Peristiwa November Balikpapan
Veteran Max Lumintang Ceritakan Jejak Perjuangan Rakyat Balikpapan di Tahun 1945
Max Lumintang, Ketua Cabang LVRI Kota Balikpapan dan veteran yang mengabdikan diri dalam Operasi Dwikora
Penulis: Zainul | Editor: Nur Pratama
Ringkasan Berita:
- Veteran Max Lumintang menuturkan semangat perlawanan rakyat melawan Jepang dan Belanda, puncaknya 13 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Perjuangan Rakyat Balikpapan.
- Ia juga terlibat Operasi Dwikora, menegaskan semangat perjuangan yang diwariskan sepanjang generasi. Kini LVRI terus menjaga agar sejarah dan pengorbanan rakyat tidak terlupakan.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Tujuh puluh delapan tahun telah berlalu sejak rakyat Balikpapan bangkit melawan kekuatan kolonial pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Namun ingatan tentang masa-masa penuh gejolak itu tetap hidup, salah satunya melalui penuturan Max Lumintang, Ketua Cabang LVRI Kota Balikpapan dan veteran yang mengabdikan diri dalam Operasi Dwikora.
Meski pada tahun 1945 ia masih kecil, Max Lumintang mengaku tumbuh di tengah cerita-cerita perjuangan yang begitu kuat tertanam dalam masyarakat Balikpapan yang menjadi salah satu titik paling strategis dan diperebutkan selama pendudukan Jepang dan masuknya kembali tentara Belanda.
Baca juga: Sejarah Kaltim, Jejak Perlawanan Rakyat di Balikpapan, 3 Momen Penting di Bulan November
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan di Jakarta, kabar itu cepat menyebar hingga ke Balikpapan. Meski jauh dari pusat pemerintahan, semangat rakyat untuk merdeka tidak pernah padam.
“Orangtua kami itu senang sekali mendengar kabar Indonesia sudah merdeka,” kenang Max Lumintang saat ditemui Tribunkaltim.co di kantor LVRI Balikpapan, Jl. Jenderal Sudirman, Senin (17/11/2025).
Namun realitas di lapangan kenang dia jauh dari tenang. Pendudukan Jepang belum sepenuhnya berakhir, sementara Belanda kembali mencoba menancapkan pengaruhnya di bawah payung NICA.
Balikpapan saat itu kata dia menjadi incaran utama karena fasilitas industri minyak BPM yang kini dikenal sebagai Pertamina merupakan aset vital di mata Belanda.
Kabar kemerdekaan membuat rakyat mulai membentuk kelompok-kelompok perlawanan.
Dari Balikpapan Timur hingga Utara, para pemuda bergerilya di bawah pimpinan tokoh-tokoh lokal yang namanya kini diabadikan dalam catatan sejarah dan tugu perjuangan Karanganyar.
“Memang ada pejuang-pejuang dari tiap kecamatan. Mereka bergerak setelah mendengar Indonesia sudah merdeka,” ujar Max Lumintang.
Gerakan rakyat ini berjalan dalam kondisi penuh tekanan. Jepang yang masih bertahan, Belanda yang mencoba kembali, dan kepentingan asing yang berebut kendali atas industri minyak membuat Balikpapan menjadi daerah dengan tensi politik dan militer yang tinggi.
Puncak perlawanan rakyat Balikpapan terjadi pada 13 November 1945, sebuah tanggal historis yang hingga kini diperingati sebagai Hari Perjuangan Rakyat Balikpapan.
Pada hari itu, ribuan warga berkumpul di depan lima pintu masuk kompleks BPM Karanganyar. Mereka menggelar aksi besar menuntut Belanda angkat kaki dari Balikpapan.
Di tengah massa, seorang tokoh rakyat naik ke panggung menyampaikan orasi pembangkit semangat, namun tentara Belanda (KNIL) merespons keras.
Tokoh yang berpidato diturunkan paksa dari panggung dan ditahan untuk diperiksa. Bendera Merah Putih yang dikibarkan secara sembunyi-sembunyi oleh para pemuda direbut dan diturunkan oleh tentara kolonial.
“Yang ditahan itu bukan karena mereka salah, tapi karena Belanda ingin rakyat tetap tunduk. Namun banyak juga yang akhirnya dilepas karena rakyat Balikpapan kuat bergerilya,” tutur Max.
Peristiwa itu menjadi simbol kebangkitan perlawanan rakyat Balikpapan. Mereka tidak lagi sekadar mendengar kabar kemerdekaan, tetapi berani memperjuangkannya dengan risiko nyawa.
Sejarah Balikpapan juga tidak bisa dilepaskan dari kehadiran tentara Australia. Mereka adalah bagian dari pasukan Sekutu yang pada akhir Perang Dunia II merebut Balikpapan dari Jepang.
Setiap 23 April, veteran Indonesia termasuk Max Lumintang diundang oleh pemerintah Australia untuk mengenang pasukan mereka yang gugur di Balikpapan.
“Mereka banyak cerita tentang pertempuran di sini, tentang teman-teman mereka yang meninggal saat perang dunia,” ujar Max.
Jejak mereka masih hidup dalam monumen dan dokumen sejarah Balikpapan.
Meski bukan pejuang kemerdekaan 1945, Max Lumintang sendiri menjadi bagian dari babak penting sejarah Indonesia berikutnya yaitu Operasi Dwikora- Ganyang Malaysia (1963–1967).
“Dari Manado ada sekitar 79 orang yang berangkat. Kami ke Tarakan, lalu diterjunkan ke perbatasan Indonesia-Malaysia, bergabung dengan TNI dan RPKAD untuk bergerilya,” ungkapnya.
Pengalamannya ini menjadi salah satu warisan sejarah yang mempertegas bahwa semangat perjuangan di Balikpapan tidak berhenti pada generasi 1945 saja, tetapi diwariskan kepada generasi berikutnya.
Kini sebagai Ketua LVRI Balikpapan, Max Lumintang terus menjaga api sejarah tetap menyala. Melalui upacara, diskusi, hingga kegiatan kenangan di Tugu Perjuangan Pertamina, ia dan para veteran berusaha agar generasi muda tidak melupakan bahwa kemerdekaan Indonesia, khususnya di Balikpapan, diraih melalui perjuangan panjang dan penuh pengorbanan.
“Kita selalu mengenang perjuangan rakyat Balikpapan setiap tahun, supaya sejarah ini tidak hilang,” pungkasnya. (*)
| Dosen dari Unmul Samarinda Berikan Tips Melek Ilmu Sejarah Bagi Kaula Muda |
|
|---|
| Dosen Sejarah Unmul Sebut Balikpapan jadi Rebutan Dunia dalam Sejarah Nasional |
|
|---|
| Pemkot Balikpapan Dorong Penguatan Cagar Budaya, Rencana Akan Bangun Tugu Bersejarah |
|
|---|
| Sejarah Kaltim, Jejak Perlawanan Rakyat di Balikpapan, 3 Momen Penting di Bulan November |
|
|---|
| Pemberontakan 18 November 1945 di Balikpapan Gagal Total, Pimpinan KIM Menghilang tanpa Jejak |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/20251117_Max-Lumintang-Ketua-Cabang-LVRI-kota-Balikpapan.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.