Dugaan Pungli TPK Palaran

Ketua Komura Siapkan Data Jelang Pemeriksaan Kasus OTT: Kalau Salah, Semua Harus Diperiksa!

Saat dikonfirmasi wartawan, Gaffar enggan berkomentar mengenai kasus operasi tangkap tangan (OTT), di koperasi yang dipimpinnya.

Penulis: Rafan Dwinanto |
TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HP
Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin menjelaskan kronologi OTT di Koperasi TKBM Komura Samarinda, berikut menampilkan barang bukti uang tunai Rp 6,1 miliar. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Pemeriksaan kasus dugaan pungli di Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran dan Komura terus berlanjut.

Setelah menetapkan tiga tersangka, dan memeriksa Walikota Samarinda Syaharie Jaang, Rabu (22/3/2017) ini giliran Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudra Sejahtera (Komura) Jafar Abdul Gaffar diperiksa.

Saat dikonfirmasi wartawan, Gaffar enggan berkomentar mengenai kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT), di koperasi yang dipimpinnya.

"Semua penjelasan dengan kuasa hukum Komura saja ya," kata Gafar, Selasa (21/3/2017).

Menurut Gaffar, saat ini dirinya fokus mempersiapkan data-data untuk dibawa saat menjalani pemeriksaan penyidik.

Baca: BREAKING NEWS - Uang Komura Disita Rp 6,1 Miliar, Gaffar: Itu Uang Resmi, Bukan Macam-macam

Anggota DPRD Samarinda ini dijadwalkan dimintai keterangan oleh Tim Bareskrim Mabes Polri dan Polda Kaltim, Rabu (22/3/2017).

Pemeriksaan Gaffar sebagai saksi ini akan dilaksanakan di Mako Brimob, Samarinda Seberang.

"Saya ini baru tiba di Samarinda. Mau siap-siap untuk pemeriksaan besok. Semua dokumen diambil. Saya bawa apa untuk pemeriksaan besok. Kalau tidak bawa apa-apa, sama saja omong doang," kata Gaffar.

Terkait pengembangan kasus OTT hingga ke perairan Muara Berau, Gaffar mengatakan, wilayah tersebut masih bagian kerja dari Komura.

Sebelumnya, Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin mengatakan, Komura juga menarik pungutan TKBM kepada perusahaan batu bara dan sawit yang beroperasi di Muara Berau. Padahal, proses pemuatan batu bara ke kapal sudah menggunakan conveyor.

"Itukan bagian kerja Komura," kata Gaffar, tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai bagian kerja tersebut.

Menurut Gaffar, pihaknya selama ini hanya bekerja seperti biasa.

"Ya dipanggil (diperiksa) saja semua. Kalau memang salah, pengguna jasa diperiksa, Komura diperiksa, semuanya dipanggil," katanya lagi.

Gaffar pun enggan membahas lebih lama mengenai kasus OTT yang kini menimpa Komura. "Sama kuasa hukum saya. Kan sudah menunjuk kuasa hukum," tandasnya.

Sebelumnya, Gaffar menyesalkan aksi penggeledahan di Komura. Menurut Gaffar, aksi tersebut tidak didahului pemberitahuan.

"Ya saya tidak tahu juga. Tiba-tiba digeledah. Coba dijelaskan baik-baik, apa salah kita ini," kata Gaffar, usai reses.

Baca: BREAKING NEWS - Soal OTT yang Menyeret Nama Komura, Ini Pengakuan Pengusaha Batu Bara

Yang disesalkan Gaffar, polisi turut menyita uang tunai Rp 6,1 miliar dari ruang bendahara Komura. "Rp 2 miliar kah atau Rp 6,1 miliar?," tanya Gaffar yang belum mengetahui persis berapa uang yang disita.

Menurut Gaffar, uang tersebut merupakan uang gaji buruh pelabuhan yang dibayarkan setiap hari. Plus, uang itu juga akan dibagikan sebagai sisa hasil usaha (SHU) yang akan dibagi di akhir bulan kepada anggota.

"Ya harus dikembalikan dong. Itukan uang buruh. Bukan uang macam-macam itu. Masuknya (uang) itu resmi, ada prosedurnya," kata Gaffar.

Gaffar mengatakan selama ini tidak ada yang salah dengan mekanisme biaya bongkar muat di Pelabuhan Palaran.

Politisi Golkar Samarinda ini menyebut tidak tepat jika polisi turut menyita uang dari Bendahara Komura.

"Dari informasi yang saya tahu, yang mulanya ditangkap itu koordinator buruh di TPK Palaran. Dia mengambil uang Rp 5 juta dari pengguna jasa. Tapi, uang Rp 5 juta itukan panjar. Memang ada kewajiban pengguna jasa menyetorkan panjar 30 persen sebelum bongkar muat," kata Gaffar.

Penangkapan di TPK Palaran itulah, lanjut Gaffar yang dikembangkan hingga akhirnya polisi menyita uang senilai Rp 6,1 miliar dari Kantor Komura.

"Padahal yang disita itu uang bayaran buruh sama SHU (sisa hasil usaha)," lanjut Gaffar.

Mengenai biaya bongkar muat yang dinilai polisi terlalu mahal, menurut Gaffar sudah ditetapkan bersama. Antara Komura dan pengguna jasa yang diketahui Kantor Otoritas Pelabuhan dan Kesyahbandaran (KSOP) Samarinda dan Pelindo.

"Harga itu sudah kesepakatan. Tidak mungkin kita tetapkan sepihak. Kan sudah ada proses tawar menawar harga sebelumnya," ungkap Anggota Komisi II DPRD Samarinda ini.

Aktivitas Berhenti
Tidak ada lagi aktivitas Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dari Komura di Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran.

Hal itu diungkapkan Manajer Keuangan PT Pelabuhan Samarinda (PSP) Anshar, Selasa (21/3). "Tidak ada lagi," kata Anshar.

Selama inipun, PT PSP, lanjut Anshar, tidak ada kerjasama dengan Komura. "PSP dengan Komura tidak ada kerjasama. Tapi memang TKBM Komura bekerja di area kerja PT PSP," katanya lagi.

PT PSP, menurut Anshar, tidak memiliki saham sepeserpun di Komura. Sedangkan saham PT PSP, 100 persen dimiliki PT Samudra Indonesia.

"Kami anak perusahaan PT Samudra Indonesia," ungkapnya.

Baca: BREAKING NEWS - PT PSP yang Kelola TPK Palaran Sebut tak Punya Hubungan dengan Komura

PT PSP, merupakan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) di TPK Palaran. "Pasca OTT aktivitas di TPK Palaran tetap normal, karena kita kerja banyak menggunakan mesin," tuturnya.

Advisor PT PSP Sugito memaparkan aktivitas di TPK Palaran sama sekali tak terganggu OTT yang dilakukan kepolisian.

Perihal sepinya aktivitas di TPK Palaran, menurut Sugito, hanya disebabkan saat itu tidak ada kapal pengangkut peti kemas yang sandar.

"Ohh, sekarang masih sepi karena belum ada kapal yang masuk. Nanti malam pukul 22.00 Wita baru ada kapal datang lagi," ungkapnya.

Mengenai OTT yang menimpa Komura, Kepala Operasional PT PSP Julius mengatakan, terdapat 10 unit kerja Komura di TPK Palaran. Satu unit kerja, katanya, berisi 30 TKBM. Jumlah tersebut, menurut Julius sangat banyak. Melebihi kebutuhan tenaga untuk aktivitas bongkar muat peti kemas.

Julius memaparkan, untuk satu unit kapal yang sandar hanya diperlukan sekitar 4 TKBM, karena proses penurunan kontainer dari kapal hingga ke truk pengangkut, dikerjakan oleh mesin. Ke empat TKBM ini bertugas memasang dan melepas sepatu kontainer.

"Tiga orang (TKBM) di atas kapal untuk memasang sepatu, dan satu TKBM di bawah untuk melepas. Jadi, kalau satu kapal itu ada 30 TKBM, itu terlalu banyak. Kelebihan 26 orang," ungkap Julius.

Meski demikian, kata Julius, PT PSP tak bisa menolak permintaan Komura. Alasan yang dipaparkan Julius, PT PSP takut diintimidasi.

"Ya kita tidak bisa berbuat apa-apa. Pernah kita diintimidasi. Mulai protes-protes biasa, sampai aksi unjukrasa," ungkapnya.

Sugito berharap, aktivitas TPK Palaran tetap berjalan aman dan lancar, pasca OTT tersebut. "Ya harapan kita, supaya bisa aman dan tetap bisa bekerja secara normal," tuturnya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved