Berita Berau Terkini

CPNS 2024 di Berau Lapor Ombudsman Dugaan Malpraktik Pembayaran TPP Nakes

Setidaknya ada 358 CPNS formasi tahun 2024 di Kabupaten Berau yang menganggap pemberian TPP tersebut ganjil

TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI PENGESTI
TPP CPNS - Kepala Dinas Kesehatan Berau, Lamlay Sarie, Selasa (4/11/2025). Sejumlah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kabupaten Berau, Kalimantan Timur di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Berau, Formasi Tahun 2024 tengah memperjuangkan hak mereka atas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).  (TRIBUNKALTIM.CO/RENATA ANDINI) 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Sejumlah Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kabupaten Berau, Kalimantan Timur di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Berau, Formasi Tahun 2024 tengah memperjuangkan hak mereka atas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Bahkan dugaan mal-administrasi pun mencuat.

Pasalnya TPP tersebut dinilai belum dibayarkan sesuai ketentuan.

Perwakilan CPNS Formasi 2024, dr Putri menjelaskan, setidaknya ada 358 CPNS formasi tahun 2024 yang menganggap pemberian TPP tersebut ganjil.

Menurutnya, berdasarkan Keputusan Bupati Berau Nomor 242 Tahun 2024 tentang tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Daerah, untuk jabatan seorang dokter dengan keahlian tertentu yang setiap hari menangani pasien masuk kedalam kelas 9 yakni jabatan fungsional, bukan masuk dalam kelas 7 jabatan pelaksana seperti yang tercantum dalam formasi resmi dari BKPSDM. 

"Ini kan keliru. Kami diberikan TPP oleh Pemkab Berau disamakan dengan tenaga pelaksan yang tidak memiliki keahlian khusus," jelasnya didampingi sejumlah rekan sejawat yang bersama-sama memperjuangkan haknya belum lama ini. 

Baca juga: DPRD Kukar Pastikan Perjuangkan TPP ASN di Tengah Penurunan Dana Bagi Hasil

"Jika kami dikelompokkan di kelas 7 di aturan itu, artinya kami hanya mengurus administrasi saja, dan tidak boleh menangani pasien," tambahnya. 

Putri menerangkan, dalam memperjuangkan haknya, pihaknya telah meminta penjelasan dari semua pihak. Mulai dari berkoordinasi dengan BKPSDM Berau, BPKD Berau, dan Sekda Berau.

Bahkan, persoalan pemberian TPP itu juga telah sampai ke meja Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur.

"Semua tahapan untuk mempertanyakan TPP itu kami lakukan. Bahkan ini juga sudah sampai ke Ombudsman. Satu-satunya jawaban, kami diminta menunggu perubahan Perbup yang dijanjikan selesai pada November ini," katanya.

Dia menjelaskan, permasalahan bermula pada 11 Juli 2025. Saat itu, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) mentransfer TPP CPNS di lingkungan Dinas Kesehatan Berau, berdasarkan kelas jabatan pelaksana, bukan sebagai jabatan fungsional. 

Dia mencontohkan, TPP yang seharusnya diterima berdasarkan kelas jabatan yang melekat pada jabatan fungsional sebagai contoh Dokter Umum di daerah Biasa (Perkotaan).

Mereka menerima Rp 8 juta terhitung 80 persen dari Rp10 juta. Sementara Dokter Spesialis sebesar Rp20 juta terhitung 80 persen dari Rp25 juta. 

Sedangkan TPP yang didapatkan adalah sama rata Rp 2,9 juta untuk semua tenaga medis CPNS 2025 di Wilayah Biasa untuk Wilayah terpencil dan sangat terpencil menyesuaikan dengan jabatan kelas 7 pula). Adapun PTT diherikan sebesar 80 persen karena dianggap belum berstatus PNS.

"Jadi kami selaku dokter CPNS baik spesialis maupun tidak spesialis itu hampir rata masuk di jabatan kelas 7 sebagai pejabat pelaksana. Dan ini juga sudah kami sampaikan ke Dinas Kesehatan selaku instansi yang mebawahi kami," paparnya. 

Kondisi tersebut memicu ketidakpuasan para rekan-rekan sejawatnya. Karena dinilai tidak sesuai dengan dasar hukum dan prinsip keadilan bagi CPNS, yang telah menjalankan tugas sesuai jabatan fungsionalnya.

Guna mencari kejelasan, FGD (Focus Group Discussion) digelar Dinas Kesehatan pada 18 Juli 2025, melibatkan berbagai pihak. Mulai dari BKPSDM, BPKAD, Inspektorat, Bagian Hukum Setda, hingga perwakilan CPNS

"Namun, forum tersebut belum membuahkan keputusan jelas mengenai dasar hukum pembayaran TPP sebesar 80 persen untuk CPNS jabatan fungsional yang masuk kedalam kelas 7," paparnya

Tidak tinggal diam, pada 29 Juli 2025, pihaknya dari CPNS formasi Jabatan Fungsional mengirim surat resmi kepada Bupati Berau, Juniarsih Mas. Agar dilakukan peninjauan terhadap Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2024 yang menjadi acuan pembayaran TPP.

"Menindaklanjuti hal itu, BKPSDM melalui telaahan staf pada 11 Agustus 2025 merekomendasikan agar TPP CPNS fungsional dibayarkan sebesar 80 persen dari nilai jabatan fungsional, bukan jabatan pelaksana," jelasnya.

Sayangnya, hingga beberapa bulan setelah rekomendasi itu keluar, belum ada tindak lanjut konkret dari pemerintah daerah. Kondisi ini akhirnya mendorong CPNS melapor ke Ombudsman RI pada awal September 2025 atas dugaan mal-administrasi.

Tidak lama setelah bersurat, laporan tersebut mendapat respons cepat. Ombudsman pun kemudian memanggil seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, untuk dimintai klarifikasi. Termasuk BPKAD, BKPSDM, Dinas Kesehatan, Bagian Hukum, dan Bapelitbang.

"Karena penerapan pemberian TPP ini kami anggap sebagai asumsi. Bukan mengacu pada aturan seharusnya. Kami menganggap ini mal-administrasi," jelasnya.

Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan bahwa seluruh OPD sepakat: pembayaran TPP bagi CPNS jabatan fungsional seharusnya mengikuti nilai jabatan fungsional, berlaku sejak Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) diterbitkan.

Rencananya, pembayaran TPP ini kata dia akan mulai dilaksanakan pada November 2025 setelah Perbup direvisi.

Namun, pihaknya belum mengetahui, apakah untuk pembayarannya yang bersifat surut dari Mei hingga Oktober 2025 atau bahkan hangus.

"Kami masih menunggu hasil rekomendasi resmi dari Ombudsman, informasinya dalam waktu dekat Ombudsman akan mengeluarkan hasil pemeriksaan. Khawatirnya, jangan sampai kami diangkat jadi PNS tahun depan, TPP ini tidak ada kejelasan," jelasnya. 

Putri juga menyebut, buntut tak jelasnya TPP yang diberikan, telah membuat 2 dokter umum berstatus formasi CPNS 2024 mengundurkan diri. Karena menganggap, kebijakan pembayaran TPP tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. 

"Dua orang mengundurkan diri dan berhenti bertugas sebagai dokter di Kabupaten Berau. Mereka kecewa dengan kebijakan itu. Sementara tidak ada sosialisasi diberikan sebelumnya," katanya. 

Jika kondisi ini terus terjadi di Berau, akan membuat dokter yang ingin bertugas ke Bumi Batiwakkal berpikir dua kali. Selain itu, dokter yang ditawari mengabdi di Berau juga akan mencari informasi tentang bagaimana kondisi yang ada. 

"Kami tidak mau ini sampai terjadi. Apalagi ada dokter yang berhenti dan memilih bekerja di daerah lain, yang lebih menghargai pekerjaan seorang dokter," katanya. 

"Kabarnya di Penajam Paser Utara juga kasusnya seperti, tapi karena sadar itu salah, mereka memperbaiki dan membayar TPP yang kurang," sambungnya.

Menurutnya, perjuangan ini bukan semata soal nominal. Tetapi, soal penghargaan terhadap profesi dan keadilan.

“Kami akan terus memperjuangkan hak kami sebagai CPNS jabatan fungsional agar pembayaran TPP dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. Kami percaya pemerintah daerah akan menghormati hasil rekomendasi Ombudsman,” paparnya. 

Dengan keterlibatan Ombudsman dan adanya komitmen positif dari sejumlah OPD, para CPNS berharap masalah ini segera menemukan titik terang. Mereka ingin hak-hak mereka diterima secara adil, transparan, dan berdasarkan hukum.

"Sebagai bentuk penghargaan terhadap dedikasi aparatur sipil negara di Bumi Batiwakkal," pungkasnya. 

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Berau, Lamlay Sarie, turut menanggapi persoalan pembayaran TPP calon pegawai negeri sipil (CPNS) tenaga kesehatan formasi 2024. 

Menurutnya, apa yang saat diperjuangkan oleh para CPNS tersebut sah-sah saja karena menyangkut hak mereka sebagai pegawai. Adapun pihaknya, hanya mendukung secara regulasi. 

"Ya, kalau kami sih mendukung secara regulasi saja. Artinya, secara regulasi kan memang mereka berhak memperoleh TPP sesuai kelas jabatan," terangnya. 

Pada dasarnya, Dinkes Berau sebagai pengguna para nakes, dan tidak punya kewenangan dalam hal mengatur pembayaran TPP

Dan dia juga menilai, para dokter yang berstatus CPNS tersebut, seharusnya masuk dalam kategori jabatan fungsional.

"Ya, intinya kan mereka itu posisinya sebagai jabatan fungsional, bukan jabatan pelaksana. Apalagi, lulusnya sebagai jabatan fungsional. SPMT mereka juga kan sebagai jabatan fungsional," paparnya.

Lamlay juga mengatakan, saat ini bukan lagi berbicara tentang siapa salah dan siapa yang benar. Apalagi, saat ini persoalan itu sudah sampai ke Ombudsman. Diharapkan, rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman, juga dapat diikuti oleh para pihak. 

"Kalau memang mereka itu haknya memang ada di jabatan kelas sembilan, ya kami dari Dinkes Berau mendukung. Dan juga mendorong penyelesaian terbaiknya bagaimana untuk tenaga kesehatan kami," terangnya. 

Baca juga: TPP ASN Terancam Dipangkas, Pemprov Kaltim Siapkan Penyesuaian Menyusul Berkurangnya Dana Transfer

Ketika ditanya mengenai dua tenaga kesehatan, yakni satu dokter dan satu tenaga gizi yang diduga karen masalah tak jelasnya pembayaran TPP. Lamlay menjawab, bahwa dalam surat pengunduran dua tenaga medis itu tidak disebutkan alasan tersebut.

"Kalau saya lihat di alasan tertulis dua tenaga medis itu tidak ada mengenai TPP. Rasanya tidak ada alasan itu," jelasnya.

Dalam kondisi ini, Lamlay menegaskan pihaknya hanya ingin penyelesaian yang terbaik dsn sesusi regulasi yang ada.

"Kami ini netral saja. Jika regulasi menginginkan seperti apa, kami ikut dan komitmen," pungkasnya. (*)

 

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved