Temui Baleg DPR RI, Neni Titip Nomenklatur Daerah Pengolah Migas Diakomodir Dalam UU
Menurut Neni, revisi UU 33 sangat strategis dalam menciptakan distribusi hasil sumber daya alam secara adil dan merata.
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Udin Dohang
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Upaya lobi yang dilakukan Pemkot dan DPRD Bontang untuk memasukkan daerah pengolah Migas dalam revisi UU No 33/2004, tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, tidak hanya berhenti di Kementrian Keuangan.
Usai bertemu dengan tim perumus revisi UU 33 Kemenkeu, rombongan Pemkot Bontang yang dipimpin langsung oleh Walikota Neni dan Ketua DPRD Nursalam, melanjutkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Legislasi DPR RI, di Gedung Nusantara I, Kamis (25/1/2018) sore tadi.
RDP dengan Baleg DPR RI, berlangsung sekitar 2 jam, mulai dari pukul 14.00 WIB.
Namun berbeda saat melobi Kemenkeu, RDP dengan Baleg DPR RI juga melibatkan sejumlah daerah lain yang tergabung dalam Asosiasi Daerah Pengolah Migas (ADPM).
Baca juga:
Seru, Tour de Indonesia 2018 Resmi Dimulai
Statistik Tunjukkan Performa Kian Kendor, Sudah Saatnya Real Madrid Jual Karim Benzema?
Akankah Perawat National Hospital Surabaya yang Lecehkan Pasien Wanita Jadi Tersangka?
Dalam RDP tersebut, Walikota Bontang Neni Moerniaeni, secara lugas meminta agar Baleg DPR RI, agar memuluskan revisi UU 33/2004, tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Lebih lanjut, Neni yang juga mantan Anggota Komisi VII DPR RI, berharap koleganya di Komisi yang membidangi urusan energi mengakomodir bagi hasil bagi daerah pengolah dalam revisi UU 33 yang akan diajukan oleh Kementrian Keuangan dalam waktu dekat.
"Kami baru dari Kemenkeu. Sekarang ini mereka sedang menyusun revisi UU 33. Saya berharap Baleg DPR RI, bisa mengawal revisi dan terutama memastikan agar klausul bagi hasil untuk daerah pengolah diakomodir," ujar Neni Moerniaeni.
Menurut Neni, revisi UU 33 sangat strategis dalam menciptakan distribusi hasil sumber daya alam secara adil dan merata.
Pasalnya, UU perimbangan yang berlaku sekarang ini kurang mempertimbangkan kondisi daerah penghasil dan pengolah Migas.
Untuk daerah penghasil Migas, Neni meminta agar persentase bagi hasilnya dinaikkan.
Skema yang berlaku saat ini DBH Migas ditetapkan sebesar 69.05 persen untuk pusat dan 30.05 persen untuk provinsi dan kabupaten/kota daerah penghasil.
Neni bersama ADPM mengusulkan akan skema bagi hasil ditingkatkan jadi 65 persen pusat dan 35 persen daerah.
Sementara khusus daerah pengolah Migas seperti Bontang, Neni hanya menekankan agar klausul atau pasal-pasal yang mengatur masuk dalam ketentuan umum UU 33 yang akan direvisi.
"Kunjungan kami ke sini, pertama untuk memastikan klausul soal daerah pengolah Migas masuk dalam revisi UU 33, dan kedua meminta supaya ada kenaikan bagi hasil untuk daerah penghasil," ungkapnya.
Senada, Ketua DPRD Bontang Nursalam meminta komitmen dari Baleg DPR untuk memasukkan nomenklatur daerah pengolah Migas dalam ketentuan umum revisi UU 33.
Menurut Salam, komitmen tersebut sangat diperlukan karena tidak menutup kemungkinan rancangan yang disusun pihak Kemenkeu dihapus saat pembahasan.
"Kami hanya minta komitmen dari Baleg, supaya nomenklatur daerah pengolah Migas yang sudah kami perjuangkan bertahun-tahun tak lenyap saat pembahasan," katanya.
Baca juga:
Mau Serahkan Laporan Kecurangan Pilgub, Ini Bukti yang Diminta Bawaslu Kaltim
Sempat Diduga Terkait Jaringan Teroris, PNS Kukar Ajukan Gugatan Praperadilan Kepada Polda Kaltim
Demi Didik Anaknya, Bocah 5 Tahun Ini Dihukum Jalan Sejauh 2,2 Km Kumpulkan Botol-Botol Bekas
Menanggapi masukan dari Pemkot Bontang, Ketua Baleg DPR RI, Totok Daryanto, mengaku akan mengawal masukan dari Bontang dan ADPM. Totok bahkan mengaku akan mengawal harmonisasi revisi UU perimbangan keuangan pusat-daerah dengan revisi UU Migas yang sedang digodok Komisi VII DPR.
"Masukan soal daerah pengolah Migas ini sangat berarti bagi kami dalam melakukan harmonisasi pembahasan revisi UU Migas," paparnya.
Lebih lanjut, Totok juga mengaku akan menyampaikan proggres pembahasan revisi UU 33, saat draft dari Kemenkeu sudah masuk ke DPR RI.
"Nanti kami akan sampaikan kalau bolanya sudah sampai di Dewan. Jika perlu kita akan membuat publik hearing dengan para pemangku kepentingan," pungkasnya. (*)