38 Anggota DPRD Sumut Jadi Tersangka, Wapres JK: Mereka Mau Bagi Rata

Wakil Presiden Jusuf Kalla menduga ada upaya pembagian rata uang hasil tindak pidana dugaan korupsi yang menyeret 38 anggota DPRD

Editor: Sumarsono
KOMPAS.com/MOH NADLIR
Wakil Presiden Jusuf Kalla 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), menduga ada upaya pembagian rata uang hasil tindak pidana dugaan korupsi yang menyeret 38 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan 38 anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka kasus suap.

Puluhan orang itu diduga menerima suap berupa hadiah atau janji dari mantan Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, terkait fungsi dan kewenangan sebagai anggota legislatif di periode itu.

"Itu sudah kasus lama, para ketua sudah kena. Ini rupanya, ya mereka mau bagi rata," tutur JK, ditemui di komplek Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (31/3).

Baca: Menkeu Sri Mulyani Semringah, Tahun Ini Jumlah Pelapor Pajak Meningkat

Dia mengharapkan supaya 'tindak pidana berjamaah' itu tidak terulang lagi pada masa mendatang. "Jadi ini supaya jangan terulang," tambahnya.

38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang jadi tersangka baru kasus suap Gatot adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar. Kemudian, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, Dermawan Sembiring.

Lainnya, yakni Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, dan Tahan Manahan Panggabean.

Baca: Diterpa Isu Miring, Safaruddin Tanggapi Santai, Begini Kata-kata Sang Jenderal Pensiunan Polri

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Gatot pernah menyatakan uang suap yang diberikan oleh Pemprov Sumut kepada para anggota DPRD untuk memuluskan pengesahan APBD atau yang dikenal dengan sebutan 'uang ketok' itu sebagai tradisi.

Tradisi 'uang ketok' itu diberikan Gatot selama ia menjabat sejak 2011. "(Uang ketok) itu sudah seperti menjadi tradisi sebelum pengesahan APBD, Yang Mulia. Di dalam pembahasan APBD ada kesepakatan TAPD dan DPRD yang saya ketahui ada uang ketok," kata Gatot dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (2/3/2016) dua tahun lalu.

"Fokus dari penyidik kali ini seperti apa, kita tunggu saja dulu. Sejauh apa penerimaan dan peran serta setiap mereka juga," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang melalui aplikasi WhatsApp, Jumat (30/3).

Baca: Gawat! Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Kaltim Ungkap Dampak Mengerikan jika Laut Tercemar Minyak

Dengan pengembangan kasus suap Gatot yang telah menyeret sejumlah nama besar, Saut berharap praktik suap dan korupsi tidak lagi terulang di Sumut. "Stop korupsi sekarang juga (walau ini sisa kasus lama) tapi nyatanya masih ada juga di daerah lain pascakasus DPRD Sumut ini. Misalnya itu yang di Malang kan baru saja," kata Saut.

Saut mempertegas, pimpinan KPK sudah menginstruksikan penyidik untuk segera melakukan pemeriksaan kepada mereka yang diduga terlibat kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. "Pimpinan meminta secepatnya," tegas Saut. (tribun network/ gle/tribun medan)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved