Edisi Cetak Tribun Kaltim
Puluhan Tahun Dicap Eks Tapol PKI, Disiksa dan Diasingkan ke Hutan Belantara Amborawang Kukar
Hidup menderita, memulai nol di sebuah kawasan hutan membuka lembaran baru dalam keterisolasian dari masyarakat.
Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO - Untung Suyanto (75), Aloysius Pailan (78) dan teman-temannya telah puluhan tahun menghuni lokasi penampungan eks tahanan politik (Tapol) terkait kasus Partai Komunis Indonesia (PKI) di Argosari Amburawang, Kukar.
Puluhan tahun mereka hidup dicap sebagai eks tahanan politik (Tapol), karena dianggap pengikut PKI.
Baca: Brakkk, Kesal Delay Berjam-jam Tanpa Penjelasan, Penumpang Ini Tinju Loket Lion Air Bandara
Kopral Untung dan kawan-kawannya merasa menderita tujuh turunan.
Untung dituding masuk gerakan penghianatan PKI.
Ditangkap bahkan disiksa hingga berujung pada tindakan isolasi ke hutan belantara Amborawang Kukar.
Baca: Awww, Duduk Sembarangan Pedangdut Cantik Ini Tak Sadar Bagian Dalamnya Mengintip
Hidup menderita, memulai nol di sebuah kawasan hutan membuka lembaran baru dalam keterisolasian dari masyarakat.
Hidup terkucilkan, sehari-harinya dalam pengasingan diawasi ketat tentara Orde Baru.
Nasib sama juga dialami Aloysius Pailan. Bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek hitam, Pailan duduk santai di pelataran depan rumahnya yang berwarna biru campur abu-abu, Jl Rajawali, Kelurahan Argosari saat menemui Tribun, kemarin.
Baca: Wah, Sejumlah Dosen Unair Tak Setuju Cak Imin Dianugerahi Gelar Doktor Honoris Causa
Pria kelahiran Malang, Jawa Timur itu bukan warga sipil yang ikut transmigrasi, melainkan merupakan eks tapol yang dituding ikut PKI dari kalangan militer.
Pangkat terakhir Pailan Kopral Dua bertugas di Batalyon 612.
Baca: LOWONGAN KERJA - Unilever Cari Banyak Orang Untuk Semua Jurusan S1
Pailan dituding masuk gerakan pemberontakan September PKI. Pailan ditahan di penjara sekitar 1970. Awal mula sebelum dipenjara, Pailan kaget secara spontan diadang rekan-rekannya sesama militer.
Mau berangkat tugas, tiba-tiba di tengah jalan ditodong senjata.
"Yang lakukan teman-teman saya satu asrama. Saya tanya, saya salah apa? Kenapa ditodong senjata. Saya dipaksa takluk," katanya.
Baca: Mengharukan, Ternyata Ini yang Bikin Soekarno Mengalah Kepada Soeharto
Usai berhasil diringkus, Pailan dibawa ke Markas Polisi Militer, sempat diinapkan selama empat hari. Usai itu dibawa ke tempat lain ke Kodim Balikpapan, dilakukan pemeriksaan atas sepak terjang dirinya.
"Saya tanya ke orang yang memeriksa saya. Saya bilang ini memeriksa saya atau apa mau menyiksa saya. Kalau memeriksa saya harusnya dengarkan saja, bukan menggebuk," ungkap pria kelahiran 24 April tahun 1939.
Kala itu, Pailan dituduh terlibat dalam kegiatan pembunuhan para jenderal di Kota Jakarta. Hal ini dia bantah, sebab selama berlangsung pembunuhan jenderal, Pailan berada di Balikpapan.
"Dituduh membunuh jenderal. Bagaimana mungkin saya bunuh jenderal, sedangkan saya bertugas di Balikpapan, tidak pernah tidak hadir," ujarnya.
Tempat tahanan Pailan selalu berpindah-indah dan tiada henti-hentinya disiksa.
"Bekas luka siksaan kering sedikit, dipanggil lagi. Pindah sana, pindah sini. Saya disetrum sampai lima kali. Mendapat pukulan gigi depan rusak hingga kepala saya dihajar, berdarah," ujarnya.
Pernah suatu ketika, dirinya dibebaskan secara simbolik di lapangan Merdeka, dengan tahanan yang lainnya. Namun dalam perjalanannya, tidak mendapat kebebasan secara nyata.
"Habis dibebaskan masih harus apel. Saya tidak dapat gaji, tidak jelas apakah saya pensiun dini dari tentara, atau seperti apa. Hidup terkatung-katung," kata Pailan yang mengaku ayah kandungnya pernah terlibat dalam perang melawan penjajah Belanda di Kota Tarakan.
Pailan masuk militer sejak dirinya merantau dari jawa ke Balikpapan di tahun 1962. Awalnya masuk ke Kepolisian yang ada di Stall Kuda.
Baca: Hari Batik Nasional 2 Oktober, Berikut Sejarahnya Sejak Era Soeharto Hingga SBY
Di perjalanannya, ikut pendidikan kepolisian selama tiga bulan lalu dikeluarkan.
"Saya dianggap tidak bagus dalam mengerjakan tugas membersihan bak air. Saya keluar coba masuk tentara. Diterima," katanya.
Masuk tentara hingga akhirnya ditangkap aparat, dianggap ikut berpolitik hingga akhirnya berujung dilibatkan dalam pendistribusian penduduk ke daerah terpencil, ke hutan Amborawang, bersama tahanan politik lainnya.
Kini tempat ini disebut Agrosari.
"Ada instruksi siapa yang mau mukim nanti dikasih, diberi fasilitas," ujarnya.
Baca: Hati-hati, Ternyata Ini 7 Alasan Kenapa Pria Gemar Selingkuh
Namun program pemindahan itu janji tinggal janji tanpa dibarengi bantuan fasilitas yang memadai.
"Katanya mau disediakan rumah, lahan dua hektar, perlengkapan tidur, rumah tangga. Tetapi tidak benar, bohong," ungkap Pailan.
Soal lahan, Pailan bersama tahan politik lainnya mesti merintis lahan dahulu, menjadi ke kawasan pemukiman. Masuk ke Amborawang masih hutan belantara. Meratakan tanah pakai tenaga sendiri, menebang pohon dengan menggergaji sendiri, membangun rumah sendiri. Masuk ke hutan masih liar rimba belantara.
"Pernah kami tidak dapat kiriman makan. Cari sendiri di hutan, ketemu umbut rotan muda, kami olah jadi makanan. Untungnya kita para tentara sudah biasa menghadapi alam hutan, biasa hidup. Menanam singkong lalu dimakan babi hutan tetap saja sisanya tetap saya makan," ujarnya. (ilo)
Cerita Lengkap dan ekslusif Kehidupan serta Sejarah Eks Tapol PKI di Kaltim bisa dibaca di edisi cetak Tribun Kaltim tanggal 2 Oktober 2017