilakukan, warga akan memilih berdasarkan pertimbangan praktis, terutama kemudahan akses terhadap layanan administrasi pemerintahan.
Faktor geografis dan aksesibilitas akan menjadi pertimbangan utama masyarakat dalam menentukan pilihan.
Dosen Unmul ini yakin bahwa warga cenderung memilih tempat yang memberikan kemudahan terbesar dalam mengurus berbagai keperluan administratif mereka.
"Coba buat referendum itu lebih bagus," pungkasnya.
Baca juga: Sengketa Kampung Sidrap Antara Kutim dan Bontang Tungggu Putusan Mahkamah Konstitusi
Apa Itu Referendum?
Referendum adalah mekanisme demokrasi langsung di mana rakyat memberikan suara untuk menyetujui atau menolak suatu kebijakan, undang-undang, atau keputusan politik tertentu.
Ciri utama referendum:
Dilakukan melalui pemungutan suara rakyat (mirip pemilu, tetapi fokus pada satu isu tertentu).
Biasanya digagas oleh pemerintah atau lembaga legislatif untuk meminta legitimasi publik.
Hasil referendum bisa mengikat (wajib dilaksanakan) atau tidak mengikat (hanya sebagai pertimbangan).
Jenis-jenis referendum:
Referendum wajib → biasanya terkait isu fundamental, misalnya perubahan konstitusi.
Referendum fakultatif → diadakan jika ada pihak tertentu (parlemen, kelompok masyarakat) meminta.
Referendum konsultatif → hasilnya tidak mengikat, hanya sebagai masukan.
Contoh referendum di dunia:
Brexit (2016): rakyat Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.
Timor Timur (1999): rakyat memilih merdeka dari Indonesia dalam referendum yang diawasi PBB.
Swiss: sering menggunakan referendum untuk berbagai kebijakan publik.
Di Indonesia, referendum diatur dalam UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum, tetapi praktiknya sudah dicabut sejak era reformasi. Sejak itu, tidak ada dasar hukum untuk menggelar referendum di Indonesia kecuali dalam kasus khusus (seperti yang pernah terjadi di Timor Timur). (Tribunkaltim.co / Raynaldi Paskalis)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.