Berita Kutim Terkini

Proyek DME di Kutai Timur, Kementerian ESDM Tinjau Konsesi Batu Bara Milik BUMN untuk Jadi Pemasok

Untuk proyek Dimethyl Ether (DME) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kementerian ESDM tinjau konsesi batu bara milik BUMN untuk jadi pemasok.

Editor: Amalia Husnul A
Grafis dengan AI Copilot
DME KUTIM - Ilustrasi peta Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Untuk proyek Dimethyl Ether (DME) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kementerian ESDM tinjau konsesi batu bara milik BUMN untuk jadi pemasok. (Grafis dengan AI Copilot) 
Ringkasan Berita:
  • Kementerian ESDM akan meninjau tambang batu bara yang dikelola BUMN untuk menjadi pemasok proyek Dimethyl Ether di Kabupaten Kutai Timur (Kutim)
  • Kementerian ESDM juga membuka opsi batu bara swasta jika batu bara BUMN tidak mencukupi
  • Proyek DME merupakan hilirasasi batu bara untuk mengurangi ketergantuan impor LPG
  • Di Kutim, bakal ada investor di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri Kimia yang akan memproduksi DME 

 

TRIBUNKALTIM.CO - Untuk proyek Dimethyl Ether (DME) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membidik tambang batu bara yang dikelola badan usaha milik negara (BUMN) untuk menjadi pemasok.

Proyek DME di Kutim ini adalah hilirisasi batu bara yang merupakan langkah strategis Pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ahmad Erani menyebutkan, apabila tidak terdapat BUMN yang dapat memenuhi kebutuhan pasokan batu bara bagi proyek tersebut, maka pemerintah membuka opsi untuk menggandeng perusahaan batu bara lain di luar BUMN.

Jumat (31/10/2025, Erani mengatakan, “Nanti akan dilihat, kalau memang masih ada beberapa konsesi milik BUMN dan relatif belum terpakai, bisa menggunakan itu.”

Baca juga: Daftar 8 KEK yang Mengantre Ditetapkan Jokowi, termasuk Batuta Chemical Industrial Park di Kutim

Menurut Erani, pemerintah bakal  meninjau sejumlah konsesi batu bara milik BUMN yang masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung proyek DME.

Nantinya batu bara dengan kadar kalori rendah akan dimanfaatkan karena selama ini dianggap tidak memiliki nilai ekonomi tinggi dan belum terserap oleh pasar, namun dinilai cocok untuk kebutuhan produksi DME.

Program hilirisasi batu bara ini menjadi DME di Kutim ini juga sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta cita untuk mencapai kemandirian dan swasembada energi nasional.

Pemerintah menargetkan substitusi penuh LPG ke DME dapat dicapai pada tahun 2040.

Selain memperkuat ketahanan energi nasional, proyek ini juga diharapkan menjadi pendorong transformasi ekonomi di Kalimantan Timur, yang selama ini berkontribusi sekitar 42,8 persen terhadap produksi batu bara nasional.

Satuan Tugas Hilirisasi dan Ketahanan Energi telah menetapkan proyek DME Kutai Timur sebagai salah satu dari 18 proyek prioritas nasional.

Adapun nilai investasi proyek konversi LPG ke DME tersebut diperkirakan mencapai 10,25 miliar dolar AS atau sekitar Rp 164 triliun.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pernah mengatakan Indonesia menargetkan ketahanan energi bisa mencapai 30 hari.

Hal ini sesuai dengan amanat pemenuhan Cadangan Penyangga Energi (CPE) sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2024.

"Berdasarkan Perpres itu harus menambah 30 hari dan itu akan kita bangun di salah satu alternatifnya di Pulau Nipah," beber Bahlil usai rapat terbatas soal hilirisasi, Senin (3/3/2025) seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Investor Proyek DME

Sebelumnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kutim menyebut bakal ada perusahaan yang akan membuat DME di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industri Kutai Timur.

Kepala DPMPTSP Kutim, Darsafani menyebutlan salah satu investor di KEK Industri Kimia Kutim yang bakal hadir adalah PT Prodigy Energy Resoucer yang akan memproduksi DME dan akan sejalan dengan arahan nasional transisi energi dari LPG ke DME.

KEK Industri Kimia Kutim ini menurut Darsafani bakal dihadirkan kembali oleh PT Batuta Chemical Industrial Park (BCIP) dengan usulan Badan Usaha Pembangun dan Pengelola (BUPP) yang berbasis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Sebelumnya, PT BCIP telah berjanji akan membangun pabrik metanol di Desa Sekerat, Kecamatan Bengalon, Kabupaten Kutai Timur bahkan sejak tahun 2021 lalu.

Namun, hingga waktu yang dijanjikan, PT BCIP tidak merealisasikan pembangunan pabrik metanol tersebut.

Terbaru, Darsafani menyebut BCIP kembali mengusulkan investasi dengan BUPP bernama KEK Industri Kimia Kutai Timur.

Dalam rencana bisnisnya, KEK Industri Kimia Kutai Timur memiliki luas di darat 691,79 hektare dan laut 57,11 hektare.

Namun, lahan yang telah dikuasai seluas 641,41 hektare atau 85,64 persen dalam bentuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

"Mereka akan hadir kembali, mereka baru mengusulkan ke Sidang Dewan Nasional, tapi sampai saat ini belum disetujui, usulannya dengan nama KEK Industri Kimia Kutai Timur," ujarnya, Rabu (8/10/2025).

Lanjutnya, KEK Industri Kimia milik PT BCIP akan bergerak di sektor pembangunan dan pengolahan kawasan industri dengan kegiatan usaha produksi dan pengolahan, logistik dan distribusi serta pengembangan energi.

Berdasarkan presentasi dari PT. BCIP, hingga tahun 2030 mendatang, KEK Industri Kimia Kutai Timur akan berinvestasi hingga Rp 61,51 triliun yang terdiri dari badan usaha Rp 10,21 triliun dan pelaku usaha Rp 51,3 triliun.

Kata Darsafani, KEK Industri Kimia Kutai Timur rencananya akan menyerap tenaga kerja hingga 432.964 orang selama 5 tahun ke depan, mulai dari tenaga konstruksi, operasional dan tenaga kumulatif.

"Adapun investor utama KEK Industri Kimia Kutai Timur informasinya dari PT Bumi Etam Chemical yang memproduksi batu bara menjadi Metanol dan PT. Batuta Kimia Perdana yang memproduksi Ammonium Nitrate," jelasnya.

Darsafani mengatakan telah bertemu dengan BCIP.

"Ada Pertamina juga, sementara prosesnya masih mengusulkan di Sidang Dewan Nasional, jadi belum ada SK-nya," katanya.

Apa Itu DME?

Dilansir dari situs resmi Kementerian ESDM, Dimethyl Eter atau DME adalah senyawa organik dengan rumus kimia CH3OCH3 yang dapat dihasilkan dari pengolahan gas bumi, hasil olahan, atau hidrokarbon lain, dan kini diatur penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, DME dapat dimanfaatkan secara langsung maupun sebagai campuran. 

Pemanfaatan langsung berarti penggunaan DME murni 100 persen untuk sektor industri, transportasi, dan rumah tangga.

Sementara, sebagai campuran, berarti digunakan bersama LPG atau LGV dengan komposisi tertentu.

LGV merupakan bahan bakar gas yang diformulasikan untuk kendaraan bermotor yang menggunakan spark ignition engine terdiri dari campuran propane (C3) dan butane (C4).

Singkatnya, LGV merupakan LPG untuk kendaraan.

Karakteristik DME sendiri mirip dengan LPG, baik secara kimia maupun fisika. 

Oleh karena itu, DME dapat memanfaatkan infrastruktur LPG yang sudah ada, seperti tabung, tempat penyimpanan, dan fasilitas penanganan.

Keunggulan lain DME adalah dapat diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan terbarukan seperti biomassa, limbah, dan gas metana batubara (CBM).

Namun, saat ini batu bara berkalori rendah dinilai paling ideal sebagai bahan baku utama pengembangan DME.

Meski industri DME belum berkembang di Indonesia, Kementerian ESDM berencana memperkuat dukungan teknis di dalam negeri, baik dari sisi produksi maupun pemanfaatan.

Dari sisi energi, DME memiliki nilai kalor 7.749 Kcal/kg, sedangkan LPG mencapai 12.076 Kcal/kg.

Meski nilai kalor DME lebih rendah, massa jenisnya lebih tinggi.

Perbandingan efisiensi panas antara DME dan LPG berkisar 1 banding 1,6.

Pemanfaatan DME juga dinilai lebih ramah lingkungan.

DME mudah terurai di udara, tidak merusak lapisan ozon, dan mampu menekan emisi gas rumah kaca hingga 20 persen.

Selain itu, nyala api DME pun disebut lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikulat maupun nitrogen oksida (NOx), serta bebas sulfur.

Sebagai senyawa eter sederhana yang mengandung oksigen (CH3OCH3),

DME berbentuk gas dan memiliki proses pembakaran lebih cepat dibandingkan LPG.

Uji Coba DME 

Balitbang ESDM telah melakukan uji coba penggunaan DME 100 persen di Palembang dan Muara Enim pada Desember 2019 hingga Januari 2020 terhadap 155 kepala keluarga.

Hasilnya, DME dapat diterima masyarakat.

Uji coba campuran DME 20 persen, 50 persen, dan 100 persen juga pernah dilakukan di Kecamatan Marunda, Jakarta, pada 2017 terhadap 100 kepala keluarga.

Hasil uji menunjukkan, DME mudah digunakan untuk menyalakan kompor, api stabil, dan pengendalian nyala mudah.

Namun, waktu memasak disebut 1,1 hingga 1,2 kali lebih lama dibanding LPG.

Baca juga: KEK Maloy di Kutai Timur Dilirik Banyak Investor, Kepala DPMPTSP Ungkap Akan Proses Bentuk BUMD

(TribunKaltim.co/Nurila Firdaus/kompas.com)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved