Berita Samarinda Terkini
Walikota Andi Harun Suarakan Tiga Hal saat Kunker Komisi IX DPR RI ke Samarinda
Kunjungan kerja Komisi IX DPR RI ke Kalimantan Timur ke Samarinda sebagai kesempatan bagi pemda untuk menyuarakan masukan
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Nur Pratama
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Walikota Samarinda, Andi Harun, menilai momentum kunjungan kerja Komisi IX DPR RI ke Kalimantan Timur sebagai kesempatan strategis bagi pemerintah daerah untuk menyuarakan masukan substantif terhadap rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Dalam pertemuan yang digelar di Ruang Rapat Integritas Inspektorat Kota Samarinda, Senin (10/11/2025), ia menegaskan pentingnya afirmasi terhadap tenaga kerja lokal, pembatasan sistem outsourcing, serta peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengawasan ketenagakerjaan.
Baca juga: Wali Kota Andi Harun Pilih Relokasi Dibanding Renovasi Polsek Samarinda Kota
“Kunjungan tersebut turut dihadiri berbagai pemangku kepentingan, seperti Dinas Tenaga Kerja, organisasi pekerja, Serikat Buruh, serta Apindo. Kesempatan ini kami manfaatkan sebaik mungkin untuk memberikan masukan yang konkret,” ujar Andi Harun.
Salah satu poin utama yang ditekankan adalah perlunya afirmasi kuat terhadap tenaga kerja lokal, terutama dalam kebijakan outsourcing. Menurut Andi Harun, outsourcing seharusnya hanya diterapkan untuk pekerjaan penunjang (non-core business), bukan untuk pekerjaan inti perusahaan.
“Kalau pekerjaan inti berkaitan langsung dengan produksi atau jasa utama perusahaan, maka itu tidak boleh di-outsourcing-kan. Kalau hal ini terakomodasi, akan muncul dampak langsung berupa stabilitas sosial dan penguatan kedaulatan tenaga kerja lokal,” jelasnya.
Ia menguraikan bahwa apabila regulasi mendatang mampu mengatur secara tegas kuota tenaga kerja lokal, maka manfaatnya akan berlapis.
Menurutnya, rekrutmen tenaga kerja lokal perlu diatur dengan jelas, misalnya dengan menetapkan ketentuan minimum 60–70 persen untuk posisi non-manajerial serta porsi yang memadai untuk posisi manajerial.
Jika ketentuan tersebut terwujud, ia menilai akan ada tiga dampak besar yang langsung dirasakan.
“Kalau ini terwujud, ada tiga dampak besar yang langsung terasa: pertama, stabilitas sosial daerah meningkat; kedua, kesejahteraan keluarga pekerja naik; dan ketiga, masyarakat lokal ikut aktif dalam pembangunan ekonomi,” terangnya.
Lebih jauh, ia juga menekankan perlunya pelimpahan sebagian peran pengawasan ketenagakerjaan kepada pemerintah daerah, baik kabupaten maupun kota, tanpa mengabaikan sistem supervisi nasional.
“Kami berharap pemerintah daerah diberikan peran optimal dalam pengawasan, termasuk mediasi perselisihan, pelaksanaan upah minimum, dan hak lembur. Bentuknya bisa berupa pelimpahan dari pusat kepada bupati, Walikota, atau gubernur,” ujarnya.
Orang nomor satu di Samarinda ini menegaskan bahwa pelibatan daerah ini bukan untuk mengambil alih kewenangan pusat, melainkan agar pengawasan berjalan lebih efektif dan responsif. Ia mengingatkan, setelah ratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 tentang pengawasan ketenagakerjaan, kewenangan daerah memang ditarik ke pusat melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Tujuannya bagus, untuk menjamin standar pengawasan yang seragam. Namun dengan pelibatan pemda sebagai bagian dari sistem pengawasan pusat, respons terhadap persoalan tenaga kerja di lapangan akan jauh lebih cepat,” tegasnya.
Selain itu, Andi Harun juga mengusulkan penambahan tiga komponen baru dalam perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Ketiganya meliputi perumahan, transportasi, dan pangan khas daerah.
“Selama ini, komponen sewa rumah hanya didasarkan pada nilai minimum. Kita berharap itu diubah menjadi nilai rata-rata sewa rumah di lingkungan pekerja agar lebih realistis,” ujarnya.
Untuk transportasi, Andi Harun juga menekankan pentingnya memperhitungkan karakteristik lokal, termasuk moda transportasi sungai yang lazim digunakan pekerja di Samarinda dan Kaltim.
“Misal pekerja harus menyeberang sungai setelah parkir kendaraan, dan biaya ini belum pernah dihitung dalam komponen transportasi,” jelasnya.
Sedangkan untuk pangan, ia mencontohkan ikan haruan atau gabus sebagai lauk khas Samarinda yang seharusnya juga masuk dalam perhitungan komponen KHL. Walikota Samarinda itu juga menggarisbawahi pentingnya perlindungan bagi tenaga kerja informal dan kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas.
“Kita minta agar ada sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak mematuhi amanat perlindungan pekerja disabilitas, dan memastikan terciptanya lingkungan kerja yang inklusif,” katanya.
Terakhir, dalam kesempatan tersebut Andi Harun juga menyoroti perkembangan bentuk pekerjaan di era digital yang belum diakomodir secara eksplisit dalam regulasi. Ia mendorong adanya pengakuan hukum terhadap tenaga kerja di sektor platform digital, seperti ojek online, kurir aplikasi, dan pekerja media daring.
“Kami mengusulkan agar Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru mengatur skema hubungan kerja hybrid atau hybrid employment model. Ini penting agar pekerja digital mendapatkan jaminan hukum, sosial, dan administratif yang jelas,” tandasnya.
Ia menambahkan, seluruh masukan dari Pemkot Samarinda dan stakeholder daerah akan segera dirumuskan secara tertulis untuk disampaikan resmi kepada Komisi IX DPR RI.
“Mudah-mudahan masukan ini bisa menjadi pertimbangan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan di Jakarta,” pungkasnya. (*)
| Pegawai PPPK di Samarinda Diduga Dilecehkan Rekan Kerja Telah Lapor ke Polisi |
|
|---|
| Peringati Hari Pahlawan, Danrem 091/ASN Ajak Generasi Muda Raih Prestasi untuk Bangsa dan Negara |
|
|---|
| 3 Sekolah Rawan Banjir dan Longsor di Samarinda Akan Direvitalisasi, Kadisdikbud Ungkap Kendalanya |
|
|---|
| Teras Samarinda Mulai Beri Keuntungan, Upaya Perumda Varia Niaga Perkuat Kontribusi untuk PAD |
|
|---|
| Melawan Banjir dan Longsor, Pemkot Samarinda Rekonstruksi 3 Sekolah dengan Konsep Bangunan Bertiang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251110_Walikota-Samarinda-Andi-Harun.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.