Stabil: Disbun Wajib Selesaikan Konflik Tenurial Sawit Tepian Langsat
Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), tidak serius dalam upaya penanganan konflik sektor perkebunan di Kaltim.
Penulis: Budi Susilo |
Sepanjang tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat Kalimantan berada di posisi kedua setelah Sumatera terkait konflik tenurial.
Tentu ini harusnya menjadi catatan serius buat disbun kaltim untuk meminimalisir konflik perkebunan yang terjadi di Kaltim.
Konflik yang terjadi, di Kaltim seringkali terjadi karena ketidakselarasan antar kebijakan pemerintah yang dikeluarkan dengan implementasi di lapangan, dalam proses penerbitan izin terjadi ketimpangan dalam penguasaan lahan sebagaimana konflik yang saat ini terjadi di Kutai Timur di Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon.
Baca: Tiap Calon Pilkada PPU Dikawal Satu Personel Polisi
"Baru-baru ini masyarakat kelompok tani di desa Tepian Langsat mengadukan persoalan pencaplokan lahan oleh dua perusahaan besar yakni PT KAN dan PT NIKP terhadap lahan kelompok tani yang sudah mereka garap sejak tahun 2002 atas ijin kepala desa sampai kecamatan. Tapi sejak tahun 2012 ijin konsesi perkebunan diberikan Pemkab Kutim terhadap 2 perusahaan tersebut. Akibatnya konflik tenurial terjadi sampai saat ini," ungkapnya.
Selain itu, pemberian izin-izin yang tidak terkoordinasi, serta tidak partisipatif, kurang efektifnya konsultasi publiknya ditambah lemahnya pemprov dalam penanganan konflik, bisa dikatakan Pemerintah lalai atau abai dalam menjaga hak masyarakat lokal maupun masyarakat adat.
Hal ini penting untuk disuarakan, karena konflik tenurial di Kaltim sangat dominan di sektor perkebunan di Kaltim, hal ini sangat dapat dirasakan, dengan banyaknya konflik yang terjadi namun tidak ada penanganan yang jelas terhadap konflik yang terjadi.
Terlebih Dinas Perkebunan Provinsi Kaltim, seolah tak mampu, atau tak paham dalam pengelolaan dan penanganan konflik perkebunan. "Setiap tahun data konflik perkebunan di Kaltim meningkat," tutur Hery.
Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Prov Kaltim tahun 2017, kasus pertanahan yang ditangani sebanyak 7 kasus, 3 di antaranya adalah konflik sektor perkebunan. dengan problem klasik berupa ganti rugi lahan yang belum selesai dan kasus tumpang tindih lahan.
Data Dinas Perkebunan Prov Kaltim tahun 2017 ada 56 kasus, terdiri dari kasus lahan dan non lahan.
Kasus lahan terdiri dari ganti rugi lahan, tumpang tindih perizinan, okupasi atau pendudukan, tanah adat, mencapai 60 persen atau sebanyak 41 kasus.
Baca: COP Yakin Pelaku Penembakan Orangutan Kaltim Bakal Terungkap
Sedangkan kasus non lahan terdiri dari tuntutan plasma, pembagian hasil, tidak memiliki IUP, penolakan masyarakat dan lain-lain, mencapai 32 persen atau sebanyak 19 kasus.
Disbun Kaltim tidak bisa hanya tinggal diam melihat berbagai konflik yg terjadi harus berani membuat terobosan hebat, karena semakin lama konflik, semakin besar biaya sosial yang muncul, belum lagi dampak psikologisnya, sehingga penting untuk melahirkan ide gagasan yang tepat dalam penyelesaian konflik yang terjadi.
Sebagian besar konflik yang terjadi adalah kasus lama yang belum ada penyelesaiannya hingga saat ini.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kaltim/foto/bank/originals/aktivis-lsm-stabil_20180213_182905.jpg)