Status Kembali Berubah jadi Pegawai Pusat, Penyuluh KB Berharap tak Lagi Diberi Honor Rp 5 Ribu
Awalnya, urusan KB ditangani pusat, kemudian diserahkan ke daerah dan saat ini sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014.
Penulis: Doan E Pardede |
Syafril sendiri mengaku pernah bertugas di Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kala masih ditangani pusat di era tahun 1990an.
Kala itu, perhatian Pemerintah Pusat khususnya kepada para Penyuluh KB yang notabene menjadi ujung tombak pelaksanaan progran-program KB di daerah, masih sangat minim.
"Waktu itu, honor kita kalau rapat itu cuma Rp 5ribu. Beli kue saja itu, bisa dapat berapa biji. Sedih memang dulu itu. Jangan sampai kembali lagi seperti itu," kenangnya.
Begitu juga dengan bantuan sarana tranportasi, juga harus menyesuaikan dengan kondisi perkembangan zaman saat ini.
"Kalau dulu itu dikasih sepeda ontel. Sekarang jangan sepeda lagilah, kan sudah zaman modern," imbuhnya.
Ditegaskannya, dengan kembali dialihkannya Penyuluh KB ke Pemerintah Pusat, hal-hal seperti ini diharapkan tak lagi terulang.
Perubahan status ini harus berimbas pada kesejahteraan pegawai yang bersangkutan.
Pemerintah Pusat, kata dia, juga tidak bisa serta merta menyamaratakan kondisi semua daerah yang ada di Indonesia.
"Kadang pusat ini menganggap semua daerah itu sama. Padahal kita di sini wilayahnya itu jauh-jauh. Ke hulu (Kecamatan) Peso carter angkutannya berapa," ujarnya.
Bahkan jika perhatian pusat tak lebih baik, Pemkab Bulungan bersama DPRD Kabupaten Bulungan sebaiknya menyambangi langsung Pemerintah Pusat, untuk menyampaikan kondisi sebenarnya yang ada di Kabupaten Bulungan.
"Kalau perlu kita ke sana dengan pak Bupati. Bila perlu dengan pak Ketua DPRD juga," ujarnya. (*)