Breaking News

Gunung Bugis Kampung Narkoba

Stigma Kampung Baru "Kampung Narkoba" Terbentuk Karena Sering Ada Kegiatan Narkoba

Dr. Piatur Pangaribuan A.Md., S.H., M.H., C.L.A., menegaskan bahwa stigma negatif yang telah bertahun-tahun melekat

Penulis: Zainul | Editor: Nur Pratama
Kompas.com
KAMPUNG NARKOBA - Ilustrasi narkoba. (Kompas.com) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Label kampung narkoba yang telah lama melekat pada kawasan Kampung Baru, Kecamatan Balikpapan Barat, dinilai sebagai gambaran nyata lemahnya komitmen dan pengawasan penegakan hukum terhadap peredaran narkoba.

Pengamat sekaligus pakar hukum di Balikpapan, Dr. Piatur Pangaribuan A.Md., S.H., M.H., C.L.A., menegaskan bahwa stigma negatif yang telah bertahun-tahun melekat pada kawasan tersebut tak akan berubah jika aparat penegak hukum tidak menunjukkan keseriusan dalam menutup ruang gerak jaringan pengedar.

Baca juga: Balikpapan Fest 2025 Akan Segera Digelar, Wadah Gerakkan Ekonomi Kreatif dan Menarik Wisatawan

“Kalau sampai di dalam rumah tahanan saja narkoba masih bisa beredar, itu artinya ada yang salah dalam sistem pengawasan dan penegakannya. Bisa jadi penegak hukumnya lemah, atau justru pengedarnya lebih lihai,” tegas Piatur kepada Tribunkaltim.co, Kamis (30/10/2025).

Menurutnya, peredaran narkoba bukan sekadar persoalan penangkapan semata, tetapi juga menyangkut komitmen moral dan tanggung jawab lembaga hukum.

Ia menilai, seberapa pun seringnya operasi dan razia dilakukan, tidak akan berdampak signifikan tanpa kesungguhan dan integritas dari aparat itu sendiri.

“Kalau sudah dibilang penindakan maksimal tapi faktanya masih terjadi, berarti belum maksimal. Jangan sampai seolah-olah penegak hukum ini menyerah. Karena siapa lagi yang bisa diharapkan selain mereka? Mereka adalah ujung tombak pemberantasan kejahatan, termasuk narkoba,” ujarnya.

Lebih lanjut, Piatur menyoroti fenomena framing publik terhadap Kampung Baru sebagai “kampung narkoba”. Menurutnya, persepsi itu muncul karena masyarakat sering mendengar kasus narkoba terjadi di wilayah tersebut, hingga akhirnya terbentuk opini kolektif yang sulit dihapus.

“Label itu terbentuk karena sering ada peristiwa narkoba di sana. Tapi ini sebenarnya merugikan masyarakat Kampung Baru. Dan lebih jauh lagi, ini mencerminkan bahwa Polda Kaltim maupun satgas-satgas narkoba belum bekerja maksimal,” ungkapnya.

Piatur menilai, aparat seharusnya mampu membalikkan citra buruk itu menjadi kampung yang benar-benar bersih dari narkoba. Namun, upaya itu harus dilakukan dengan indikator yang jelas dan berbasis data riil, bukan sekadar laporan administratif yang menggambarkan situasi seolah aman.

“Kebenaran sejati itu keluar dari kondisi nyata masyarakat, bukan hanya dari laporan yang tampak baik di atas kertas. Kalau data aparat bilang aman, tapi di lapangan masih banyak kasus narkoba, berarti datanya bermasalah,” katanya.

Menurut Piatur, salah satu indikator kampung bersih narkoba adalah hilangnya akar-akar persoalan sosial yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkotika, seperti perkelahian, pencurian, dan tindak kriminal lainnya yang berawal dari ketergantungan obat-obatan terlarang.

“Kalau setiap kali ada persoalan, ujungnya selalu karena narkoba, berarti faktanya di lapangan belum berubah. Artinya, masih ada pihak-pihak yang bermain dan harus segera diselesaikan,” tegasnya.

Piatur menambahkan, perubahan citra Kampung Baru tidak bisa hanya mengandalkan slogan atau deklarasi simbolik, tetapi perlu kerja nyata lintas sektor mulai dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, hingga partisipasi aktif masyarakat.

“Framing kampung narkoba ini sudah berlangsung lama. Sekarang saatnya dibalik menjadi kampung bersih narkoba. Tapi itu tidak akan tercapai tanpa transparansi, data yang valid, dan keberanian untuk menindak siapapun yang terlibat, termasuk bila ada oknum penegak hukum,” pungkasnya.(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved