Korupsi KTP Elektronik
Menkopolhukam Wiranto Ungkapkan Kasus e-KTP Bikin Gaduh
Irman dan Sugiharto didakwa memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi terkait kasus korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
"Nanti kita lihat di persidangan. Tapi ini dakwaannya Irman dan Sugiharto bukan Setya Novanto itu yang penting dipahami," tegas Irene.
Dalam dakwaan keduanya, Jaksa Penuntut Umum mengatakan Irman dan Sugiharto bersama-sama Andi Agustinus alias Andi Narogong, selaku penyedia barang dan jasa di Kementerian dalam Negeri, Isnu Edhi Wijaya selaku ketua konsorsium Percetakan Negara RI, Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Setya Novanto selaku ketua fraksi Partai Golkar, dan Drajad Wisnu Setyawan selaku ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Ditjen Dukcapil tahun 2011.
Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan Irman dan Sugiharto turut juga memperkaya orang lain. Menurut KPK, Kasus korupsi e-KTP menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan nama-nama termasuk anggota DPR RI periode lalu, yang disebut dalam dakwaan.
Baca: Nama Ade Komaruddin Disebut Dalam Dakwaan Korupsi e-KTP Terima 100.000 Dolar AS
Mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mendapat masing-masing Rp 20 miliar dari dugaan korupsi proyek e-KTP.
Marzuki dan Anas bersama Chaeruman Harahap juga mendapat Rp 20 miliar. Nama Setya Novanto juga disebut ikut mengarahkan dan memenangkan perusahaan dalam proyek pengadaan e-KTP.
Selain Setya, nama lain yang disebut jaksa KPK adalah Ketua Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), Sekretaris Jenderal Kemdagri Diah Anggaraini, dan Ketua Panitia Pengadaan barang atau jasa di lingkungan Dirjen Dukcapil Kemdagri pada 2011 Drajat Wisnu Setyawan.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengakui, kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) menimbulkan kegaduhan.
Dia berharap kegaduhan tersebut tidak mengganggu mekanisme kerja yang sudah terjalin antara pemerintah dan DPR.
"Kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang sekarang sudah terjalin antara pemerintah dengan DPR," ujar Wiranto.
Wiranto meminta semua pihak menyerahkan persoalan hukum kasus tersebut kepada lembaga peradilan dan tidak perlu gaduh. Dia tak ingin kegaduhan tersebut mengganggu aktivitas masyarakat."Biarkan proses itu berlanjut, kita serahkan kepada proses KPK yang kita harapkan bisa secara profesional menangani masalah ini," kata Wiranto.
Baca: Jelang Sidang Korupsi E-KTP, Internal Partai Golkar Resah
Dia juga menanggapi soal penyelenggaraan sidang yang tidak memperbolehkan siaran langsung selama liputan. Menurutnya, hal itu telah diatur dalam perundang-undangan.
"Saya dengar persidangan itu terbuka tapi liputan langsung atau live memang ada standar hukum tersendiri yang dianut oleh KPK, ya kita hormati," ujarnya. (tribunnews/erik sinaga/rekso/glery)