Berita Balikpapan Terkini

Kesaksian Catur Adi di Meja Hijau, Bantah Keterlibatan Peredaran Sabu di Lapas Balikpapan

Terdakwa Catur Adi Prianto membantah habis-habisan seluruh tuduhan terkait dugaan peredaran narkotika di lapas

TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH
BANTAH DAKWAAN - Terdakwa Catur Adi mengenakan rompi tahanan mengikuti persidangan kasus dugaan peredaran narkotika di Pengadilan Negeri Balikpapan, Rabu (5/11/2025). (TRIBUNKALTIM.CO/MOHAMMAD ZEIN RAHMATULLAH) 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Terdakwa Catur Adi Prianto membantah habis-habisan seluruh tuduhan terkait dugaan peredaran narkotika di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Balikpapan dalam persidangan perkara nomor 381/Pid.Sus/2025/PN Bpp di Ruang Kartika Pengadilan Negeri Balikpapan.

Mantan anggota kepolisian yang pensiun dini ini meminta hakim membuka rekening yang digunakan salah seorang saksi dengan nama alias Acok untuk membuktikan siapa sebenarnya dalang peredaran narkoba di dalam Lapas.

Dalam persidangan tersebut, Catur menghadapi sejumlah pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum dan majelis hakim terkait keterlibatannya dalam jaringan peredaran narkotika di Lapas Balikpapan. 

Baca juga: Pengacara Catur Adi Kecewa, Soroti Oknum Lolos dari Jerat Hukum Kasus Narkotika Lapas Balikpapan

Kasus ini melibatkan sejumlah pihak termasuk 9 narapidana, termasuk saksi kunci dengan nama alias Acok yang disebut-sebut sebagai perantara.

Catur menegaskan bahwa kedatangannya ke Lapas Balikpapan tidak memiliki kaitan dengan transaksi narkotika.

Dia menjelaskan bahwa kunjungan tersebut dilakukan semata-mata karena ada temannya yang meminta tolong.

"Tidak ada salahnya saya datang ke Lapas karena ada teman yang meminta tolong," ujar Catur, Rabu (5/11/2025). 

Dia menyatakan tidak membawa narkoba maupun memiliki tujuan untuk melakukan transaksi narkoba saat berkunjung ke Lapas pada Januari 2025. 

Terkait proses masuknya ke dalam Lapas, Catur menjelaskan kronologi yang sebenarnya terjadi.

Dia yang pertama kali menelepon Acok, kemudian Acok menghubungi seseorang berinisial TF. Setelah itu, TF menelepon Catur dan menjemputnya masuk ke dalam Lapas.

Catur mengatakan bahwa dia datang berkunjung ke Lapas pada sore hari karena saat itu sedang santai dan tidak sibuk.

Dia menghubungi Acok terlebih dahulu sebelum berkunjung.

Dia merasa wajar bisa masuk di jam tersebut karena saat masih berdinas di kepolisian, dia terbiasa diterima di Lapas sekalipun datang pada malam hari.

Hakim menyampaikan keterangan Acok yang menyatakan bahwa kedatangan Catur ke Lapas adalah untuk mengesahkan pergantian pengendali narkoba dari AR ke ES.

Hakim juga mempertanyakan mengapa dilakukan video call saat Catur tiba di Lapas. 

Catur menjawab bahwa jika dia tahu kunjungan itu terkait urusan narkoba, tentu dia tidak akan datang.

"Saya datang karena hanya diminta untuk bertemu AR dan ES lalu melakukan video call ke Acok," ujar Catur membela diri.

Namun, jaksa penuntut umum menanyakan soal hubungan Catur dengan Acok yang diklaim telah menghubunginya terkait pengiriman uang muka untuk transaksi narkoba dari AR.

Menanggapi hal ini, Catur meminta agar pertanyaan mengenai tujuan pengiriman uang tersebut ditanyakan langsung kepada Acok.

Dia mengingatkan bahwa ketika menjadi saksi pada sidang sebelumnya, Kamis (30/10/2025), Acok bahkan mengaku lupa tentang detail pengiriman uang tersebut.

Jaksa juga mengonfrontasi Catur dengan klaim Acok yang menyatakan bahwa setelah uang muka diterima, Catur memberikan informasi detail mengenai narkoba yang sudah diantar kurir.

Informasi yang diberikan Catur kepada Acok konon mencakup ciri-ciri motor dan pelat nomor kendaraan kurir, serta menyebutkan bahwa akan ada petugas Lapas yang mengambil barang tersebut di depan Lapas. 

"Itu hanya klaim sepihak, saya tidak pernah melakukan komunikasi terkait hal itu," tegas Catur di hadapan majelis hakim.

Jaksa menyampaikan informasi bahwa narkotika yang ditemukan merupakan sisa dari kamar narapidana AR, dan yang menjadi pengendali atau "pohon" peredaran adalah narapidana lain berinisial ES.

Jaksa bertanya apakah setelah video call atau setelah kunjungan tersebut Catur menghubungi Acok dan mengesahkan bahwa pengendali narkoba berganti dari AR ke ES.

Catur menjawab dengan tegas bahwa tidak ada pembicaraan lanjutan setelah kunjungan tersebut dan meminta agar hal tersebut dibuktikan jika memang dia pernah mengatakannya.

Menurut Catur, tidak masuk akal apabila dia disebut sebagai bos tetapi justru dia yang melapor kepada Acok.

Namun hakim menyampaikan bahwa keterangan sembilan narapidana yang mengatakan Catur adalah bos terdengar lebih masuk akal.

Catur tetap membantah dan menyatakan bahwa hal itu tidak benar.

Catur mengaku mengetahui adanya setoran Rp200 juta setiap bulan dari keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi ES dan narapidana lain berinisial GL. 

Setoran tersebut konon diberikan kepada petugas Lapas Balikpapan berinisial DY dan HM.

"Saya memastikan bahwa hal tersebut tidak ada hubungannya dengan saya," tegas Catur.

Pertanyaan jaksa kemudian beralih pada pola komunikasi antara Catur dengan Acok yang selalu menggunakan Instagram dan tidak pernah menggunakan aplikasi yang familiar digunakan seperti WhatsApp.

Catur menjelaskan bahwa sejak awal perkenalan, mereka memang berkomunikasi melalui Instagram.

Menurutnya, komunikasi tersebut tidak penting dan jarang terjadi sehingga dia tidak pernah merasa perlu meminta nomor WhatsApp Acok.

Terkait isi BAP Acok yang menyebut adanya komunikasi tentang transaksi narkoba, Catur menegaskan bahwa tidak pernah ada percakapan atau bukti chat yang mendukung tuduhan tersebut.

Dia menjelaskan bahwa komunikasi mereka hanya melalui panggilan telepon di Instagram, bukan melalui pesan teks yang bisa dijadikan bukti.

Catur menjelaskan bahwa saat dia ditangkap, tidak ditemukan narkoba ataupun percakapan terkait narkoba pada dua telepon genggam yang disita oleh penyidik. 

Fakta ini menurutnya menjadi bukti kuat bahwa dia tidak terlibat dalam peredaran narkotika di Lapas Balikpapan.

Terkait penangkapan dan penyitaan telepon genggamnya, Catur mengaku tidak tahu alasan pasti penyitaan dan hanya diberitahu untuk mengikuti proses yang dilakukan penyidik.

Majelis hakim kemudian menggali lebih dalam tentang latar belakang hubungan Catur dengan Acok.

Ketika ditanya tentang pekerjaan Acok sebagai sopir, Catur menjelaskan bahwa Acok adalah sopir travel jurusan Samarinda-Bulungan dan bukan sopir pribadinya.

"Acok adalah sopir mobil untuk tim, yang dipekerjakan setelah dia membantu mengungkap kasus narkotika demi keselamatannya," jelas Catur kepada hakim.

Hakim juga menanyakan tentang pinjaman uang senilai Rp800 juta kepada Acok, termasuk soal Acok pernah membantu pekerjaan rumah, kapan pinjaman dilakukan, serta dari mana sumber uang sebesar itu. 

Catur menjelaskan bahwa dia meminjamkan uang kepada Acok dengan jaminan rumah Acok di Sepinggan Balikpapan, untuk keperluan pengurusan kasus hukum yang dihadapi Acok.

Dia menegaskan bahwa Acok tidak pernah bekerja atau membantu bersih-bersih di rumahnya.

Pinjaman tersebut dilakukan ketika mereka sama-sama berada di Rutan Balikpapan, setelah Acok tidak lagi bekerja dengan tim karena tertangkap dalam kasus narkoba

Mengenai sumber dana pinjaman tersebut, Catur menjelaskan bahwa uang berasal dari warisan keluarga sehingga dia mau meminjamkan karena ada jaminan berupa rumah.

Terkait pembayaran pinjaman kepada Acok, Catur mengatakan pembayarannya dilakukan di Rutan ketika mereka sama-sama ditahan.

Uang yang dia gunakan untuk memberikan pinjaman bersumber dari warisan keluarga yang diberikan pada tahun 2016 atau 2017 dan dibagi kepada tiga saudaranya.

Catur menjelaskan bahwa Acok hanya pernah sekali meminta tolong, yaitu pada tahun 2021 terkait pinjaman uang.

Pada tahun 2023, Acok menghubunginya kembali dan mengatakan bahwa jika Catur membutuhkan sesuatu, dia bisa menghubunginya karena dia sudah bekerja. 

Catur menambahkan bahwa setelah Acok melunasi pinjaman, dia tidak lagi berkomunikasi dengan Acok hingga akhir 2023 ketika Acok menghubunginya kembali dan menawarkan bantuan, mungkin karena rasa terima kasih.

Catur mengakui bahwa dia memang mengetahui bahwa Acok bekerja sebagai bandar narkoba.

"Saya tahu Acok adalah bandar narkoba, tetapi saya merasa hal tersebut bukan lagi urusan saya karena saya sudah pensiun," ujar Catur mengulangi pernyataannya.

Terkait pernyataan Acok yang mengaku bahwa Catur menyuruhnya memasukkan narkoba ke dalam Lapas, Catur meminta agar dicermati perbedaan keterangan Acok dalam BAP Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam BAP TPPU tersebut, Acok justru menyatakan dirinya sendiri sebagai bos dan bertransaksi dengan 'bos' lain berinisial AW di Tarakan, Kalimantan Utara. 

"Saya tidak mampu menjelaskannya dengan kata-kata, namun jika rekening penampung seluruh setoran narkoba yang digunakan Acok dibuka, maka akan terlihat siapa bos sebenarnya," tantang Catur. 

Hakim juga menyampaikan kesaksian ES yang mengatakan bahwa AR menyebut barang narkotika itu milik Catur, dan pernyataan tersebut diperkuat oleh ucapan Acok dalam video call.

Menanggapi hal ini, Catur menjawab bahwa pernyataan ES di persidangan berbeda dengan cerita ES ketika bertemu dengannya di sel pengadilan.

Catur menjelaskan bahwa ketika bertemu di sel, ES menangis, meminta maaf, dan menyatakan akan berkata jujur saat persidangan.

"Hal itu disaksikan tahanan lain dan petugas pengadilan," ujar Catur.

Karena itu, menurut Catur, satu-satunya cara untuk membuktikan kebenaran adalah dengan membuka rekening penampungan yang digunakan dalam transaksi narkoba tersebut.

Catur juga menerangkan adanya ketidakkonsistenan keterangan Acok dalam BAP TPA dan TPPU.

Menurutnya, perbedaan keterangan ini perlu menjadi pertimbangan hakim dalam menilai kredibilitas saksi kunci tersebut.

Ketika pengacara bertanya apakah Catur mengenal sembilan narapidana yang menjadi saksi dalam perkara ini, Catur menjawab bahwa dia tidak mengenal mereka.

Dia baru bertemu dengan para narapidana tersebut ketika sama-sama berada di sel pengadilan, dan mereka semua terlibat dalam perkara narkoba.

Catur menegaskan bahwa dia tidak pernah berkomunikasi dengan para narapidana tersebut dan hanya pernah bertemu ES satu kali saat berkunjung ke Lapas.

Jaksa mempertanyakan penguasaan rekening atas nama kedua terdakwa lain yang disinyalir terlibat, yakni berinisial DR dan RB.

RB, menurut Jaksa, mengelola uang untuk keperluan rumah tangga dan sering menyetor uang dalam jumlah besar.

Menanggapi pertanyaan ini, Catur mengaku bahwa uang tersebut berasal dari hasil menggadaikan mobilnya atau pinjaman dari bank.

Setelah mendapatkan uang tersebut, dia menyuruh RB untuk menyetorkan ke beberapa rekening termasuk rekening judi bola.

Catur mengaku merasa dapat mengatur skor pertandingan Liga Indonesia sehingga dia memutar uang tersebut dengan harapan dapat melunasi cicilan mobil dan memenuhi kebutuhan lainnya.

Dia menegaskan tidak pernah menerima transfer dari sembilan narapidana yang menjadi saksi dalam perkara ini.

Catur juga menjelaskan ada aliran uang dari rekening atas nama Dewi Agustina kepada RB yang merupakan uang dari pembuatan rekening Jonathan Lie atas perintah Acok.

Catur menerangkan bahwa selain bekerja dengannya, DR juga bekerja untuk orang lain termasuk seorang bandar narkoba di Samarinda berinisial FT.

FT disebut sebagai bandar narkoba terbesar di Kalimantan Timur.

DR pernah bercerita bahwa dia ditugaskan untuk mengurusi uang FT di Balikpapan.

Pada November 2023, Catur pernah dijemput dan diperiksa oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) RI terkait rekening DR.

Dia diminta menghubungi DR untuk memberikan keterangan.

Keduanya kemudian dilepas karena BNN Pusat telah menemukan rekening lain yang digunakan FT di Samarinda atas nama orang lain.

Saat ini, DR berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam perkara ini.

Catur mengaku pernah mendapatkan ancaman dari FT yang mengatakan bahwa dia akan ditangkap.

Menurutnya, ancaman itu terbukti karena sekarang dia sedang menjalani proses hukum sebagai terdakwa dalam perkara peredaran narkotika di Lapas Balikpapan.

Ketika ditanya tentang alasan pensiun dini dari kepolisian, Catur menjelaskan bahwa dia pernah dipanggil Kapolda dan ditanyakan alasannya.

"Saya mengatakan bahwa saya diperintah oleh Erick Thohir untuk bergabung ke PSSI dalam bidang pembinaan usia dini," jelas Catur. 

Catur sebenarnya baru 18 tahun dinas, sementara pensiun normal adalah 20 tahun. 

Namun karena ada surat penugasan dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), maka dia dapat pensiun lebih awal. 

Dia mengaku mendapatkan banyak rezeki dari membantu PSSI dalam bidang pembinaan sepak bola usia dini.

Di akhir persidangan, Catur meminta maaf kepada hakim karena kesalahannya datang ke Lapas meskipun dia tahu orang-orang yang dia temui terkait dengan narkoba

"Tetapi menurut saya karena saya tidak terlibat dalam urusan narkoba tersebut maka saya merasa berani datang," ujar Catur. 

Namun apabila hal itu tetap dianggap kesalahan, dia tetap meminta maaf kepada majelis hakim.

Catur memohon kebijaksanaan hakim dalam memutus perkaranya.

Terpenting baginya adalah permintaan agar rekening yang digunakan Acok dibuka agar terlihat jelas siapa sebenarnya pengendali narkoba di dalam Lapas Balikpapan.

"Saya siap dihukum, tetapi jangan pernah menghukum saya atas sesuatu yang tidak pernah saya lakukan," tutup Catur. 

Adapun rangkaian pemeriksaan terhadap seluruh pihak sudah berakhir dan ditutup dengan pemeriksaan terdakwa Catur Adi

Agenda selanjutnya adalah pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang dijadwalkan pada Rabu (12/11/2025) mendatang. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved