Salam Tribun
Memetik Hikmah Dongeng Malin Kundang sebagai Senjata Peperangan Terbuka
Saat ‘perang terbuka’ MEA tiba, semuanya sudah siap. Produk dalam negeri tidak tersisihkan, melainkan menjadi tuan dan nyona di rumah sendiri.
Meski demikian, para pakar marketing pula mengajarkan penuh optimisme, bahwa diferensiasi adalah kunci untuk bisa menang di pasaran. Dengan modal pembeda itu, sejatinya, pasar tradisional, pelaku ekonomi tradisional tidak perlu takut. Jangan pula ciut nyali, lalu lari dari gelanggang.
Pekan lalu, saat kunjungan orang penting di republik ini, Presiden dan rombongan ke Kaltim, pihak istana ternyata memesan menu-menu tradisional, semisal ikan bawis gammi ikan bakar Baronang, rempeyek di Bontang, dan Soto Banjar di Balikpapan. Dari segi anggaran, pihak istana bisa saja memesang makanan cepat saji selera Eropa. Namun hal itu tidak dilakukan, dengan alasan selera lidah tradisional-nusantara.
(HO/Bontang.me) - caption: Menu Gammi Bawis, ikan gerang bawis pakai sambang gammi, resep unggulan dari Bontang, Kalimantan Timur. Ikan disajikan dalam cobek mendidih, seperti halnya menyajikan menu steik.
BACA JUGA: Jokowi Santap Habis Gammi Bawis Olahan Mariono, Menu Ikan Khas Disajikan Hotplate
Selera tradisional-nusantara inilah satu pembeda yang perlu dilestarikan, dikembangkan dan dikampanyekan, atau diiklankan.
Tentu perlu upaya serius dari para pelaku. Mengikuti kemajuan terkini dan mengampanyekan secara murah-meriah melalui online dan medsos – bisnis yang tanpa sekat ruang dan waktu.
Kemudian, menyajikan makanan, bukan lagi sekadar daftar kandungan (ingredients), melainkan disertai infromasi lain, seperti khasiat dari makanan itu. Contoh, satu menu ini-itu rendah lemak, rendah kandungan kolesterol, bisa mengobati sakit ini dan itu dengan informasi sesungguhnya.
BACA JUGA; Thailand Pelajari Bahasa Indonesia Hadapi MEA
Perlu membuat matriks analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan (SWOT analysis) terkait satu produk tradisional, menjadi sangat relevan.
Dengan demikian, saat ‘perang terbuka’ Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tiba, semuanya berjalan biasa saja, sebab sudah disiapkan jauh hari. Produk dalam negeri tidak tersisihkan, melainkan menjadi tuan dan nyona di rumah sendiri. Bahkan menjadi produk unggulan yang layak dan laris dikonsumsi warga bangsa-negara sahatabat. (Domu D. Ambarita)